BAB I
PENDAHULUAN
Secara kodrati, manusia
diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang memiliki keeksistensiannya
dan hidup secara bersama-sama. Manusia juga dilahirkan sebagai makhluk
monopluralis yang berunsurkan jasad dan ruh dengan disertai akal dan hati
nurani dan hawa nafsu. Kesemuanya itu menuntut adanya tanggung jawab yang
harus dipikulnya. Oleh karena itu, dengan bimbingan dan konseling dimaksudkan
agar manusia mampu memahami potensi-potensi insaniahnya, dimensi-dimensi
kemanusiaanya, termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan mencari alternati
pemecahannya. Dengan pemahaman ajaran-ajaran Islam, secara preventif dapat
mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang dapat merugikanya
dirinya maupun orang lain. Allah berfirman dalam Al-Quran: Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.[ QS.
Al-Ankabut:45. Dan Adapun orang-orang yang takut kepada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).[An-Naziat
(79): 40-41]. Apabila hal tersebut terjadi maka kebahagiaan yang hakiki yang
akan diperoleh.
Di era globalisasi ini,
ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia sehingga melahirkan
sikap individualistik dan sifat-sifat negatif semacamnya. Sikap dan perilaku
yang demikian telah menyimpang dari perkembangan fitrah manusia yang telah
Allah berikan. Bahkan hal tersebut dapat menjauhkan hubungan manusia sebagai
hamba kepada Tuhannya meskipun hubungan sesama manusia tetap berjalan dengan
baik. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan kekurang perhatian pendidikan dan
bimbingan yang diberikan sebelumnya terhadap hal tersebut.
Oleh sebab itu diperlukan
bidang pengembangan kehidupan beragama bagi setiap manusia. Makalah ini akan
membahas bidang pengembangan kehidupan beragama jika ditinjau dari segi
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ontologi
Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Ontologi membahas hakikat yang ada. Berikut
akan dijelaskan mengenai hakikat dan aspek-aspek bidang keberagamaan.
1. Hakikat Bidang Pengembangan Kehidupan
Beragama
Setiap manusia
tidak akan dapat terlepas dari agama, walaupun kenyataannya masih ada
orang-orang yang mengaku tidak memiliki agama. Nilai-nilai yang diajarkan dalam
agama merupakan kebenaran mutlak yang langsung datang dari Tuhan dan harus
diyakini dan dijalankan oleh setiap manusia. Ini yang harus dilakukan oleh
konselor yakni untuk menyadarkan manusia bahwa ia merupakan makhluk Tuhan yang
memiliki potensi-potensi keagamaan, maupun memiliki tanggung jawab keagamaan.
Dengan demikian perlu adanya bidang bimbingan beragama dalam pelayanan
bimbingan dan konseling. Untuk lebih memahami definisi dan hakikat bimbingan
kehidupan Bergama maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang bimbingan dan
konseling secara umum.
Menurut
Prayitno (2004: 99), Bimbingan merupakan proses pemberian yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik anak-anak, remaja,
maupundewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinyanya
sendiri dengan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang
ada dan dapat dikebangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut
Tohirin (2008:20), makna bimbingan bisa diketahui berdasarkan akronim kata
bimbingan berikut:
B Bantuan
I Individu
M Mandiri
B Bahan
I Interaksi
N Nasihat
G Gagasan
A Asuhan
N Norma
Berdasarkan
penjelasan di atas, sangat jelas bahwa bimbingan tidak hanya mencakup satu atau
beberapa aspek saja. Bimbingan bukan terkhusus untuk bidang perkerjaan.
Bimbingan bukan terkhusus pada bidang kesehatan, pertanian, dan lain sebagainya.
Bimbingan diberikan mencakup keseluruhan aspek kehidupan, di mana agar individu
mampu mengembangkan kemampuannya dalam mencapai hal yang diinginkan salah
satunya adalah kehidupan beragama.
Pengertian
konseling secara jelas dapat dipahami dari penjelasan Sofyan S Willis, (2009:18),
konseling adalah upayan bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatif
dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar
individu tersebut dapat mengembangkan potensinya secara optimal, mampu mengatasi
masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu
berubah.
Bimbingan
dan Konseling merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut
Tohirin (2008:26) Bimbingan dan Konseling merupakan suatu proses bantuan atau
pertolongan yang diberikan pembimbing (konselor) kepada individu (konseli)
melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar
konseli memiliki kemampuan atau
kecakapann melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya.
Salah
satu bidang bimbingan dalam Bimbingan dan konseling adalah bidang kehidupan
beragama. Bimbingan pengembangan kehidupan beagama adalah bantuan yang diberikan
pembimbing kepada terbimbing agar mereka mampu menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan beragama (Tohirin, 2008:139).
Melalui layanan bimbingan dan konseling, para siswa dibantu mencarikan alternatif
bagi pemecahan masalah yang berkenaan dengan pengembangan kehidupan beragama.
2.
Aspek-aspek
Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Di
sekolah beberapa aspek pengembangan kehidupan beragama yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling adalah suasana lembaga dan objek keagamaan seperti
upacara ritual keagamaan, sarana ibadah, situs dan peninggalan keagamaan. Lebih
jauh dari pada itu sebenarnya aspek bimbingan kehidupan beragama yakni
menyangkut pembentukan nilai-nilai agama pada masing-masing individu.
Selain itu bidang bimbingan beragama dalam bimbingan dan
konseling pada dasarnya ingin memposisikan konseli pada posisi yang sebenarnya,
yaitu manusia sebagai makhluk (ciptaan Tuhan) yang memiliki amanah sekaligus
diberi kemuliaan-kemuliaan sebagai makhluk ciptaan Allah yang sempurna.
Jika dikaitkan dengan konseling, menurut Sofyan S Willis (2009:38), mengemukakan bahwa
hubungan konseling selama ini hanya mencakup aspek-aspek psikologi, filosofis,
dan keterampilan tekniks. Bidang agama khususnya Islam jarang masuk ke
dalamnya. Mungkin kebanyakan konselor belum terbekali dengan materi agama, atau
mungkin pula kebingungan bagaimana penerapan agama dalam konseling.
Agama amat menyentuh Iman, taqwa dan akhlak. Jika Iman
kuat maka ibadah akan lancar termasuk berbuat baik dengan sesama manusia,
karena telah terbentuk akhlak yang mulia. Dengan kata lain kuatnya iman,
lancarnya ibadah, serta baiknya akhlak, akan memudahkan seorang individu untuk
mengendalikan dirinya dan untuk selalu beramal terhadap masyarakat serta alam
sekitar.
B. Epistemologi
Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Epistemologi
menyangkut bagaiamana cara memperoleh ilmu pengetahuan dan objeknya.
1. Cara memperoleh Ilmu Pengetahuan yang menjadi landasan
pelaksanaan Pengembangan Kehidupan Beragama
Pengetahuan-pengetahuan
agama yang akan dijadikan landasan bagi konselor untuk melaksanakan bidang
bimbingan beragama, diperoleh dengan memanfaatkan beberapa sarana dan cara, di
antaranya:
a)
Akal
Tuhan telah membekali setiap manusia dengan akal. Akal digunakan setiap
manusia untuk berpikir tentang kebesaraNYA. Namun tidak jarang manusia dengan
akal sering berpikir di luar batas. Dengan akal juga terkadang manusia tidak
dapat menerima kehadiran agama itu sendiri. Oleh sebab itu banyak lah kita
lihat orang-orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan. Baginya urusan yang ada
adalah segala sesuatu yang tampak dan nyata.
b)
Empirisme
Bukti-bukti empirisme juga merupakan sumber ilmu pengetahuan. Namun
hati-hati dalam menggunakan cara ini. Dengan ketidak hati-hatian maka manusia
dapat terjebak dalam ketidakpercayaan akan adanya Tuhan. Contohnya saja ada
orang yang ingin membuktikan di mana keberadaan Tuhan. Contoh lain orang ingin
membuktikan Surga dan Neraka. Mereka akan percaya jika memang benar-benar ada
secara nyata (tampak dengan indera).
Seorang pendeta yakni
Weinata Sairin mengatakan “Sapiens nihil
affirmat quod non probat. “Seorang
bijak tidak akan membenarkan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan”. Jika kita
tidak memahami dengan benar-benar pernyataan tersebut maka bisa jadi kita akan
menjadi seseorang yang tidak akan percaya dengan keberadaan Tuhan, sebab segala
sesuatu harus dibuktikan secara empiris. Prof. Prayitno merespon pernyataan
pendeta Weinata Sairi sebagai berikut:
“Kalimat ini
senada dengan yang dikatakan Stephen Hawking, pakar fisika Internasional yang
menegaskan bahwa Tuhan tidak berperanan dalam dinamika kehidupan/peredaran alam
semesta. Katanya: “sesuatu adalah benar, kalau bisa dibuktikan kebenarannya”.
Menurutnya, rujukan kebenaran adalah rumus-rumus/hukum-hukum alam. Pendapat ini
berbahaya dan harus ditolak”
Jika keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan secara empiris (dengan
inderawi), maka penerapan tuntutan agama merupakan hal yang dapat kita ukur.
Contohnya kita melakukan pengkajian tentang “pengaruh kematangan beragama
terhadap pengambilan keputusan”. Yang kita teliti merupakan hal-hal-hal yang
terukur yakni diperoleh dari indikator-indikator kematangan beragama. Ini
merupakan cara kita memperoleh pengetahuan agama dan dapat dijadikan landasan
dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling.
c)
Intuisi
Intuisi
bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur, intuisi tidak bisa diandalkan. Berhubungan dengan
intuisi, dalam Islam disebut dengan Ma’rifah,
yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.
Hal ini
sesuai dengan pendapat Ahmad Tafsir (dalam Amsal Bakhtiar, 2008:109), bahwa
perbedaan intuisi barat dan Ma’rifah
dalam Islam adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran
konsisten, sedangkan ma’rifah
diperoleh melalui perenungan dan penyinaran dari Tuhan.
d)
Wahyu
Wahyu
adalah pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia melalui perantara para
nabi (Amsal Bakhtiar, 2008:109). Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan
tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan
mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan
diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.
Pengetahuan
dengan jalan ini merupakan kekhususan para Nabi. Hal inilah yang membedakan
mereka dengan manusia-manusia lainnya. Akal meyakini bahwa kebenaran
pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan itu memang ada pada
saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena hal itu memang berada di
luar kemampuan manusia. Menurut Mustafa (dalam Amsal Bakhtiar, 2008:110), bagi
manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang
berasal dari Nabi.
Wahyu
Allah berisi tentang pengetahuan baik mengenai kehidupan seseorang yang
terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti
latar belajang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta
kehidupan di akhirat nanti.
Kepercayaan
inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya
dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan
sebaliknya, yaitu di mulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan
untuk sampai kepada kebenaran factual.
Dari
penjelasan singkat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun cara
manusia memperolah pengetahuan agama, tidak boleh melenceng dari hakikat agama
itu sendiri. Jangan dikarenakan akal dan indera kita menjadi orang-orang tidak
beragama. Cara yang bisa dilakukan yakni kita jangan hanya menggunakan satu sumber
dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Letak kebeneran hakiki yakni pada Wahyu
Allah SWT, sedangkan yang lain merupakan cara untuk menafsirkan maksud-maksud
dari wahyu tersebut dan harus digunakan secara hati-hati. Hal-hal yang
dipelajari konselor dan benar dapat dijadikan pedoman bagi pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. Manusia merupakan makhluk Tuhan sehingga sudah
sewajarnya kita memfokuskan kegiatan demi membentuk pribadi-pribadi yang kokoh
dan kuat Iman.
2.
Cara
Melaksanakan Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Menyangkut
cara pelaksanaannya khsusunya di sekolah, bidang bimbingan keberagamaan dapat
diterapkan melalui layanan-layanan bimbingan dan konseling. Layanan
bimbingan dan konseling berkenaan dengan bidang bimbingan beragama adalah. Pertama, layanan Informasi. Layanan
informasi bidang pengembangan beragama mencakup: Informasi tentang suasana
kehidupan beragama, upacara-upacara ritual keagamaan, tempat-tempat ibadah
seperti Masjid, gereja, Vihara, dan sebagainya, serta hari-hari besar keagamaan.
Layanan Orientasi. Layanan orientasi
untuk bidang pengembangan kehidupan beragama mencakup: Suasana keagamaan,
lembaga dan objek keagamaan, upacara ritual keagamaan, sarana ibadah keagamaan,
situs agama tertentu, peninggalan-peninggalan keagamaan teretntu, dan lain
sebagainya.
Layanan penguasaan konten dapat
diterapkan kepada individu yang ingin menguasai keterampilan-keterampilan
tertentu. Penempatan penyaluran, contohnya menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kajian agama. Serta dalam layanan-layanan lainnya, seperti
konseling perorangan, Bimbingan kelompok, Konseling kelompok, mediasi,
konsultasi hingga advokasi.
3.
Objek
Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Objek
pelaksanaan bidang bimbingan beragama
adalah semua individu. Kita yakini bahwa manusia adalah makhluk Tuhan, sehingga
dalam pelaksanaannya menekankan pada ketinggian derajat dan keindahan bentuk
manusia itu serta peranaannya sebagai khalifah di Bumi. Manusia tidak dapat
terlepas dari kekhilafan, termasuk dalam beragama. Mungkin ada individu yang
tidak mau beribadah ke tempat ibadah, mungkin juga ada individu yang tidak
mengetahui acara-acara besar agama. Ini yang harus diperbaiki konselor, yakni
dengan menerapkan jenis layanan dalam bidang keberagamaan.
4. Aksiologi
Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Aksiologi
menyangkut nilai kegunaan. Apabila mengamati secara dalam tentang arti bimbingan kita dapat
mempersiapkan sedini mungkin masa depan klien, sesuai dengan arah tujuan yang
hendak dicapai. Pelaksanaan bidang keberagamaan
berjalan dengan sukses apabila memahami bahwa individu mempunyai suatu
kepribadian yang sangat berbeda. Hal tersebut terbentuk dari pengaruh baik dari
dalam yang berupa bakat bawaan maupun pengaruh dari lingkungan masyarakat.
Keadaan yang senantiasa berubah pada individu itulah yang perlu
mendapat perhatian bimbingan, sehingga dapat terarahkan untuk menentukan
pilihan pilihan hidupnya. Demikian ini merupakan suatu gambaran sekilas tentang
kondisi individu yang perlu diperhatikan sebelum kita memberikan bimbingan.
Berdasarkan pengertian bimbingan dan tutunan yang hendak dicapai
dalam mengarahkan dan membimbing, maka bidang keberagamaan akan mengarahkan
individu kepada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan masa sekarang, masa
mendatang dengan cara tanggung jawab, sehingga diharapkan dapat menerapkan
kedalam situasi kehidupan yang sesuai dengan lingkungan yang ada.
Menurut Tohirin (2008: 139), bimbingan
keberagamaan dilakukan (di sekolah dan madrasah) agar siswa memiliki pemahaman
yang baik dan benar tentang agama. Dengan perkataan lain dapat memecahkan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan beragama yang dihadapi baik individu
dalam lingkungan sekolah maupun di keluarga dan masyarakat.
Kami
menyimpulkan bimbingan kehidupan beragama memiliki kegunaan untuk membentuk
pribadi-pribadi yang kokoh, keimanan yang mantap, yakni mau menjalankan apa
yang telah diperintahkan Allah SWT kepada setiap manusia. Untuk itu konselor
perlu meyakini setiap individu yang dilayani bahwa pada hakikatnya manusia
merupakan makluh Tuhan dan semua perilaku yang kita lakukan harus sesuai dengan
yang diperintahkan-Nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ditinjau
dari segi ontologi, hakikat bidang pengembangan kehidupan beragama adalah
bantuan yang diberikan pembimbing kepada terbimbing agar mereka mampu
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan
beragama. Di sekolah beberapa aspek pengembangan kehidupan beragama yang memerlukan
layanan bimbingan dan konseling adalah suasana lembaga dan objek keagamaan
seperti upacara ritual keagamaan, saarana ibadah, situs dan peninggalan
keagamaan.
Ditinjau
dari segi epistemologi. Adapun cara atau sarana yang bisa digunakan konselor dalam
memperoleh pengetahuan agama sebagai landasan pelaksanaan bidang pengembangan
kehidupan beragama yakni akal, empirisme, intuisi dan wahyu. Objek pelaksanaan
bidang bimbingan beragama adalah semua
individu.
Ditinjau
dari aksiologi, bimbingan kehidupan beragama memiliki kegunaan untuk membentuk
pribadi-pribadi yang kokoh, keimanan yang mantap, yakni mau menjalankan apa
yang telah diperintahkan Allah SWT kepada setiap manusia.
B.
Saran
Bidang pengembangan kehidupan beragama
merupakan bidang yang penting dan perlu dilaksakanan baik di lingkungan sekolah
maupun luar sekolah. Oleh sebab itu bagi konselor diharapkan untuk terus
meningkatkan kompetensi dan wawasan menyangkut tentang hakikat bidang
pengembangan kehidupan beragama, hingga cara melaksanakannya.
KEPUSTAKAAN
Prayitno
dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad
Tafsir. 2004. Filsafat Ilmu: Mengurai
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Tohirin.
2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah
dan Madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sofyan S Willis. 2009. Konseling Individual: Teori dan Praktik.
Bandung: Alfabeta.
nice artikelnya gan, sangat bnagus.
BalasHapusjangan lupa kunjungi kembali website kami ya gan ^^