Tugas kelompok Dosen Pengampu Filsafat Pendidikan Islam Dra. Muhmidayeli, M, Ag
TEORI PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA DALAM ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
Disusun Oleh :
Rahmawati : 10811001483
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU RIAU
2010
PENDAHULUAN
Dalam peradaban manusia modern dikenal adanya tiga macam sumber daya, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya teknologi. Dari kesemua sumber tersebut sangat besar pengarunya dalam kehidupan, apalagi yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Karena begitu pentingnya sumber daya manusia, maka sudah seharusnya kita untuk mengetahui bagaimana pengembangannya, terutama pembahasan disini adalah pengembangan sumber daya manusia dalam teori-teori aliran filsafat.
Filsafat pendidikan islam juga akan membahas tentang hal ini, akan tetapi khusus yang berkenaan dengan aliran-aliran filsafat. Dan disini saya hanya diberi kepercayaan untuk membahas masalah yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam aliran realisme dan aliran rasionalisme. Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti pembehasan berikuut ini….
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
Sebelum sampai kepada pembahsan mengenai teori pengembangan sumber daya manusia dalam aliran-aliran filsafat, terlebih dahulu sekilas akan dibahas tentang pengembangan sumber daya manusia.
Teori pengembangan manusia seperti ; kekuatan fisik manusia, pengetahuannya, keahliannya atau ketarampilannya, semangat dan kreativitasnya, kepribadiannya serta kepemimpinannya. Telah menjadi suatu kesepakatan para ahli, bahwa sumber daya manusia merupakan aset penting, bahkan dianggap paling penting diantara sumber-sumber daya yang lainnya dalam memajukan suatu masyarakat atau bangsa. Namun dalam kenyataannya, sumber daya manusia baru menjadi aset penting dan berharga apabila sumber daya manusia tersebut mempunyai kualitas yang tinggi.[1]
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, ada suatu jalan pemecahan yang harus ditempuh, yakni melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihanlah yang akan meningkatkan kemauan, kemampuan, dan kesempatan bagi seseorang untuk berperan dalam kehidupannya, secara individu maupun masyarakat.
Lemahnya sumber daya manusia,dapat dikarenakan beberapa macam sebab, antara lain seperti budaya masyarakat, struktur masyarakat, atau rekayasa yang sengaja diterapkan pada masyarakat tertentu. Gejala yang tampil dari lemanya sumber daya manusia adalah :
- lemahnya kemauan, merasa tidak mampu, tidak percaya diri, dan merasa rendah diri.
- lemanya kemampuan, terbatasnya pengetauan,terbatasnya keterampilan,dan terbatasnyapengalaman.
- terbatasnya kesempatan, kurang memenuhi kebutuhan yang diperlukan, sulit ditingkatkan, tidak mampu menggunakan kesempatan, dan peluang yang diberikan.
Sebenarnya ada beberapa langkah yang harus dilakukan demi tercapainya pengembangan sumber daya manusia.
Pertama : informasi-informasi yang luas, aktual, dan hangat agar dapat membuka ketertutupan pandangan dan wawasan, dan pada tahap selanjutnya akan menimbulkan gairah untuk melakukan sesuatu yang diperlukan (tumbuh kemauan dan keinginan berprestasi)
Kedua : motivasi dan arahan yang dapat menumbuhkan semangat untuk melaksanakan sesuatu atau beberapa tugas pekerjaan dengan adanya kepercayaan diri yang kuat, sehingga ada gairah untuk mewujudkan suatu tujuan (peningkatan produktivitas dan kemampuan diri)
Ketiga : metodologi dan system kerja yang dapat memberikan cara penyelesaian masalah dengan efektif dan efesien, secara terus-menerus (manusia potensial, actual, dan fungsional)
A. Teori Rasionalisme
Rasonalisme adalah suatu aliran filsafat yang muncul pada zaman modern, yang menekankan bahwa dunia luar adalah sesuatu yang riil. Rasionalisme memiliki suatu keyakinan bahwa sumber pengetahuan terletak pada rasio manusia melalui persentuhannya dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya. [2]
Rasio adalah subjek yang berfikir sekaligus objek pemikiran. Daripadanya keluar akal aktif, karena ia merupakan sesuatu yang pertama diciptakan. Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa, biasanya disebut dengan rational soul. Ia ada dua macam, yaitu : pertama praktis, ini bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. Kedua adalah teoritis, yakni khusus berkenaan dengan persepsi dan epistemologi, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi indrawi dan meringkas pengetahuan-pengetahuan universal dari padanya dengan bantuan akal aktif.
Dengan akal kita bisa menganalisa dan membuktikan, dengan akal pula kita mampu menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal merupakan salah satu pengetahuan. Tidak semua pengetahuan diwahyukan, tetapi ada pula yang harus didedukasi oleh akal melalui eksprimen.
Rasionalisme menekankan bahwa kesempurnaan manusia tergantung pada kualitas rasionya, sedangkan kualitas rasio manusia tegantung kepada penyediaan kondisi yang memunkinkan berkembangnya rasio kearah yang memadai untuk mencerna berbagai permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan kemajuan. [3]Pribadi-pribadi yang rasio adalah pribadi-pribadi yang mempunyai suatu keyakinan atas dasar kesimpulan yang berlandaskan pada analisis mendalam terhadap bebagai bukti yang dapat di percaya, sehingga terdapat hubungan yang rasional antara ide dengan kenyataan empiric. Untuk keperluan ini, ditemukan tata logic yang baik karena sangat berguna bagi pengembangan rasionalitas tersebut.
Mengingat pengembangan rasionalitas manusia sangat tergantung kepada pendayagunaan maksimal unsur ruhaniah individu yang sangat tergantung kepada proses psikologik yang lebih mendalam sebagai proses mental, maka yang lebih ditekankan oleh aliran rasionalisme ini dalam pengembangan sumber daya manusia tidak lain adalah dengan menggunakan pendekatan mental discipline, yaitu suatu pendekatan yang berupaya melatih pola dan sistematika berfikir seseorang atau sekelompok orang melalui tata logik yang tersistematisasi sedemikian rupa, sehingga ia mampu menghubungkan berbagai data atau fakta yang ada untuk menuju pengambilan atau kesimpulan yang baik pula. Proses semacam ini memerlukan penguta-penguatan melalui pendekatan individualistis yang mengacu pada intelektualisti. Dan untuk keperluan ini memerlukan adanya upaya penyadaran akan watak hakiki manusia yang rasional. [4]
Upaya penyadaran erat kaitannya dengan fungsionalisasi rasionalitas manusia yang menjadi pertanda dirinya, terarah sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat memecahkan berbagai problem kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu, pendewasaan, intelektual melalui pembinaan berfikir reflektif-kritis-kretif yang akan menumbuhkan konsep diri untuk membentuk sikap dirinya dalam memandang persoalan-persoalan diberbagai realitas kehidupannya. Dengan adanya kemampuan berfikir reflektif ini akan memudahkan seseorang mengambil keputusan yang akan melahirkan kreatifitas dan inovasi dalam berbagai kajian yang ia sukai, di samping itu juga dapat mengembangkan imajinasinya. Sehingga dengan demikian menjadikan yang bersangkutan dapat mengelola ilmunya sebagai dasar bagi peningkatan dan pengembangannya pada hal-hal yang lebih tinggi. Dengan berfikir reflektif, dapat menjadikan subjeknya mampu memandang jauh ke depan menuju tatanan keilmuan yang lebih baik dan sempurna.
Upaya penyadaran akan fungsi manusi sebagai makhluk rasioanal ini merupakan tugas yang esensial bagu dunia pendidikan, karena memang eksistensinya bersentuhan langsung dengan kemanusiaan itu sendiri. Dengan demikian, penumbuhkembangkan berfikir reflektif, kritis, kreatif ini menurut aliran rasionalisme merupakan kunci suksesnya suatu pendidikan. Jika pengembangan dan penyempurnaan rasionalitas akan dicapai melalui upaya pendidikan, maka diperlukan semacam ekosistem rasional yang akan mendukung terciptanya kemampuan berfikir rasional tersebut. Mengingat berfikir berkenaan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat dan fikiran, maka aspek kebebasan aspek penting dalam mewujudkan manusia-manusia yang diinginkan.
Kebebasan adalah hak asasi manusia dan dengan kebebasan manusia memperoleh jalan untuk mengembangkan potensi-potensinya. Kebabasan merupakan sesuatu yang diperlukan bagi terbentuknya manusia-manusia yang mandiri, sehingga ia pun mesti bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya. Oleh karena itu, aliran ini sangat menghargai asa demokrasi dalam pembentukan watak manusia.
Berdasarkan pemikiran ini, aliran rasioanalisme berpendapat bahwa tujuan pendidikan pendidikan adalah semacam pertumbuhan dan perkembangan subjek didik secara penuh berdasarkan bakal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang luas untuk kepentingan kehidupannya, sehingga ia pun dengan mudah dapat menyesuiakan diri dengan masyarakat dan lingkungan.
Sebenarnya memang benar jika segala sesuatu khususnya pengembangan sumber daya manusia itu tidak terlepas dari awalan rasio. Artinya, semua hal tidak akan bisa berjalan tanpa adanya proses akal yang aktif pada setiap jiwa diri seseorang. Akan tetapi, meskipun demikian penganut ini tidal boleh mempunyai sifat egoisme karena tanpa yang lain ia tidak akan bisa berdiri seutuhnya sebbagaimana yang diharapkan.
C. Teori Realisme
Pada hakikatnya kelahiran realisme sebagai suatu aliran dalam filsafat merupakan sintesis antara filsafat idealisme Immanuel Kant di satu sisi, dan empirisme John Lock disisi lainnya. Realisme ini kadanng kala disebut juga neo rasionalisme. John Lock memandang bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat metafisik[5] dan universal. Ia berkeyakinan bahwa sesuatu dikatakan benar jika didasarkan pada pengalaman-pengalaman indrawi. John Lock menyangkal kebenaran akal, sedangkan menurut idealisme Immanue Kant, realisme termasuk salah satu aliran klasik yang selalu disandarkan pada nama besar Aristoteles yang memandang dunia dalam terma material. Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu yang riil dan terpisah dari pikiran manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran dengan melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayaan fungsi akal. Jadi, realitas yang ada adalah dalam wujud natural, sehingga dapat dikatakan bahwa segala sesuatu dapat digerakkan dari alam.
Dalam memandang kehidupan, realisme berpendapat bahwa kehidupan fisik, mental, moral, dan spiritual biasanya ditandai atau terlihat dalam alam natural. Dengan demikian terlihat realisme sesungguhnya lebih cendrung untuk mengatakan sesuatu itu sebagai sesuatu itu sendiri dari pada sesuatu itu sebagai apa mestinya. Oleh karena itu, dalam mengembangkan sumber daya manusia aliran ini berangkat dari cara manusia memperoleh pengetahuan.
Menurut aliran realisme, sesuatu dikatakan benar jika memang riil dan secara substantive ada. Suatu teori dikatakan benar apabila adanya kesesuaian dengan harapan dapat diamati dan semuanya perfeck. Aliran ini menyakini bahwa adanya hubungan interaksi antara pikiran manusia dan alam semesta tidak akan mempengaruhi sifat dasar dunia. Objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri, bukan hasil persepsi dan bukan pula hasil olahan akal manusia. Dunia tetap ada sebelum pikiran menyadari dan ia tetap akan ada setelah pikiran tidak menyadarinya. Jadi menurut realisme ada atau tidak adanya akal pikiran manusia, alam tetap riil dan nyata dalam hukum-hukumnya.
Bagi kelompok realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya berhubungan dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat dikatakan benar semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika pengetahuan baru itu berubungan dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran yang lama itu memang benar, yaitu desebabkan pengetahuan lama koresponden dengan apa yang terjadi dengan kasus itu.
Dengan demikian, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang koresponden dengan dunia sebagaimana apa adanya. Dalam perjalanan waktu, ras manusia telah dikonfirmasi secara berulang-ulang, menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak yang sedang tumbuh merupakan tugas yang paling penting
KESIMPULAN
Dari dua teori tentang pengembangan sumber daya manusia dalam aliran filsafat, yakni khusus yang saya bahas mengenai aliran rasionalisme dan realisme. Dari itu, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masing-masing aliran tersebut mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang bentuk-bentuk pengembangan sumber daya manusia. Yang mana rasionalisme mengatakan bahwa segala sesuatu pengetahuan itu berasal dari rasio manusia, yaitu atas dasar kinerja otak setiap individu. Begitu pula kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia, yang semuanya akan terbentuk karena adanya rasio yang senantiasa berfikir, dan membentuk sesuai dengan pola pikirnya.
Begitu sebaliknya dengan aliran realisme, ia mengatakan bahwa semua itu terjadi sesuai dengan keadaanya nyata alam ini, sehingga tanpa memerlukan rasio untuk memikirkannya. Segala sesuatu yang ada di hadapan kita adalah suatu yang riil dan terpisah dari pikiran manusia, namun ia dapat memunculkan pikiran dengan melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayaan fungsi akal.
Akan tetapi pada dasarnya dapat dikatakan bahwa diantara aliran-aliran yang ada terutama dua aliran di atas, itu semua tidak akan terlepas antara satu sama lainnya. Karena dalam menggunakan aliran realisme pasti tidak akan terlepas dari pada yang namanya rasio (rasionalisme), dan begitu pula dengan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Yogyakartab : Bumi Aksara, 1990.
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta : Gema Insani, 2004
Muhammad Thalhal Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta : Lantabaro Press, 2004.
Muhmidayeli, M. Ag, Filsafat Pendidikan Islam, Pekanbaru : LSFK2P, 2005.
[1] Muhammad Thalhal Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta : Lantabaro Press, 2004. hlm. 64-69
[2] Muhmidayeli, M. Ag, Filsafat Pendidikan Islam, Pekanbaru : LSFK2P, 2005. hlm. 139
[3] Muhammad Thalhal Hasan, Op Cit , hal. 65
[4] Muhmidayeli, M. Ag, Filsafat Pendidikan Islam, Pekanbaru : LSFK2P, 2005. hlm. 130
[5] Metafisik atau metafisika adalah yaitu filsafat tentang hakikat yang ada dibalik fisika, tentang hakikat yang ada yang bersifat transenden, di luar atau di atas kemampuan pengalaman manusia. Lihat, Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta : Gema Insani, 2004. hal. 109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar