Pages

Sabtu, 09 April 2011

ABNORMAL


BAB I
PEMBAHASAN

A. Tingkah Laku Abnormal
1.      Defenisi Prilaku Abnormal
Prilaku abnormal adalah kondisi emosinal seperti kecemasan dan depresi tidak sesuai dengan situasinya. Contohnya normal bila kita merasa tertekan ketika gagal dalam tes, tetapi menjadi tidak normal bila kita merasa tertekan ketika mendapatkan peringkat yang baik atau memuaskan.
Para ahli kesehatan mental menggunakan berbagai criteria dalam membuat keputusan tentang apakah suatu prilaku adalah abnormal atau tidak. Criteria yang palng umum di gunakan adalah :[1]
  • Prilaku yang tidak biasa
  • Prilku yang tidak dapat diterima secara social atau melanggar norma social
  • Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas
  • Orang-orang tersebut berada dalam stress personal yang signifikan
  • Prilaku maladaptife atau self-defeating
·         Prilaku berbahaya

2. Penggolongan Pola Prilaku Abnormal
Sistem penggolongan prilaku abnormal sudah ada sejak dahulu kala. Hippocrates menggolongkan prilaku abnormal atas teorinya tentang cairan tubuh. Walaupun teorinya terbukti cacat, ia sampai pada sejumlah kategori diagnostic yang umumnya sesuai dengan yang ada dalam system diagnostic modern. Sepanjang abad pertengahan, pihak otoritas atau yang berwenang menggolongkan prilaku abnormal atas penyebab : karena kerasukan setan dan karena sebab-sebab alamiah. System klasifikasi yang paling umum digunakan saaat ini sebagian besar adalah pengembangan dan perluasan dari karya kraepelin : diagnostic and statistical manual of mental disorders ( DSM).[2]
Didalam DSM, pola prilaku abnormal digolongkan sebagai “gangguan mental”. Gangguan mental mencakup distress emosional (secara khusus depresi atau kecemasan ) dan hendaknya yang signifikan pada fungsi psikologis. Fungsi yang rusak melibatkan berbagai kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab di tempat kerja, dalam keluarga, atau dalam masyarakat luas. Hal tersebut mencakup pula prilaku yang menempatkan seseorang pada resiko mengalami penderitaan pribadi, sakit, atau kematian.
Prilaku abnormal diperlakukan sebagai tanda-tanda atau symptom-symptom dari patologi yang mendasari, yang disebut gangguan mental. Akan tetapi tidak sebagai bentuk model medis yang kaku, DSM tidak berasumsi bahwa prilaku abnormal harus mencerminkan adanya penyebab biologis atau kerusakan biologis. System DSM mengakui bahwa penyebab kebanyakan gangguan mental masih tidak pasti : beberapa gangguan mungkin penyebabnya murni biologis. Beberapa mungkin penyebabnya psikologis.

3.   Prilaku abnormal pada anak dan remaja
Banyak pola prilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa –seperti ketakutan yang intens pada orang asing dan kurangnya control terhadap keinginan buang air kecil –dianggap normal pada anak-anak usia tertentu. Keyakinan-keyakinan budaya membantu menentukan apakah orang-orang melihat prilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang-orang yng hanya mendasar penilaian normalitas pada standar yang berlaku pada budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnosentris ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda sebagai abnormal.(Kennedy, Scheirer, & rogers ).[3]
Psikoterapi untuk anak-anak telah menggunakan pendekatan dari berbagai sudut pandang dan sangat berbeda dengan terapi untuk orang dewasa. Anak-anak mungkin tidak memiliki kemampuan verbal untuk mengekspresikan perasaan-perasaan mereka melalui percakapan atau kemampuan untuk duduk dikursi sepanjang sesi terapi. Metode terapi harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif, fisik, social, dan emosional anak.
Anak-anak abnormal memiliki gangguan perkembangan pervasive. Anak-anak dengan gangguan ini menunjukkan prilaku atau fungsi pada berbagai area perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Tipe mayor dari gangguan pervasive, yang merupakan factor kita disini, adalah gangguan autistic.
Autisme (Autism), atau ganguan autistic adalah salah satu gangguan terparah dimasa kanak-kanak. Autisme bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup. Anak-anak yang menderita autisme, tampak benar-benar sendiri di dunia, terlepas dari upaya orang tua untuk menjembatani muara yang memisahkan mereka.[4]
Kata autisme berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti “self”. Istilah ini digunakan pertama kali pada tahun 1906 oleh psikiater swiss, Eugen Bleuler untuk merujuk pada gaya berfikir yang aneh pada penderita skizofrenia (autisme adalah salah satu dari “empat A” Bleuler. Cara berfikir autistic adalah kecendrungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian-kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri.
Ciri-ciri Autisme yang paling menonjol adalah kesendirian yang amat sangat. Cirri-ciri lain mencakup masalah dalam bahasa, komunikasi, dan prilaku ritualistic atau stereotip. Anak dapat pula tidak bicara atau bila terdapat keterampilan berbahasa biasanya digunakan secara tidak lazim seperti dalam ekolalia.
Ciri utama dari autisme adalah gerakan stereotip. Berulang yang tidak memiliki tujuan berulang-ulang memutar benda, mengepakkan tangan, berayun kedepan dan kebelakang dengan lengan memeluk kaki. Sebagian anak autistic menyakiti diri sendiri, bahkan saat mereka berteriak kesakitan.

B.Tingkah Laku Abnormal Dalam Konseling
1.      Pertimbangan mendasar terhadap prilaku abnormal
Pertumbuhan psikologis dan interaksi antar individu turut diwarnai oeh prilaku abnormal. Paling tidak ada dua hal yang dapat mengindikasikan pada terjadinya prilaku abnormal yaitu :
Pertama, Degree Of Empairment. Kecacauan fungsi psikis dari individu distratifikasi dalam kondisi rendah, sedang atau berat. Skala ini penting diperhatikan oleh konselor karna sering dipakai dalam cara pandng klien dan dalam menyusun tujuan. Disamping itu skala (ringan, sedang, berat ) juga akan berpengaruh pada intensitas pertemuan yang dilkukan, jika klien dalam kategori sedang pertemuan bisa dilakukan dua minggu sekali. Masalah penetapan tujuan dalam konseling juga menjadi pertimbangan dalam menghadapi klien yang memiliki abnormal. Klien dengan prilaku abnormal berat, diajak untuk mecapai tujuan yang lebih sederhana di anding dengan klien yang memiliki kateori prilku ringan.
Kedua, Duration Of The Problems.  Lama atau tidaknya permasalahan dan proses penyelesaian suatu masalah dapat mempengaruhi perlakuan-perlakuan abnormal, suatu roses konseling yang ternyata berjalan bethun-thun tetapi klien berasumsi bahwa cukup dengan pertemuan singat akan mengakibtkan timbulnya abnormalitas klien. Kondisi tersebut dapat menjadi bahan kajian bagi konselor untuk memahami prilaku abnormal dari klien.
Pemahaman terhadap prilaku abnormal di tujukan untuk membuat proses konseling berjalan efektif artinya bagaimana seorang konselor mampu memekai pemhaman tersebut dalam proses konseling dan menyadari bahwa factor komunits merupakan hal penting dalam mendeteksi prilaku-prilaku abnormal yang di tunjukkan klien. Di samping itu konselor juga akan menemukan intensitas munculnya prilaku, dimana hal ini bisa dikaitkan dengan kekuatan daya skologis klien. Klien cendrung tudak memperlihatkan prilku abnormalketika memiliki psychological strengths.
Konselor harus memiliki keyakinan bahwa proses ini bukan masalah sederhana sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memandang prilaku dan gejala abnormal yang ditunjukkan klien. Konselor dituntut untuk dapat membuat ukuran yang akurat dan tepat dalam mengukur “gangguan” dan dapat melakukan rencana referal dan prilaku yang profesional.
Konselor juga diharapkan dapat membedakan penyebab timbulnya prilaku, apakah Sufficient causes atau contributing causes. Sufficient causes adalah penyebab yang berasal dari dirinya sendiri. Contohnya kerusakan organis akan menyebabkan prilaku abnormal / tumor otak, radang otak, dan sebagainya. Sedangkan, contributing causes merupakan gejala yang disebabkan situasi internal (perasaan yang muncul dari dalam diri) dan eksternal (contoh : kehilangan sesuatu yang penting).

2.      Spesific syndromes dalam prilaku abnormal
a.       Generalized Anxiety Disorder (Gangguan kecemasan umum)
Antara lain :
1.      Ketegangan motorik : pengalaman-pengalaman pribadi tentang tremor tangan dan kaki termasuk goncangan, kelelahan, dan kegelisahan.
2.      Hiper aktivitas otonomis : berkeringat, berdebar-debar, tangan berkeringat atau basah, gangguan perut, sering buang air kecil, diare, pusing, sesak napas, susah tidur, ketegangan otot dileher, bahu dipunggung bagian bawah.
3.      Kekhawatiran pada harapan : merasa gila, mati, mengerjakan sesuatu agresif yang menyebabkan rasa malu.
4.      Gangguan kognitif : individu merasa bingung dan tidak dapat konsentrasi, memelihara pikiran-pikiran yang mencamaskan, kesulitan mengingat, memiliki daya fantasi ya ng kecil, sulit membuat keputusan, selalu melihat kesalahn-kesalah baik secara nyata maupun imaginer, ketika membayangkan kejadian atau mimpi yang menakutkan.
            Individu dapat menderita karena gangguan kecemasan umum disebabkan mendapatkan serangan kecemasan. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan kecemasan menurut dimensi psiko sosial, lebih difokouskan pada :
a.       Sangat keras mengikuti kata hati
b.      Konflik menimbulkan kecemasan
c.       Harapan yang tidak realistis
d.      Mengasingkan diri
e.       Membangkitkan kembali stres masa lalu

b.      Dysthymic Disorder (Depressive Neurosis)
            Ciri-ciri mendasar gangguan ini meliputi gangguan suasana hati (mood), kehilangan minat dalam aktivitas dan kekurangan atau kehilangan kesenangan pada saat berkegiatan dan menjalin hubungan dengan orang lain. Gejala-gejala yang nampak pada dysthymic disorder adalah :
1.      perwujudan emosi
2.      perwujudan motivasional
3.      perwujudan fisik
4.      perwujudan kognitif

            Faktor penyebab depresi adalah :
  1. Memiliki pengalaman kehilangan sesuatu yang penting atau berarti
  2. Hilangnya interpretasi yang membahayakan
  3. Memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan
  4. Pencapaian tujuan
  5. Mendapatkan pelajaran ketidakberdayaan
  6. Kemarahan yang tidak memadai
  7. Menerima tanggung jawab yang berlebihan
  8. Merasa bersalah
  9. Kepribadian mempengaruhi depresi

c. Personality Disorder
            Gangguan kepribadian memiliki karakteristik relatif tidak fleksibel dan maladaptive. Gejala orang dengan gangguan kepribadian menunjukkan karakteristik sebagai berikut :
  1. Maladaptive habits
  2. Menolak perubahan
  3. Minimal distress
  4. Banyak masalah
  5. Kurang dapat memahami sesuatu
  6. Tidak fleksibel
  7. Symptom dominance
  8. Memiliki variabilitas gejala
  9. Menunjukkan gejala sekunder
  10. Motivasi lemah

Dependent personality sering ditemukan dalam proses konseling. Ciri utamanya adalah seseorang cenderung pasif dan berasumsi bahwa sebuah tanggung jawab berada topik pokok mengenai kurang percaya diri (self-confidence) dan ketidakmampuan percaya pada diri sendiri (self-reliant).
Adapun gejala-gejala yang nampak pada dependent personality adalah :
1.      Ketergantungan psikologis yang berlebihan
2.          Menempatkan kebutuhan akan rasa dan nilai cenderung lebih rendah
3.      Kelihatan tidak kompeten, bodoh dan tidak berdaya
4.      Kurang bertanggung jawab
5.      Bergantung pada orang atau sesuatu
6.      Menekan serta menolak gagasan dan perasaan yang menimbulkan rasa tidak senang dan membahayakan hubungan dengan orang lain
7.      Sensitif yang berlebihan terhadap celaan dan penolakkan
8.      Tidak memahami hakekat kesenangan, dorongan dan kepuasan, sering mencari kesenangan dan cepat bosan.
9.      Menarik orang dengan manipulasi, membujuk dan mengorbankan diri
10.  Memelihara sesuatu yang naif dan pollyanna mechanism
11.  Sering mengalami gejala perilaku abnormal sekunder.

3.      Aspek-aspek medis dalam perilaku abnormal
Faktor fisik akan memberikan pengaruh kepada perkembangan psikis. Pengetahuan dasar tentang hubungan pisk dan psikis akan membantu konselor secara tepat pada pemahaman individu dalam konseling. Konselor dapat membuat layanan yang cerdas ketika ditemukan penyebab faktor non psychologis yang turut mempengaruhi perilaku abnormal, yang harus di perhatikan antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
Mengadakan pemeriksaan secara pisik merupakan jalan terbaik bagi seseorang untuk dapat mendukung diagnosis psikologis tentang perilaku abnormal seseorang. Pemeriksaan fisik secara teliti merupakan bagian dari evaluasi konseling.
b. Obat-obatan dan perilaku abnormal
            Faktor lain yang penting disadari adalah pemahaman hubungan antara obat-obatan dan perilaku abnormal. Konselor dibentuk untuk mengetahui efeksamping dari obat-obatan, disamping itu konselor tidak bisa berasumsi bahwa obat-obatan sama sekali tidak ada efek samping pada faktor psikologis. Konselor diharapkan menyadari bahwa dokter dapat saja salah dalam memberikan resep obat-obatan, karena mungkin seseorang kurang mampu dalam mendeskripsikan gejala-gejala secara benar.
            Perilaku abnormal yang nampak karena tidak berfungsi kelenjer endokrin merupakan faktor non psikologis yang mungkin dapat ditemukan pada saat konsling. Ketidak berfungsian kelenjer endokrin seperti nampak dalam kondisi berikut :
1.      Hypeerparathyroidism, menyebabkan kepribadian neurasthenic (kehilangan inisiatif dan minat, kelelahan, depresi, gangguan ingatan)
2.      Cushing’s syndrome, lebih dari 50% orang mengalami perilaku abnormal dengan menunjukan gejala : lemah, emosi labil, cemas dan depresi
3.      Adelson’s, disease, lebih dari 80% orang mengalami gejala gangguan psikologis, seperti : mudah lelah, apatis, mudah marah.
4.      Hypoglycemia, tipe gejala psikologis adalah sakit kepala, kebingungan, tiada dapat membuat keputusan tingkah laku histeris, schizoprenia, manisdepresif.
5.      Hyperthyroidism, biasanya gejala psikologis yang nampak adalah gangguan ingatan, bertambahnya kecemasan, mudah marah, sikap agresif, kegelisahan, hiperaktivitas.
6.      Myxedema, pada tingkat rendah ditunjukan dengan gejala : depresi, hambatan psikomotor, tidak bisa mengingat, kesulitan berkonsentrasi abstraksi, kemunduran kecerdasan.[5]



BAB II
PENUTUP

1. Kesimpulan
            Semua gejala di atas dapat juga disebut dengan gangguan psikogenik. Dalam mensikapi perilaku abnormal baik konselor, dokter maupun tenaga medis yang lain secara kritis dapat melakukan diagnosis yang berbeda-beda, namun yang lebih penting adalah bagaimana membuat reveral secara tepat dan profesional kepada seseorang yang mengalami abnormal disorder
            Secara umum dapat dideskripsikan bahwa perilaku abnormal adalah :
1.      Karakteristik-karakteristik yang menyimpang dari ukuran normal dari suatu populasi seperti sangat cerdas, sangat gembira dan sebagainya.
2.      Penyimpangan dari norma sosial yaitu setiap individu yang memiliki karakteristik perilaku yang tidak sesuai dengan norma, nilai standar dari suatu masyarakat tertentu.
3.      Perilaku maladaptif yaitu penyimpangan dari normalitas sosial yang selalu berpengaruh buruk pada kesejahteraan individu dan kelompok sosial.
4.      Distres pribadi yaitu penderita batin yang berat ditunjukan dengan kecemasan, depresi, agitasi dan insomia, menurun nafsu makan, terasa nyeri dan sakit.
Teori psikoanalitik melihat  bahwa determinan utama gangguan kecemasan adalah konflik internal dan motif bawah sadar, perbedaan kecemasan objektif yang merupakan respon rasional terhadap situasi bahaya, dan kecemasan neurotik berasal dari konflik bawah sadar di dalam diri individu yaitu impuls id yang tidak terima atau seksual, agresif dalam batasan-batasan dari ego dan super ego. Adalah wajar jika dalam konseling akan ditemukan perilaku abnormal sehingga konselor diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup dan sikap profesional dalam menghadapi klien yang memperlihatkan perilaku abnormal.
Abnormal behavior assesment akan menjadi penting bagi konselor dalam mendeteksi secara dini perilaku-perilaku abnormal. Namun demikian, sebagai konselor memiliki tanggung jawab untuk membuat konsep wellness dalam diri klien. Aspek wellness menjadi penting karna akan memberikan tujuan akhir dari keseluruhan proses dalam konseling. Wellness sebagai pendekatan yang holistik multidemesional dalam dinamika hubungan secara vertikal dan horizontal akan membawa pada kata-kata kunci tentang : kebahagiaan, kesehatan, kedamaian, kesejahteraan, pemahaman diri, aktualisasi diri, konsep diri, mengarahkan diri, dan menerima diri.

2. Saran
Setelah melalui studi pustaka dan diskusi kelompok selesailah makalah ini. Sepenuhnya kami sadar akan banyaknya kekurangan di beberapa titik. Banyak penafsiran-penafsiran serta pendapat yang berbeda dan itu semua tidak lepas dari sifat fitrah dari penulis sebagai manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Jadi maklumlah kiranya, jika terdapat berbagai pendapat yang penulis simpulkan. Oleh semua itu, jika sampai terdapat beberapa perbedaan pendapat, tentunya bisa di pelajari. Maka, besar harapan kami adanya respon dari pembaca terhadap makalah ini.
Lepas dari itu semua kami berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi siapapun pembacanya. Selanjutnya kami ingin berterima kasih kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah sederhana ini. Syukron......



DAFTAR PUSTAKA

Drs. M. Yunan Rauf, MPd.2008 Teori dan pendekatan dalam konseling. Pekanbaru.
Jeffrey. S. Nevid, dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Jeffrey. S. Nevid, dkk. 2003 Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta : Erlangga



[1] Jeffrey. S. Nevid, dkk. Psikologi Abnormal Jilid 1. Hal 5-7
[2] Ibid. hal 7
[3] Jeffrey. S. Nevid, dkk. Psikologi Abnormal Jilid 2. Hal 141
[4] Ibid. Hal 145
[5] Drs. M. Yunan Rauf, MPd. Hal 1-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar