PENERIMAAN SISWA BARU SEBAGAI LADANG BISNIS
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Salah satu yang perlu di garis bawahi adalah persiapan peserta didik untuk mengahadapi tuntutan di masa yang akan datang, dalam hal ini Pendidikan memiliki fungsi membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Secara teoritis Indonesia merupakan Negara yang memprioritaskan Pendidikan. Hal ini tercakup dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5). Pada ayat 1 di jelaskan bahwa Setiap Warga Negara Indonesia berhak memperoleh Pendidikan, kemudian di perkuat dengan ayat 2 yakni Pemerintah wajib membiayai Pendidikan, pasal 3 berisi tentang tujuan penyelenggaraan Pendidikan yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pada pasal 4 secara jelas berisi tentang banyaknya alokasi dana APBN untuk Pendidikan, dan pasal 5 berisi tentang Peranan pemerintah dalam memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa.
Untuk merealisasikan UUD pasal 31 di atas, Pemerintah telah membuat program Pendidikan gratis 9 tahun. Namun Wacana pemerintah untuk mengadakan Pendidikan gratis setidaknya belum menyentuh semua kalangan. Masih banyak Masyarakat Indonesia yang berpegang pada paradigma lama yakni Pendidikan merupakan program untuk kalangan tertentu. Perlu di pahami bahwa Perespi awam yang menyebar sekarang ini di perkuat dengan temuan bukti-bukti konkrit, misalnya Penerimaan Siswa Baru yang masih membutuhkan biaya yang besar, pembelian alat-alat perlengkapan sekolah yang masih di anggap mahal, dan masih banyak lagi berbagai fenomena yang memperkuat persepsi masyarakat.
Pendidikan yang sudah di canangkan secara sistematis masih menimbulkan berbagai kesemerawutan, ketidak sesuaian dan pelanggaran. Kesenjangan inilah yang meninggalkan kesan bahwa Indonesia tidak akan mampu meningkatkan mutu Pendidikan. Berbagai bentuk pelanggaran sangat sering terjadi, baik itu bentuk kekerasan, kecurangan maupun praktik pungutan liar.
Pungutan liar merupakan pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Istilah pungli (pungutan liar) dipopulerkan oleh Laksamana Soedomo, yang pada waktu itu menjabat sebagai Kopkamtib (Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban). Intinya, pungli merupakan perbuatan melanggar hukum (pidana). Bila pelaku pungli adalah aparat atau pejabat negara, namanya korupsi. Namun bila pelakunya perorangan atau sekelompok orang biasa, maka namanya pemerasan. Meski pemberantasan pungli sudah dicanangkan sejak lama, namun dalam kenyataanya, hingga kini masih terus terjadi di berbagai bidang, termasuk di lembaga pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Pasal (3) di sebutkan bahwa salah satu bentuk praktik Korupsi adalah Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. UU di atas memang tidak secara jelas menerangkan tentang pungutan liar, namun ketika menganalisa kata-kata yang tercantum maka dapat di ambil kesimpulan bahwa segala bentuk penyalah gunaan wewenang (Pungutan liar) termasuk ke dalam bentuk pidana Korupsi.
Pada tahun 2008, Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan 61 sekolah yang melakukan pungutan liar ketika melakukan kegiatan penerimaan siswa baru kepada jaksa agung. Walaupun penelitian itu di lakukan pada tahun 2008 namun tidak tertutup kemungkinan bahwa hingga saat ini masih terjadi kegiatan seperti itu. Pernyataan ini di perkuat dengan berbagai Indikasi yang banyak di temukan di lapangan maupun laporan-laporan dari Orang tua.
Dampak pungutan liar sangat di rasakan oleh banyak kalangan. Bagi masyarakat menengah ke bawah, Kesempatan mendapatkan Pendidikan di Lembaga Formal terpaksa di tahan karena sekolah mengharuskan siswa membayar uang yang cukup besar, selain itu Pungutan liar juga berdampak pada Lembaga Pendidikan itu sendiri. Wajah Pendidikan Indonesia semakin tercoreng di karenakan perbuatan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sekolah memiliki alasan yang majemuk dalam melakukan pungutan liar, ada sekolah yang berdalih untuk uang tes, uang kursi, uang pembangunan, bahkan sumbangan wajib. Pungutan liar yang masih sering terjadi setidaknya di sebabkan beberapa factor, antara lain ketidak pedulian pemerintah, posisi orang tua lemah, dan permintaan kursi lebih besar dibanding jumlah kursi yang tersedia.
Pertama, Pemerintah di anggap membiarkan praktik pungutan liar. Ketika pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan namun tidak di sertai dengan pengawasan ketat terhadap Kebijakan yang ada. Di atas di jelaskan bahwa Pungutan liar merupakan bentuk pelanggaran korupsi dan bagi pelakunya akan di kenakan sanksi Pidana sesuai dengan pasal 3 UU NO 33 Tahun 1999 tentang pemberantasan praktik korupsi. Berbagai aturan dan ancaman yang di keluarkan tidak menimbulkan efek jera bagi oknum-oknum yang melakukan praktik Pungutan liar. Minimnya kasus pungutan liar yang di usut merupakan salah satu alasah kuat mengapa praktik seperti itu masih mengakar.
Kedua, Posisi orang tua lemah. Orang tua siswa terdiri dari berbagai macam latar belakang Pendidikan. Tidak di pungkiri bahwa saat sekarang ini sangat sedikit orang yang menggunakan pola pikir kritis. Pola pikir Logosentrisme yang menganggap bahwa yang primer memiliki kekuasaan masih di pakai orang dalam skala mayoritas. Ketika sekolah menerapkan pungutan dalam besaran tertentu, banyak orang tua yang tidak mempertanyakan secara jelas ke mana pergerakan uang.
Ketiga, kesenjangan antara jumlah kursi yang ada dan jumlah pendaftar. Terkadang untuk hal ini kesalahan tidak bisa di limpahkan sepenuhnya kepada oknum-oknum di sekolah, prinsip orang tua yang menghalalkan segala cara agar anaknya bisa di terima di sekolah yang di tuju merupakan suatu bentuk pemahaman dan perbuatan yang salah dan dapat menjadi stimulus bagi kelancaran praktik haram tersebut.
Agar wajah Pendidikan Indonesia tidak semakin tercoreng maka sudah seharusnya semua elemen masyarakat dan pemerintah melakukan tindakan-tindakan preventif dan kuratif terhadap praktik pungutan liar. Pemerintah dan Masyarakat di tuntut inovatif dalam menemukan pola pemecahan masalah terhadap fenomena yang terjadi. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat di lakukan sebagai benteng dan pola serang terhadap praktik seperti itu.
Pertama, Pola penerimaan siswa baru dengan menggunakan system Online merupakan langkah yang dapat di tempuh untuk menghilangkan praktik pungutan liar. Sistem online bertujuan agar penerimaan siswa baru di sekolah dapat berjalan objektif, transparan dan akuntabel. Walaupun system tersebut belum berlaku di semua Provinsi, namun dapat di katakan bahwa pola seperti ini merupakan langkah awal yang baik dalam mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi. Sistem pendaftaran dengan tidak langsung mempertemukan antara panitia PSB dengan orang tua siswa setidaknya dapat mengurangi kesempatan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melancarkan aksinya.
Kedua, Ketegasan pemerintah. Pemerintah harus bersikap tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi. Pengawasan terhadap kebijakan harus di lakukan secara cermat, tepat dan tanggap. Berbagai pengaduan yang di terima dari masyarakat atau berbagai lembaga-lembaga Pemantau harus dengan cepat di tindak lanjuti, dengan kata lain pemerintah harus memiliki rasa Sensitivitas. Supremasi hukum harus di tegakan sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun orang yang memiliki niat melakukan.
Ketiga, pengaduan. Orang tua juga seharusnya mampu bersikap cerdas dan ikut serta menegakan sebuah kebijakan yang telah di keluarkan pemerintah. Orangtua siswa di himbau tidak memenuhi permintaan sekolah untuk melakukan pembayaran apapun sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Perlu di pahami bahwa pelarangan pungutan liar bukan hanya di terapkan di sekolah Reguler, namun kebijakan juga berlaku di sekolah berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI).
Berbagai macam upaya harus di lakukan secara terus menerus dan dengan kerja sama berbagai pihak. Upaya-upaya yang di lakukan setidaknya dapat di jadikan modal dalam mengangkat citra Pendidikan Indonesia. Walaupun Penerimaan Siswa baru sudah di laksanakan untuk tahun ini namun setidaknya tulisan ini dapat di jadikan bahan renungan dan penciptaan gagasan baru dalam melaksanakan Kegiatan Penerimaan Siswa baru yang di lakukan setiap Tahunnya dengan tujuan agar segala bentuk penyelewengan dalam PSB dapat di cegah dan di berantas.
IDENTITAS DIRI
NAMA : EKO SUJADI
TTL : TANJUNG PINANG, 18 JULI 1991
ALAMAT : PERUMAHAN PARADISE GARDEN REGENCY KAB. KAMPAR
PEKERJAAN : MAHASISWA BIMBINGAN KONSELING UIN SUSKA RIAU
NO HP : 085272222331
ALAMAT E-MAIL : ecko_keyenz_uin@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar