Pages

Rabu, 15 Juni 2011

UNDIAN DALAM PANDANGAN ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebuah undian bisa menjadi judi manakala ada keharusan bagi peserta untuk membayar sejumlah uang atau nilai tertentu kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.
Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah dan para Anshar berebutan agar beliau tinggal di rumah masing-masing, maka dilakukan undian dengan melepas unta beliau dan dibiarkan berjalan sendiri di lorong-lorong kota Madinah. Ketentuannya, dimana nanti unta itu duduk, maka disitulah Nabi akan singgah dan tinggal. Praktek seperti ini dianggap yang paling adil. Begitu juga bila beliau akan berangkat perang, sering dilakukan undian diantara para istri beliau. Yang namanya keluar, maka dia berhak mendampingi beliau dalam perjalanan itu
Lain halnya undian yang dimanfaatkan untuk judi, dimana tiap peserta judi itu datang membawa modal uang dan dikumpulkan jadi satu. Kemudian mereka membuat undian dan siapa yang memenangkan undian itu berhak atas uang yang terkumpul tadi. Paling tidak yang membedakannya adalah darimana asal uang/hadiah yang diperebutkan. Bila dari para peserta semata, maka jelas unsur judinya. Namun bila dari pihak penyelenggara atau dari pihak lain seperti sponsor, maka tidak termasuk judi. Karena itu hukumnya harus dikembalikan pada sistem undiannya, apakah mengandung hal-hal yang bertentangan dengan praktek yang Islami atau tidak.
untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hukum ataupun mengenai bentuk undian berhadiah itu, maka dalam makalah penulis akan memaparkan secara terperinci. Ingsaya Allah.
B. Tujuan Pembuatan Makalah
Kita ketahui bersama, bahwa di lapangan begitu banyak kasus yang terjadi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan undian berhadiah. Dari itu, harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita berkenaan dengan problem ini, amiiin...

BAB II
UNDIAN BERHADIAH
A. PENGERTIAN UNDIAN BERHADIAH
Mengundi atau dalam bahasa arab disebut Qur‘ah sering dilakukan oleh Rasulullah SAW. Biasanya dilakukan bila harus memutuskan siapa yang berhak atas suatu hal namun tidak dasar yang mengharuskan nabi memilih salah satu di antara mereka. Undian berhadiah kadang-kadang ada juga yang menyebut dengan lotere. Di dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa lotere berasal dari bahasa Belanda yaitu (loterij = undian berhadiah = nasib peruntungan), undian berhadiah barang atau uang atas dasar syarat-syarat tertentu yang ditetapkan sebelumnya. Menang atau kalah sangat tergantung kepada nasib. Penyelenggaraannya bisa dilakukan oleh perorangan, lembaga atau suatu badan instansi baik umum atau swasta menurut peraturan pemerintah.
Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan lottery yang berarti undian. Dengan demikian lotere dan undian pada hakikatnya mempunyai pengertian yang sama. Meskipun pengertian yang berkembang di kalangan masyarakat kita sangat berbeda. Lotere dipandang sebagai judi sedangkan undian tidak.
Karena terdapat perbedaan pendapat mengenai ketentuan hukum lotere atau undian itu, apakah termasuk judi atau tidak, maka kita harus mengetahui pengertian judi. Judi atau maisir adalah permainan yang mengandung unsur taruhan, dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung atau berhadap-hadapan di dalam majelis. Orang yang bertaruh pasti salah satu dari dua kemungkinan, yaitu kalah atau menang. Jadi, sifatnya untung-untungan atau mengundi nasib.
B. Hukum Undian Berhadiah Dalam Islam
Untuk mencari dana dengan cara menyalenggarakan undian atau kupon berhadiah, seperti sumbangan sosial berhadiah (SSB), porkas, dan lain sebagainya merupakan cara yang sangat efektif. Karena hal demikian dapat menarik perhatian masyarakat untuk berlomba-lomba membelinya dengan harapan akan memperoleh hadiah yang dijanjikan atau mungkin dengan niat untuk membantu proyek yang mau ditunjang dengan dana itu.
Demikian pula dalam dunia perdagangan dewasa ini, banyak jual beli barang yang dilakukan dengan system berhadiah untuk kepentingan promosi barang dagangannya. Karena itu, untuk kepentingan umum, pemerintah perlu mengadakan pengawasan dan penertiban terhadap penyelengaraan undian dan kupon berhadiah, yakni agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan masyarakat dan Negara.
Semua taruhan yang dengan cara mengadu nasib, yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama, sebagaimana dalam firman Allah surah Al-Maidah ayat 90 yang berbuyi:
               
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)
Muhammad Abduh sebagaimana yang dikutip oleh Rasyid Ridha, ia menerangkan sebagian dari bahaya perjudian itu ialah; dapat merusak pendidikan dan akhlak, melemahkan potensi akal pikiran, dapat melentarakan pekerjaan, dan banyak lagi yang lainnya sehingga perbuatan itu mendorong kepada kenegatifan.
Rasyid Ridha mengingatkan bahwa dalil syar’I yang mengharamkan semua perjudian termasuk lotere atau undian berhadiah itu adalah dalil yang qath’I dilalahnya. Artinya dalil yang sudah pasti petunjuknya atas diharamkannya perjudian itu, sehingga tidak bisa diragukan lagi. Hanya saja ada lotere atau undian berhadiah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau mungkin lembaga-lembaga social lainnya, yang semata-mata untuk menghimpun dana guna kepentingan umum atau untuk kemaslahatan masyarakat. Misalnya untuk mendirikan rumah sakit, sekolah, atau mungkin untuk meringankan beban fakir miskin, hal ini bisa saja dilakukan karena tidak jelas adanya orang yang makan harta secara bathil.
Jadi, jika kita perhatikan keterangan Rasyid Ridha di atas maka ia tidak mengharamkan undian berhadiah jika untuk kepentingan umum, dan tidak ada yang dirugikan di dalamnya. Karena hal tersebut lebih besar manfaatnya dari pada mudharatnya. Undian berhadiah/lotere yang diselenggarakan bukan karena kepentingan umum atau Negara, maka hal itu dilarang oleh agama, sebab mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya. Sebagaimana dalam kaidah hukum Islam :
د ر ء المفا سد مقد م عل جلب ا لمصا لح
Artinya : “menghindari kerusakan-kerusakan harus didahulukan daripada menarik kebaikan-kebaikan.”
Prof. K.H. Ibrahim Husen, mengatakan bahwa undian harapan, sumbangan sosial berhadiah, dan sebagainya seperti yang diselenggarakan pada saat-saat sekarng ini, jika dengan tujuan keuntungan yang diperolehnya dipergunakan semata-mata untuk tujuan sosial, pendidikan, maka ini tidak termasuk kepada maisir atau judi.
Menurut H.S. mukhlis SSB dan porkas secara formal bukan termasuk judi, karena yang menyelenggarakan tidak bertujuan untuk mengumpulkan dana pribadi dan yang membeli kupon pun seharusnya membatasi diri dalam membelinya, yakni sesuai dengan kemampuannya. Akan tetapi SSB dan porkas bisa disalahgunakan hingga sama dengan judi, baik oleh si pembeli kupon maupun yang menyelenggarakannya. Jika memang ia maka hukumnya adalah haram.
Abdurrahman Isa menjelaskan, bahwa Islam membolehkan, bahkan Islam memberikan rekomendasi terhadap usaha penghimpunan dana guna untuk membantu lembaga-lembaga sosial dengan memakai sistem undian berhadiah. Karena agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial tersebut. Demikian pula dengan jual beli surat-surat undian berhadiah untuk amal tidaklah di larang oleh agama, sebab usaha tersebut sama halnya dengan usaha pengumpulan dana yang dilakukan oleh seseorang dari suatu perkumpulan atau jama’ah untuk suatu proyek yang telah disepakati secara bersama. Tetapi sebagian dana yang terkumpul dari mereka itu diberikan sebagai hadiah dengan undian, agar mereka merasa tertarik untuk membantu.
Ada dua unsur judi yang memang harus diketahui, sehingga pelaksaan undian berhadiah ini tidak keliru, diantaranya adalah :
1. Harus ada dua pihak (yang masing-masing terdiri dari satu orang atau lebih) yang bertaruh. Dan yang menang (penebak yang tepat atau pemilik nomor yang cocok) dibayar oleh yang kalah menurut perjanjian atau rumusan tertentu.
2. Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan sesuatu pristiwa yang berada di luar kekuasaan dan di luar pengetahuan dari para petaruh.
Di alam surah Al-Baqarah ayat 219 Allah berfirman :
          ••    
Artinya :”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya"
Berbeda dengan perlombaan berhadiah, yakni perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti bergulat, lomba lari, atau adu keterampilan seperti perombaan badminton, sepak bola, dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya lomba tersebut diperbolehkan dalam agama, asal tidak membahayakan keselamatan raga dan jiwa. Dan mengenai uang berhadiah yang diperoleh dari lomba tersebut diperbolehkan oleh agama, jika dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Jika uang atau hadiah lomba itu disediakan oleh pemerintah ataupun oleh sponsor-sponsornya untuk para pemenang.
2. Jika uang atau hadiah lomba itu merupakan janji salah satu dari dua orang yang berlomba kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkan oleh lawannya.
3. Jika uang atau hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka disertai muhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba dengan uang sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil uang hadiah itu jika jagonya menang, tetapi ia tidak harus membayar jika jagonya kalah.
C. Macam-Macam Undian Berhadiah
1. Undian Tanpa Syarat. Misalnya di pusat-pusat perbelanjaan pasar pameran dan semisalnya. Sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk tiap-tiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung. Maka seperti ini hukumnya adalah tidak dilarang atau boleh saja dalam suatu mu’amalat. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezhaliman riba, penipuan dan lainnya.
2. Undian Dengan Syarat Membeli Barang. Yaitu undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan penyelenggara undian tersebut. Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon utk ikut undian. Contoh lain : sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti Mobil, HP, Tiket Biaya Ibadah Haji dan lain sebaganya, bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon atau kartu undian itu dimasukkan kedalam kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya. Maka dalam hal ini hukumnya ada dua kemungkinan, karena undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan.
a. Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut. Dalam hal ini hukumnya haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga, berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yg diharamkan dalam syariat Islam.
b. Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya. Mengenai hukumnya ada dua pendapat dalam masalah ini, yaitu;
1) Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam maisir/qimar yang diharamkan dalam syariat. Karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan, mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar.
2) Adapun kalau maksud utamanya adalah butuh kepada barang/produk tersebut, setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena dalam muámalat hukumnya boleh dan halal sebab tidak berbentuk Maisir maupun Qimar.
3. Undian dengan mengeluarkan biaya. Undian yang bisa diikut tiap-tiap orang yang membayar atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian. Contoh, seseorang ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yg telah ditentukan. Contoh lain, Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS nya dengan harga biasa maupun tertentu. Maka ini semua hukumnya adalah haram dan tidak boleh dilakukan. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yg mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya maka itu termasuk Qimar/Maisir.
Demikian secara global beberapa bentuk undian yang banyak terjadi di zaman ini. Tentunya contoh-contoh undian untuk tiga jenis undian tersebut diatas sangatlah banyak di masa ini.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Undian berhadiah merupakan suatu pekerjaan yang sangat banyak dilakukan oleh mayarakat kita pada umumnya. Karena aktifitas itu memang mampu membuat seseorang terlena dengan promosi hadiah yang begitu menarik. Adapun mengenai hukumnya, jika undian berhadih itu dilakukan dengan niat mengharapkan hadiah dan disertai dengan cara taruhan atau mengundi nasib, kalah atau menang maka hal itu hukumnya adalah haram. Akan tetapi, jika undian berhadiah dilakukan hanya karena untuk kepentingan umum dan demi kemaslahatan umat, dalam hal ini menurut beberapa ulama undian berhadiah boleh-boleh saja dilakukan.
Jika undian berhadiah diartikan sama dengan lotere yang di dalamnya ada ungsur-unsur mengundi nasib, maka jelas hukumnya adalah haram.
B. Saran
Demikian pemakaran tentang bagaimana sebanarnya hukum pelaksanaan hukum berhadiah yang sangat banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat. Kita harus senantiasa meluruskan niat dalam mengerjakan segala sesuatu, karena segala amal itu memang berawalkan dari niat. Jika niat kita lurus Lillahi Ta’ala bukan karena ingin sesuatu, Ingsya Allah semuanya dinilai ibadah oleh Allah SWT.




DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta : Mahkota Surabaya, 2002.
H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Malang : Toko Gunung Agung, 1994.
M. Ali Hasan, Zakat Pajak, Asuransi, Dan Lembaga Keuangan, Ciputat : Raja Grafindo Persada, 1995.
http://blog.re.or.id/beberapa-hukum-berkaitan-dengan-undian-fiqih.htm
http://abdillah-online.blogspot.com/2009/08/hukum-undian-berhadiah-dalam-islam.html

6 komentar: