KARYAWAN DAN MAJIKAN DALAM MANAJEMEN INDUSTRI
Oleh:
Eko Sujadi
Budiman
Zuriatul Khairi
Salma Fatmawati
Lina Afrida
Marlinda
Nurhasanah
Robiatul Adawiyah
Siti Rofiah
Yeni Gusrianti
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM/BK/VI/B
1432 H / 2011 M
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam kegiatan industri hubungan antara majikan dan karyawan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan konsep manajemen industri bahwa semua fungsi manajemen dijalankan berdasarkan kerja sama dan interaksi antara majikan dan karyawan. Selain itu berdasarkan hubungan industrial pancasila, bahwa hubungan antara majikan dan karyawan harus mencakup asas kekeluargaan dan gotong royong dan asas musyawarah untuk mencapai mufakat.
Namun, yang lebih sering terjadi pada hubungan antar kedua belah pihak tersebut adalah sang buruh seringkali berada pada posisi yang lebih lemah daripada sang majikan. Buruh dianggap bukanlah mitra yang sejajar bagi majikan. Buruh hanyalah sebuah obyek bagi majikan untuk melaksanakan kepentingan mereka.
Selain itu di tengah-tengah arus globalisasi, modernisasi di segala bidang, hubungan kedua belah pihak antara majikan dan buruh, justru terlihat semakin tidak baik. Modernisasi yang tercipta dari ide-ide manusia untuk mengatur kehidupan agar lebih damai dan lebih mudah justru memiliki dampak yang buruk bagi hubungan buruh dan majikan melalui modal globalnya. Tidak jarang konflik yang terjadi antara buruh dan majikan (aksi demonstrasi menuntut kenaikan gaji, atau menuntut fasilitas-fasilitas bagi para buruh) berakhir dengan kekerasan.
Hal-hal di atas harus segera ditindak lanjuti agar di kemudian hari tidak timbul konflik yang makin parah. Pemahaman-pemahaman tentang bagaimana seharusnya hubungan antara majikan dan buruh di dalam suatu manajemen sangat penting dipelajari baik di kalangan manusia industri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Majikan dan Karyawan
Majikan merupakan isitlah lama yang digunakan sebelum dikenal kata pengusaha. Istilah pengusaha kiranya lebih tepat karena lebih menjelaskan kedudukannya dalam hubungan industrial pancasila. Secara definitif pengusaha adalah seseorang yang dengan bebas mempekerjakan orang lain dengan memberi upah untuk bekerja pada perusahaannya.
Berbicara mengenai karyawan, secara bahasa hanya dapat diartikan secara sempit yakni orang yang berkarya. Secara terminologi istilah karyawan dapat kita samakan dengan pekerja, yakni setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan pekerjaan maupun di luar hubungan pekerjaan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dsb) dengan mendapat gaji/ upah.[1]
Pengusaha dan karyawan adalah dua pihak yang saling membutuhkan dan saling tergantung satu dengan yang lain. Pengusaha membutuhkan karyawan untuk mengerjakan produksi dan menghasilkan barang/produk untuk kepentingan usaha. Sementara karyawan membutuhkan pengusaha untuk mendapatkan upah atas tenaga yang diberikannya kepada kepentingan produksi barang.
B. Hubungan Industrial Pancasila
Di tengah-tengah zaman modern ini, kemungkinan para karyawan untuk bertemu muka langsung dengan pengusaha lebih minim. Sistem absensi dengan menggunakan kartu yang tinggal dimasukkan ke dalam daftar hadir memang lebih efisien dalam perusahaan-perusahaan besar.
Hubungan antara pengusaha dan para karyawan pada saat sekarang ini juga lebih cenderung terbentuk karena aspek keterampilan pekerjaan. Pengusaha tidak akan mengenal seseorang berdasarkan latar belakang tetapi cenderung berdasarkan pengalaman kerja dan prestasi kerja. Demikian juga bagi para karyawan, pengusaha tidak lebih dari sekedar orang yang memperkerjakan mereka dan membayar upah mereka. Dalam konflik, misalnya sebuah demonstrasi karyawan menuntut kenaikan gaji, identifikasi ini menjadi semakin tajam. Pengusaha akan melihat karyawannya sebagai orang yang kurang berpendidikan, kurang memiliki skill, terlalu banyak menuntut, ekonomi lemah, kasar, tidak tahu diuntung karena sudah dipekerjakan, dan akhirnya pengusaha akan melihat karyawan sebagai ancaman. Langkah pengusaha selanjutnya bisa terjadi dua kemungkinan, majikan bernegosiasi dengan karyawan, atau pengusaha menolak semua tuntutan karyawan dan memecat mereka (karena pengusaha selalu menyadari bahwa masih banyak orang lain yang mau dipekerjakan karena banyaknya tenaga kerja yang menganggur). Sementara karyawan akan melihat pengusaha sebagai orang yang tidak menghargai karyawannya, mau mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, ekonomi kuat, banyak modal, tidak manusiawi, dan akhirnya akan melihat pengusaha sebagai orang yang harus dituntut. Langkah karyawan selanjutnya adalah apabila diterima bernegosiasi maka mereka akan bernegosiasi, namun apabila permintaan mereka ditolak, kekerasan sangat mungkin terjadi.
Untuk menjawab segala permasalahan di atas dicetuskan sebuah hubungan berdasarkan nilai-nilai pancasila yakni hubungan industrial pancasila. Hubungan industrial pancasila merupakan hubungan yang terbentuk antara karyawan, pemerintah, pengusaha dan hubungannya dengan kegiatan operasional perusahaan dalam menghasilkan barang atau jasa yang didasarkan oleh sila-sila pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan timur khususnya bangsa Indonesia.
Dengan pengertian di atas, secara otomatis penerapan sila-sila pancasila mutlak perlu, di mana sila-sila pancasila tidak dapat terpisahkan karena merupakan satu kesatuan yang bulat. Sila-sila tersebut merupakan manifestasi dalam mengemban cita-cita proklamasi Republik Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. Perwujudan cita-cita tersebut dalam hubungannya dengan karyawan dapat tercipta melalui suasana tenteram, ketertiban lingkungan kerja maupun kegairahan kerja dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan secara manusiawi sesuai dengan martabatnya.
Komponen yang harus ada di dalam hubungan industrial pancasila antara pengusaha dan karyawan antara lain:
1. Hak dan kewajiban employee.
2. Hak dan kewajiban employer.
3. Penyelesaian konflik kepentingan.
4. Pemupukan kerja sama antara kedua belah pihak.
5. Keterbukaan info dan pemahaman kondisi kedua belah pihak.[2]
Dalam pelaksanaannya, hubungan industrial pancasila mempunyai dua asas yang sangat penting yaitu:
1. Asas kekeluargaan dan gotong royong.
2. Asas musyawarah untuk mencapai mufakat.
Kedua asas tersebut dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah rekan kerja yang saling membutuhkan dalam hubungannya dengan kegiatan operasional perusahaan sehingga tidak ada kesewenang-wenangan, antara kedua golongan harus bekerja sama untuk mencapai kelancaran usaha demi kesejahteraan anggota dan produktivitas kerja.
2. Pekerja dan pengusaha sebagai rekan sekerja/mitra haruslah bisa menikmati hasil bersama-sama karena memang hasil yang dicapai tersebut usaha mereka dalam bekerja sama.
3. Sebagai rekan sekerja baik pengusaha maupun pekerja harus mau untuk bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban masing-masing secara sadar dan ikhlas demi terbinanya kelangsungan kerja sama antara mereka.
C. Pengusaha dan Karyawan dalam Manajemen Industri
Manajemen merupakan hal yang harus ada di dalam suatu kegiatan industri. Setidaknya esensi manajemen dalam industri di tentukan dari:
1. Implementasi manajemen dalam industri. Kemampuan manajemen dalam pengembangan industri atas berbagai pengertiannya dengan prinsip perencanaan hingga kontrol (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling atau POAC), pemenuhan fungsi-fungsi manajerial untuk mencapai tujuan usaha, tingkatan manajemen dengan dukungan keterampilan yang diperlukan menurut sarana penggerak usaha seperti sumber daya manusia (SDM) hingga pasar (6 M : Men, Materials, Methods, Machines, Money dan Markets). Hal tersebut sesuai dengan ruang lingkup dan pendefinisian manajemen sebagai fungsi determinan terhadap keberhasilan operasional dari industri yang dijalankan. Secara konkrit dapat diterjemahkan atas pemahaman golongan manajemen (tingkat pertama hingga puncak), karakter manajer (inovator hingga analytical), rentang manajemen dan bidang atau fungsinya (pemasaran hingga penelitian dan pengembangan atau litbang) yang secara manajerial dinyatakan sebagai keterampilan konsepsional dan kegiatan beserta bentuk pengorganisasian, termasuk rencana strategik (renstra) dan rencana operasional (renop) yang dimulai dari pengembangan master plan hingga program pengelolaan lingkungan industri.
2. Operasionalisasi industri melibatkan proses produksi dan penggunaan prinsip-prinsip manajemen dalam memproduksi barang dan jasa secara efektif dan efisien dari sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam (SDA), SDM dan buatan (teknologi dan informasi). Dalam realitanya didasarkan atas fungsi sistem dan proses produksi yang dapat dilakukan oleh organisasi maupun perorangan/kelompok atas kegiatan pengolahan (batch hingga mass production) dan peralatan (teknologi beserta pendukungnya) yang digunakan. Hal lainnya yang penting adalah pemahaman (arti dan sistem) dan implementasi beserta pengembangan mutu dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa yang bermutu, berharga terjangkau, aman dikonsumsi, memiliki nilai tambah dan daya saing.
Manajemen industri merupakan suatu kegiatan dengan mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen di dalam kegiatan industri. Keberhasilan suatu kegiatan industri sangat ditentukan bagaimana kegiatan diatur dan tertata dengan baik. Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan tetap harus ada di dalam industri dan masing-masing fungsi ini membutuhkan peran manusia untuk menjalankannya, tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran pengusaha dan karyawan. Ada beberapa peran yang harus dijalankan oleh pengusaha dalam mencapai tujuan industri yakni:
1. Peran interpersonal
Peran interpersonal merujuk pada hubungan yang terbina antara pengusaha dan karyawan. Pengusaha harus berhubungan dengan karyawannya. Pengusaha harus memiliki kemampuan memotivasi karyawannya. Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu teknik motivasi yang dapat digunakan yakni dengan cara memanfaatkan karyawan secara ekstralogis. Teknik ini dirumuskan dengan “AIDDAS”[3]. Dalam Islam, hubungan baik antara pengusaha dan karyawan juga harus selalu dibina bahkan pengusaha tidak boleh terlalu membebani karyawan. Rasulullah bersabda: "Janganlah kalian membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak mampu. Jika kalian membebankan sesuatu kepada mereka, maka bantulah." (HR Bukhari (30) dan Muslim (1661) dari Abu Dzarr)
2. Peran Pemberi Informasi
Seorang pengusaha harus mampu mengawasi, menyebar dan menjadi juru bicara dalam proses indutri. Inilah yang dinamakan controlling dalam fungsi manajemen, bahwa kegiatan yang dilakukan harus mendapatkan pengawasan. Selain itu seorang pengusaha harus mampu menilai kinerja karyawannya. Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir.
Bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekruitment, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari proses dari manajemen sumber daya manusia secara efektif.
Kita yakini bahwa belum ada suatu perusahaan pun yang dapat mengoperasikan faktor produksi tanpa memanfaatkan tenaga kerja. Bahkan ada semacam kecenderungan, makin besar perusahaan dari segi kualitas dan kuantitas, makin besar jumlah kebutuhan akan tenaga kerja. Meskipun telah ditemukan teknologi baru berupa mesin-mesin otomatif dan komputerisasi, tetapi bagi sebagian besar perusahaan belum dapat melaksanakan kegiatannya tanpa adanya tenaga kerja. Justru dengan semakin moderennya peralatan produksi (mesin-mesin) kebutuhan tenaga kerja yang professional juga makin meningkat.
Pengembangan suatu sistem pendidikan dan pelatihan terpadu dalam kaitannya dengan upaya pengembangan sumber daya manusia umumnya dan pembangunan ketenagakerjaan khususnya, kiranya memang merupakan keharusan dan kebutuhan yang semakin terasa dewasa ini. Kendatipun gagasan ini sesungguhnya bukan merupakan hal baru, namun rintisan pelaksanaannya berdasarkan konsep yang jelas ternyata belum direalisasikan sebagaimana diharapkan. Hal-hal seperti ini yang harus di lakukan oleh pengusaha terhadap karyawannya.
3. Peran Pengambil Keputusan
Walaupun pada setiap kegiatan dijunjung asas pancasila namun pengusaha tetap merupakan atasan yang dapat mengambil keputusan. Penengah keributan, enterpreuner, pengalokasi karyawan, dan negosiator merupakan keahlian yang di butuhkan oleh seorang pengusaha[4].
Selain itu karyawan juga memiliki peranan yang harus dijalankan, antara lain:
1. Kejujuran
Kejujuran menampakan diri dalam komunikasi umpan balik yang jujur di antara pengusaha, pekerja, dan rekan kerja. Kejujuran termasuk dalam mengekspresikan pendapat, fakta, pemberian pertimbangan, dan perasaan[5].
2. Tanggung Jawab
Karyawan memiliki tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya. Tanggung jawab inilah yang akan menjadi bahan pengawasan yang dilakukan oleh atasan.
3. Kerja Sama
Kerja sama antar sesama karyawan atau dengan atasan adalah hal yang sangat penting. Di dalam suatu manajemen, individu tidak berjalan sendirian melainkan satu kesatuan.
4. Keahlian
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus di sertakan 6 M yang salah satunya adalah Man. Manusia di sini dapat diartikan seseorang yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam menjalankan tugas yang telah diberikan kepadanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengusaha dan karyawan memiliki peran tersendiri. Namun secara umum antara keduanya harus tetap menjalin hubungan harmonis sesuai dengan hubungan industrial pancasila. Antara pengusaha dan karyawan harus tercakup dalam suatu kesatuan yang tidak membeda-bedakan secara tajam sebuah jabatan. Di dalam manajemen industri peran yang ditampilkan antara pengusaha dan karyawan tidak terlepas dari pengimplementasian fungsi-fungsi manajemen (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling) dengan memanfaatkan 6 M (Men, Materials, Methods, Machines, Money dan Markets) ke dalam suatu kegiatan industri. Kerja sama dan interaksi antara pengusaha dan karyawan harus tetap diutamakan di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B. Saran
Kepada mahasiswa Bimbingan dan Konseling diharapkan terus meningkatkan pemahaman dan kompetensi tentang bimbingan dan konseling secara umum dan konseling industri secara khusus.
DAFTAR REFERENSI
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa
Mangkunegara , A. A, Anwar Prabu, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ngraha, Talizidulu , 1999. Pengantar Teori Perkembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta.
Griffin, 2004. Manajemen Jilid I Edisi 7, Jakarta: Erlangga.
Wibowo, 2009. Manajemen Kinerja, Jakarta: Rajawali Press.
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, hlm. 645
[2] Talizidulu Ngraha, Pengantar Teori Perkembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, hlm. 47
[3] A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 102
[4] Griffin, Manajemen Jilid I Edisi 7, Jakarta: Erlangga, 2004, hlm. 18
[5] Wibowo, Manajemen Kinerja, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar