PROBLEMATIKA UJIAN NASIONAL
Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.
Evaluasi seharusnya dapat memberikan gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi tentang sejauh mana kesehatan peserta didik. Evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting yaitu penempatan, mastery, dan diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level belajar yang mana seorang anak dapat ditempatkan sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi, Mastery berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menuju ke tingkat berikutnya, Diagnosis berkaitan dengan pada bagian mana yang dirasa sulit oleh anak.
Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas. Selain itu UAN bertujuan untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah.
Secara Teoritis UAN berfungsi sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, pendorong peningkatan mutu pendidikan secara nasional, bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik, dan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. UAN merupakan salah satu bentuk evaluasi belajar pada akhir tahun pelajaran yang diterapkn pada beberapa mata pelajaran yang dianggap penting walaupun masih ada perdebatan tentang mengapa mata pelajaran itu yang penting dan apakah itu berarti yang lain tidak penting.
Ujian akhir nasional (UAN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah. Walaupun telah diberlakukan otonomi pendidikan namun ujian nasional masih terkesan bersifat sentralisitik. Sebagai bukti, patokan nilai yang setiap tahun terus meningkat masih di tetapkan oleh pemerintah. Ujian nasional bagi seluruh kalangan khususnya siswa, guru, dan orang tua siswa dijadikan momok yang sangat menakutkan. Berbagai permasalahan yang di timbulkan akibat dari ujian nasional terus bermunculan. Praktek kecurangan maupun pelaksanaan UN merupakan permalahan yang sering muncul. Namun terlepas dari itu semua yang menjadi pertanyaan masyarakat secara umum adalah , Benarkah UAN merupakan alat ukur yang sesuai untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan?
Berdasarkan wacana pendidikan mutakhir bahwa pendidikan bukan hanya sebatas “transfer of knowledge” tetapi mencakup pendidikan nilai, budi pekerti, maupun moral. Namun system Ujian nasional saat sekarang ini menekankan evaluasi intelegensi siswa dan hamper tidak ada evaluasi-evaluasi nilai dan evaluasi proses. Untuk contoh banyak terdapat anak-anak yang aktif dalam pembelajaran, pintar, dan aktivis tidak lulus ujian nasional sedangkan siswa-siswa yang di anggap “kurang” lulus ujian nasional.
Berbagai permasalahan-permasalahan yang ada harus cepat ditangani oleh semua pihak khususnya pemerintah. Pola-pola yang dianggap salah sudah seharusnya diperbaiki. Ketika proses pendidikan mencakup tiga ranah yakni afektif, kognitif, dan psikomotor. Maka proses evaluasi harus mencakup tiga ranah tersebut.
Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya dengan tes belaka. Untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus kemampuannya dalam bekerja. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes. Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar