PERAN SASTRA MELAYU TERHADAP GERAKAN KESADARAN MELAYU
(Sebuah tinjauan pada masa Kerajaan dan masa kini)
A. Peran Sastra Melayu Terhadap Gerakan Kesadaran Melayu Pada Masa Kerajaan
Gerakan kesadaran adalah sebuah gerakan yang mengatas namakan diri sendiri atau kelompok untuk mencapai kemajuan dan kebebasan. Gerakan kesadaran merupakan sesuatu hal yang mutlak di dalam kehidupan suatu bangsa. Di dalam dunia melayu sendiri, pada awalnya gerakan kesadaran di mulai dengan adanya keinginan diri membentuk negeri atau watak bangsa menjadi lebih maju dan unggul.
Dalam menumbuh kembangkan gerakan kesadaran, masyarakat melayu pada zaman kerajaan menggunakan berbagai cara. Salah satu cara yang menjadi ujung tombak dan sangat berperan pada saat itu adalah penggunaan satra melayu.
Sastra melayu bukan hanya sekedar buah pemikiran sastrawan yang menggunakan pola imajinatif saja, tetapi sastra melayu dapat di gunakan untuk mengkritik, membangun sebuah realitas sosial dan Sebagai alat pengendali sosial. Banyak sastrawan yang menggunakan media sastra sebagai alat untuk melakukan pembenahan, bahkan membangun sebuah gerakan kesadaran yang bertujuan mendorong masyarakat menuju kepada kemajuan.
Penggunaan sastra melayu untuk menumbuhkan gerakan kesadaran pada masa kerajaan memanglah merupakan jalan yang sangat integratif dengan kebudayaan tempatan dan yang terpenting memiliki nilai korelasi yang sangat tinggi dengan nilai-nilai agama. Resam, adat dan Agama Islam merupakan tiga sistem nilai yang mendasar dalam kehidupan orang melayu. Orang-orang melayu yang identik dengan Islam terus berusaha mempertahankan kegemilangan dan nilai-nilai yang di anut pada saat itu. Penggunaan media sastra memang di tujukan untuk semua aspek kehidupan masyarakat, namun yang paling menonjol adalah peran sastra melayu dalam membangun kesadaran masyarakat tentang penegakan syariat Islam. Dengan kata lain sastra melayu merupakan sarana dakwah bagi satrawan-sastrawan pada saat itu. Hal tersebut terbukti efektif, masyarakat memiliki antusias yang sangat besar terhadap sastra dan Islam.
Selain dalam hal tersebut, sebenarnya masih banyak lagi karya sastra yang secara khusus memberikan stimulus kepada masyarakat melayu pada masa kerajaan untuk terus bergerak mendengungkan sebuah kebenaran. Menyadarkan penguasa untuk berlaku adil, mendorong masyarakat untuk tidak jemu menuntut Ilmu dan mengajak masyarakat untuk terus mempertahankan kedaulatan negeri merupakan tema-tema sastra yang di kobarkan pada saat itu
Dengan adanya gerakan kesadaran seperti itu maka Kerajaan-kerajaan melayu yang berada di Bagian semenanjung Malaya dan Pesisir barat sumatera menjadi sebuah kerajaan yang patut di perhitungkan pada masanya. Setidaknya hal tersebut berjalan hingga Para Penjajah mulai masuk ke Bumi melayu. Dengan media sastra pula bangsa melayu bisa bergerak melakukan perlawanan terhadap penjajahan.
B. Peran Sastra Melayu Tehadap Gerakan Kesadaran Melayu Pada Masa Kini
Kegelisahan, kebencian, kecintaan, keprihatinan, kerinduan, kemarahan, dan keperdulian akan menganggu hati nurani sastrawan. Dengan adanya Rasa kemanusiaan dan kemudian rasa itu mengental dalam pikirannya, maka pada saat tertentu akan menjadi sebuah misteri, mengalirlah segalanya itu menjadi ekspresi kreatif dan menjadi sebuah karya sastra, maka karya sastra merupakan potret sesuatu, prilaku, hal atau peristiwa yang mungkin di anggap tidak penting, atau bisa juga sesuatu yang amat penting.
Peran sastra dalam menumbuhkan gerakan kesadaran pada saat sekarang ini lebih bertemakan perlawanan terhadap ketidak adilan yang berlaku di dalam setiap struktur kehidupan. Pada saat sekarang ini memang tidak dapat di pungkiri bahwa banyak sekali terjadi penyelewengan-penyelewengan di dalam setiap aspek kehidupan masyarakat dan negara. Sebut saja bidang Pendidikan, walaupun pada kenyataannya Pendidikan merupakan prioritas di negara kita namun penyelenggaraan pendidikan tetap saja tidak sesuai dengan perencanaan. Praktik KKN merupakan bentuk pelanggaran yang sangat sering terjadi.
Dengan latar belakang seperti itu maka munculah keinginan para sastrawan melayu untuk mendengungkan keadilan yang harus selalu di tegakkan. Selain itu Dalam wacana kekinian, melayu tidak lagi semata-mata di definisikan sebagai sebuah puak, tapi lebih dari itu yakni mendentumkan sebuah falsafah ”Takkan Melayu hilang di bumi”. Melayu bukan hanya sebatas menggunakan bahasa melayu tetapi melayu itu mencakup keseluruhan aspek kehidupan. Melayu itu Islam maka munculah gerakan kesadaran melayu yang berusaha menegakkan syariat Islam. Melayu itu adat maka Munculah berbagai kesadaran untuk membumikan adat sampai ke pelosok negeri.
Meskipun gerakan kesadaran melayu yang di dengungkan oleh paras sastrawan melayu lebih bertemakan terhadap perlawanan, namun demikian tali persaudaran antar sesama manusia tetap di jaga. Penggunaan kata demi kata dalam setiap aliran karya sastra bukan bermaksud untuk mencari permusuhan tetapi bertujuan agar terciptanya kesadaran di dalam diri manusia yang menjadi objek dari sebuah karya sastra.
Dalam wacana kesusasteran, karya-karya yang ditulis oleh para sastrawan penerus ini lebih tegas dan pandai memposisikan dirinya ketika berhadapan dengan keadaan yang penuh dengan penindasan. Hang Kafrawi, Murparsaulian, Ronam Damora, Hoesnizar Hood, Samson Rambah Pasir, Kunni Masrohanti, Ahmad S. Udi, dan sejumlah nama lagi, secara terus-menerus melalui karya sastra melakukan perlawanan, menuju kepada satu matlamat yakni memanusiakan manusia.
C. Fungsi sastra melayu bagi mahasiswa
Sastra sebagai karya kreatif yang mengandung emosi, imajinasi dan budi merupakan salah satu cabang seni. Semua orang pasti setuju bahwa sastra berkaitan dengan nilai keindahan. Namun demikian bukan berarti bahwa Sebuah karya sastra tidak bisa di gunakan untuk mengkritik sebuah kebijakan ataupun penolakan sebuah kebijakan. Dengan menggunakan media sastra maka penolakan yang di sampaikan akan mengandung nilai-nilai estetika bahkan nilai-nilai etika. Namun demikian Penggunaan kata di dalam sebuah karya sastra harus memiliki nilai Etika. Lihat saja pernyataan Sutardji Calzoum Bachri
...Yang menarik dari karya-karya sastra di Riau, ialah walaupun gemas dan kesal terhadap ketidak adilan, kezaliman, sastrawan-sastrawan tetap memelihara estetika. Kenyataan-kenyataan yang zalim tidak menggoda mereka untuk menzalimi sastra. Sastra tetap terpelihara dan di hormati sebagai panglima, tidak di biarkan berada di bawah sesuatu yang di luar sastra
Pada saat sekarang ini harus kita akui bahwa pandangan masyarakat terhadap mahasiswa tidak seindah dulu. Kita semua masih ingat ketika mahasiswa memiliki kekuatan untuk menurunkan sebuah rezim pemerintahan yang di anggap banyak melakukan ketidak adilan, dan kita juga sadari bahwa mahasiswa selalu menjadi agen pembaharuan di dalam masyarakat. Namun pada saat sekarang, tindakan anarkis yang cenderung di tunjukan oleh Oknum-oknum mahasiswa ketika mendengungkan sebuah penolakan memberi kesan bahwa mahasiswa itu sama saja dengan mahasiwa (Perusak)
Sebenanya niat mahasiswa sangat cemerlang yakni ingin menciptakan sebuah keadilan bagi seluruh elemen masyarakat. Bahkan dengung penolakan tidak hanya saja tujukan untuk penolakan di dalam negeri, peristiwa-peristiwa ketidakadilan yang terjadi di luar negeri pun menjadi sebuah bahan kritisi bagi mahasiswa. Namun demikian kebanyakan penolakan dan kritik yang sering di lakukan agaknya bertolak belakang dengan budaya kita yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan kelembutan. Lihat saja media masa yang menampilkan adegan dan gambar-gambar yang brutal dan kasar yang di tunjukan oleh mahasiswa dalam melakukan penolakan terhadap suatu kebijakan.
Pembakaran gambar pemimpin, pembakaran ban, merusak infrastruktur umum, bahkan tidak jarang terlibat adu fisik antara mahasiswa dengan oknum-oknum yang terkait. Apakah semua yang di lakukan dapat di katakan baik ? Apakah semua yang di lakukan sesuai dengan kultur melayu?
Setidaknya Mahasiswa sebagai agen pembaharuan harus mampu melakukan preventif sebelum hal-hal tersebut terjadi. Mahasiswa seharusnya kreatif dan inovatif dalam mendengungkan penolakan mereka terhadap kebijakan yang di buat oleh penguasa ataupun kritik terhadap suatu peristiwa. Tidak salah jika mahasiswa kembali melihat ke belakang, yakni masa kerajaan di mana mereka mampu membangun suatu bangsa yang besar dengan menggunakan media sastra melayu. Penolakan yang di sampaikan bisa menggunakan bahasa yang mengandung nilai etika dan estetika melalui sebuah karya sastra.
BIODATA PENULIS
Nama : Eko sujadi
NIM : 10813003435
Universitas : UIN SUSKA Riau Jurusan Bimbingan dan konseling semester IV
TTL : Tanjung Pinang, 18 Juli 1991
Alamat : Perumaham Paradise Garden Regency Ds. Rimbo Panjang Kab. Kampar
Nomor hp : 085272222331
E-Mail : ecko_keyenz_uin@yahoo.com
Sangat mencintai sastra melayu. “Sastra itu seni yang di penuhi dengan nilai estetika"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar