Pages

Senin, 25 Februari 2013

KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK (KOPSAK)


BAB I
PENDAHULUAN


Teori konseling merupakan upaya untuk menjelaskan proses melalui mana seperangkat kegiatan konseling dimulai, berkembang dan berakhir. Teori konseling dapat melayani sejumlah fungsi; sebagai seperangkat pedoman untuk menjelaskan cara-cara manusia belajar, berubah, dan berkembang; mengusulkan suatu model perkembangan normal dan bentuk-bentuk ekspresi gangguan perilaku; dan apa yang perlu dilakukan dan dapat diharapkan pada proses konseling. Singkatnya, teori konseling merupakan peta proses konseling, serta apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses konseling untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam konseling, kita selalu membutuhkan teori sebagai kerangka kerja guna mengorganisasikan informasi-informasi.
Konselor perlu menggunakan teori sebagai dasar untuk menerapkan asumsi-asumsi tentang sifat konseling dan sifat dasar manusia, menetapkan tujuan umum konseling, menetapkan teknik atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, menstrukstur peran dan tanggung jawab konselor dan klien dalam hubungan terapeutik. Melakukan konseling tanpa teori sama halnya dengan terbang ke planet tanpa peta dan instrumen. Di antara kesekian pendekatan tersebut salah satunya adalah psikoanalisis klasik yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.














BAB II
PEMBAHASAN


A.     Sekilas mengenai Sigmund Freud
Teori konseling psikoanalisis klasik dikembangkan oleh seorang neurolog dari Wina, Sigmund Freud, pada awal tahun 1890-an. Freud lahir di Freiberg, Moravia pada tanggal 6 mei 1856. Pada awal karirnya, Freud adalah seorang Dokter yang memiliki minat kuat pada bidang neurologi. Pada tahun 1880 ia mulai belajar psikiatri pada Josef Breurer. Dengan kolaborasi tersebut, freud mulai tertarik untuk belajar mengenai gangguan neurotik beserta cara menanganinya.
Pada awal abad 20 psikoanalisis mengalami perkembangan yang pesat. Beberapa ahli yang  berpegang  pada  konsep Freud kemudian melakukan modifikasi  sesuai dengan perkembangan  ilmu  psikologi yang disebut dengan  istilah Neo-Freudians, antara  lain  Carl  Jung, Otto Rank, Wilhelm Reich, Karen Horney, Theodore Reih dan Harry Stack Sullivan. (W.S Winkel & Hastuti.  2005; 450).

B.     Tingkatan Kesadaran
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious).
1.      Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental yang masuk ke kesadaran.
2.      Prasadar (preconscious)
Berisikan ingatan-ingatan tentang peristiwa-persitiwa masa lampau yang siap masuk ke dalam kesadaran sewaktu-waktu diperlukan.
3.      Tidak sadar (Unconscious)
Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

C.    Stuktur Kepribadian
Struktur kepribadian terdiri dari 3 aspek atau divisi yakni id, ego dan super Ego. Meskipun ketiganya berbeda, namun dalam menjalankan fungsinya, ketiga aspek kepribadian tersebut seringkali tumpang tindih dan tidak dapat menjadi entitas yang benar-benar diskrit.
1.      Id:  sistem  dasar  kepribadian, libido  yang meliputi istink-instink  manusia. Di dalam id terdapat dorongan-dorongan instingtif yang cenderung primitif dan menimbulkan ketegangan karena menuntut untuk dipenuhi. Untuk memuaskan dorongan-dorongan, id menggunakan dua mekanisme yakni tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks berisikan tindakan-tindakan otomatis, seperti mengedipkan mata, menarik tangan ketika menyentuh benda panas, dan batuk. Proses primer melibatkan tindakan yang lebih kompleks yang mengarahkan manusia untuk membentuk suatu imej mental seperti impian, khayalan, lamunan atau fantasi.
2.      Ego: adalah aspek kepribadian yang berada dalam kesadaran. Ia berfungsi untuk membantu id memenuhi dorongan-dorongannya secara nyata dan bukan hanya sekedar membayangkan atau melamun. Ego bukan merupakan bawaan namun terdiferensiasi dari id ketika anak berkembang menjadi matang.
3.      Super ego. Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego. Menurut Freud super ego dibentuk dari 2 subsistem :
a)       Kata  hati/hati nurani:  apa  yang  seharusnya  tidak dilakukan oleh individu
b)      Ego-ideal: apa  yang  seharusnya  saya  menjadi  prinsip: moral  dan  kesempurnaan.

D.    Perkembangan  Kepribadian
Menurut freud, perkembangan kepribadian sehat-tidak sehat sangat berhubungan dengan cara-cara yang digunakan oleh individu dalam melewati fase-fase perkembangannya. Freud berpandangan bahwa konsep dasar yang mempengaruhi perkembangan  kepribadian individu adalah pada  usia  5 (lima) tahun pertama  (litama), kemudian  periode tenang, dan aktif  kembali pada  periode remaja (adolesen). Pada  setiap  periode  perkembangan dari bagian  tubuh tertentu yang  menjadi pusat  kepuasan diri. Freud membagi tahap perkembangan sebagai berikut:
1.      Fase Oral  0  sampai kira 1 tahun. Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang dipilih oleh insting seksual. Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang lain, khususnya ibu.
2.      Fase anal: kira-kira 1 tahun sampai kira-kira 3 tahun. Pada fase ini dubur merupakan daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis, dan antikateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangan kotoran). Freud yakin toilet training adalah bentuk mula dari belajar memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defekasi dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntunan sosial untuk mengontrol kebutuhan defekasi. Semua bentuk kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self mastery) berasal dari fase anal.
3.      Fase Phallis; 3 tahun sampai 5 atau 6 tahun.
Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan).
Oedipus kompleks adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibu yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya yang disebut cemas dikebiri atau castration anxiety. Kecemasan ini mendorong anak laki-laki mengidentifikasi ayahnya. Ketakutan ini juga menyebabkan ditekannya keinginan seksual terhadap ibu dan rasa permusuhan terhadap ayahnya. Pada anak perempuan rasa sayang kepada ibu berubah menjadi kecewa dan benci ketika tahu kelaminnya berbeda dengan anak laki-laki. Ibunya dianggap bertanggung jawab terhadap kastrasi kelaminnya, sehingga anak perempuan mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ berharga (yang juga ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta itu bercampur dengan perasaan iri penis (penis envy) baik kepada ayah maupun kepada laki-laki secara umum. Oedipus kompleks pada wanita tidak direpres, cinta kepada ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena hambatan realistik pemuasan seksual itu sendiri.
4.      Fase laten: 5 tahun sampai usia remaja. Pada tahapan ini anak laki-laki dan perempuan menekam semua isu-isu oedipal dan kehilangan minat seksualnya. Sebaliknya mereka melibatkan diri pada kelompok bermain yang berjenis kelamin sama.
5.      Fase Puberitas. Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertmbuhan seksual primer. Pada fase ini impuls seks mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti; berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga. Pada fase falis, kateksis genital mempunyai sifat narkistik terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik, dan altruistik.

E.     Mekanisme Pertahanan Diri
Terapi psikoanalisis berusaha  membantu  individu untuk mengatasi ketegangan psikis  yang bersumber  pada  rasa  cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan  (anxiety). Menurut pandangan  Freud, setiap setiap manusia didorong-dorong oleh kekuatan-kekuatan irasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari sendiri, dan oleh kebutuhan-kebutuhan  alamiah yang  bersifat biologis dan naluri. (W.S Winkel & Hastuti,  2005: 450).
Bilamana beraneka dorongan  itu tidak selaras  dengan apa  yang diperkenankan serta diperbolehkan menurut kata hati atau kode moral seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan dan ketenangan tinggi.  Kalau seseorang  tidak  berhasil mengontrol  dan membendung kecemasan  itu dengan  suatu  cara yang  rasional dan  realistis, dia  akan menggunakan prosedur  yang irasional  dan  tidak realistis, yaitu  menggunakan salah satu  mekanisme pertahanan diri   demi menjaga keseimbangan psikis  dan  rasa harga  diri.
Adapun bentuk pertahanan diri (defense mechanism) (Prayitno : 1998,  44)  tersebut adalah:
1.       Identifikasi: menyatukan  ciri-ciri  orang  lain  kedalam  kepribadian  sendiri
2.       Displacemen: mengalihkan  perhatian  dari  satu  objek ke objek yang  lain, melalui: kompensansi  dan  sublimasi
3.       Represi: menolak  atau  menekan  dorongan-dorongan yang  muncul  dengan  cara tidak  mengakui  adanya  dorongan  itu
4.       Proyeksi: melemparkan keadaan diri ( misalnya kecemasan) kepada orang atau subjek lain
5.       Reaksi Formasi: mengganti dorongan yang muncul dengan hal-hal yang sebaliknya.
6.       Fiksasi: terpaku pada satu tahap perkembangan karena takut memasuki tahap perkembangan  berikutnya.
7.       Regresi: kembali ke tahap  perkembangan  sebelumnya 

F.     Tujuan dan Teknik Konseling
Tujuan konseling menurut psikoanalisis klasik (Prayitno: 1998, 44) adalah:
1.      Membawa ke ksad dorongan-dorongan yang ditekan (ksad) yang mengakibatkan kecamasan
2.      Memberikan kesempatan kepada klien  menghadapi  situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya
Menurut Baker (dalam Eko Darminto, 2007:31) tujuan konseling psikoanalisa antara lain:
1.      Meningkatkan kesadaran dan kontrol ego terhadap impuls-impuls dan berbagai bentuk dorongan naluriah yang tidak rasional, serta menekan kecemasan.
2.      Memperkaya sifat dan macam mekanisme pertahanan ego sehingga lebih efektif, lebih matang, dan lebih dapat diterima.
3.      Mengembangkan perspektif yang lebih berlandasakan pada assessment realitas yang jelas dan akurat yang mendorong penyesuaian.
4.      Mengembangkan kemampuan untuk membentuk hubungan yang akrab dan sehat dengan cara yang menghargai hak-hak pribadi dan orang lain.
5.      Menurunkan sifat perfeksionis, rigid (kaku), dan punitive (menghukum).

Adapun Teknik dasar dalam konseling psikoanalisis klasik adalah sebagai berikut:
1.       Asosiasi bebas yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya kepada klien untuk mengemukakan/ mengungkapkan apa yang terasa, terpikir, teringat dan ada pada dirinya.
2.       Tranferensi yakni mengarahkan perasaan-perasaannya  (yang tertekan) kepada ko dengan mengandaikan ko itu adalah subjek yang menyebabkab perasaan tertekan itu:
3.       Interpretasi yakni membawa klien memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiraan  yang objektif memperkuat fungsi ego.
G.    Aplikasi Teori Psikoanalisis Klasik dalam Bimbingan dan Konseling

Praktik konseling psikoanalisis sebagaimana yang dilakukan oleh Freud dan para praktisi modern psikoanalisis pada umumnya merupakan suatu proses yang panjang dan intensif. Konselor dan klien melakukan pertemuan sebanyak tiga hingga lima kali dalam seminggu selama tiga hingga lima tahun (Eko Darminto, 2007:31). Setiap pertemuan dapat berlangsung selama 55 menit dengan lima menit untuk break setiap sesi. Dalam proses ini, konselor membawa klien mencapai keadaan rileks dan bersikap netral dan seanonim mungkin. Sikap ini penting untuk mendorong terbentuknya transferen.

Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian Sigmund Freud, maka ada beberapa teorinya yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu: 

1.      Konsep kunci bahwa ”manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif.
2.      Konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu  supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dalam masyarakatnya. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena menurut Freud setiap manusia akan selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang dialami manusia, jadi untuk itu maka bimbingan  ini dapat merupakan wadah dalam rangka mengatasi kecemasan.
3.      Konsep psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pembinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
4.      Teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif.
5.      Konsep Freud tentang “ketidaksadaran” dapat digunakan dalam proses  bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan Id yang bersifat irrasional  sehingga berubah menjadi rasional.

H.    Kontribusi dan kritik
Barangkali sumbangan paling penting dari konseling psikoanalisis adalah pemikiran freud tentang perkembangan manusia. Dari teorinya tentang perkembangan manusia, kita mengetahui pentingnya pengalaman masa kanak-kanak, memahamai peran seksualitas dalam perkembangan, mengakui pengaruh figure orang tua dalam kehidupan kita, mengakui bahwa impian dan keselip lidah seringkali memiliki makna, menerima keberadaan ketidaksadaran, dan mengakui bahwa konflik-konflik internal seringkali terjadi dalam kepribadian kita. Kita juga mengakui bahwa proses konseling dapat menjadi wahana untuk membuat perubahan yang positif. Terlepas dari apakah kita setuju atau menolak pemikiran Freud, ia menjadi ahli pertama yang telah membuat kita menjadi paham tentang perkembangan ilmu psikologi dan konseling (psikologi terapi).
Satu keterbatasan yang paling menonjol dari psikoanalisis dapat dikemukakan pada proses perlakuan terapeutiknya yang panjang dan melelahkan. Praktik konseling psikoanalisis seringkali dihindari karena dipandang terlalu banyak mengkonsumsi waktu, tenaga, dan biaya. Pendekatan ini juga dipandang tidak dirancang untuk membantu orang-orang yang memiliki masalah yang paling urgen dan kurang memberikan perhatian pada pengaruh latar belakang budaya, serta kurang mengembangkan gaya hidup orang dewasa yang sehat. Dukungan penelitian tentang pendekatan ini juga sangat terbatas.



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Teori konseling psikoanalisis digolongkan ke dalam pendekatan psikodinamik, afektif, atau konstekstual. Asumsi penting dari teori ini adalah bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan atau instink-instink yang tidak disadari, dan bahwa gangguan perilaku yang dialami oleh manusia pada saat sekarang berkaitan dengan pengalaman kehidupannya di masa lampau, khususnya peristiwa-peristiwa traumatik yang dialami pada masa kanak-kanak serta kompleks terdesak. Kompleks terdesak adalah sekumpulan gerak hati dan dorongan-dorongan yang tidak diterima atau dipenuhi dan yang kemudian ditekan ke alam bawah sadar. Proses konseling psikoanalisa diarahkan pada upaya mengungkap materi-materi kompleks terdesak dan kemudian membawanya ke alam bawah sadar untuk disadari oleh individu. Ini dilakukan dengan cara mengajak klien berbicara, mendorong transferen, menggunakan teknik kontraferensi, asosiasi bebas, serta analisis dan intrepetasi. Kita memiliki akses untuk memecahkan kesulitannya hanya jika ia mampu memperoleh insight tentang hubungan antara kesulitannya dengan materi-materi kompleks terdesak dan pengalaman masa kecilnya.

B.     Saran
Mengingat pendekatan merupakan aspek penting dalam pelaksanaan proses konseling, oleh sebab itu bagi calon konselor, dosen, konsultan dan peneliti sangat disarankan untuk memahami secara baik mengenai pendekatan-pendekatan tersebut.



KEPUSTAKAAN

Eko Darminto. 2007. Teori-teori Konseling: Teori dan Praktik Konseling dari Berbagai Orientasi Teoritik dan Pendekatan. Surabaya: Unesa University Press.
Hansen, James C. 1977. Couseling Theory and Proses. (Second Edition) Atlantic Avenue; Boston
Kusmawati Hatta. 2010. Sekilas Tentang Teori Kepribadian Sigmund Freud dan Aplikasinya Dalam Proses Bimbingan. Jurnal Lipi, (Online), (http://isjd.pdii.lipi.go.id/indeks.php/Search.html?act=tampil&id=443&idc=38, diakses 6 Februari 2013).
Prayitno. 1998.  Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Kepribadian, Grafindo Persada; Jakarta
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti. 2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta

3 komentar:

  1. assalamualaikum bpk eko, ini wanda pratama dari bki 5e
    saya mau tanya bagaimana cara mengolah AUM pak ???
    makasih sebelumnya pak

    BalasHapus
  2. nice artikelnya gan, sangat bnagus.
    jangan lupa kunjungi kembali website kami ya gan ^^

    BalasHapus
  3. Look at the way my partner Wesley Virgin's tale begins with this shocking and controversial VIDEO.

    As a matter of fact, Wesley was in the army-and shortly after leaving-he unveiled hidden, "MIND CONTROL" secrets that the CIA and others used to get whatever they want.

    These are the EXACT same secrets many celebrities (notably those who "became famous out of nothing") and elite business people used to become rich and successful.

    You've heard that you use only 10% of your brain.

    Mostly, that's because the majority of your brainpower is UNCONSCIOUS.

    Maybe that thought has even occurred IN YOUR very own mind... as it did in my good friend Wesley Virgin's mind about 7 years back, while driving an unlicensed, beat-up bucket of a vehicle with a suspended driver's license and with $3 on his banking card.

    "I'm very frustrated with living check to check! When will I get my big break?"

    You took part in those conversations, ain't it right?

    Your very own success story is going to be written. You just need to take a leap of faith in YOURSELF.

    CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS

    BalasHapus