Pages

Rabu, 07 November 2012

ORIENTASI, FUNGSI, PRINSIP, ASAS, DAN LANDASAN PELAYANAN KONSELING: WAWASAN PROFESIONAL KONSELING


BAB I
PENDAHULUAN

Layanan konseling merupakan layanan yang membantu kliennya menyadari potensi kemudian secara mandiri dapat menyelasaikan masalah. Dalam pengertian itu bagi klien kepercayaan merupakan dasar berpijak dalam memanfaatkan layanan konseling. Bagaimana seseorang dapat mempercayai layanan konseling tergantung bagaimana ia memahami layanan itu secara tepat dan benar. Kepercayaan timbul dari keyakinan dan pemahaman bahwa layanan konseling memiliki orientasi, prinsip, fungsi, asas, dan landasan yang kuat dan didasarkan pada kebutuhan klien tersebut.
Pemahaman itu tidak serta merta timbul dari dalam diri klien. Peran seorang konselor sangat menentukan, baik konselor sebagai personal yang artinya pemahamannya sendiri terhadap orientasi, prinsip, fungsi, asas dan landasan konseling maupun perannya sebagai konselor itu sendiri. Ketika melaksanakan layanan seyogyanya konselor mampu memberikan pelayanan yang terbaik dengan mengaplikasikan layanan berdasarkan fungsi, prinsip, asas dan landasan konseling yang telah dipahaminya.
Pelayanan konseling diselenggarakan dengan orientasi, prinsip dan asas serta landasan yang secara keseluruhan terpadu dalam setiap kegiatan layanan dan aspek-aspek pendukungnya. Segenap orientasi, prinsip dan asas serta landasan tersebut terwujudkan dalam kaidah-kaidah keilmuan dan kompetensi yang dipelajari dengan sebaik-baiknya. Berikut kami sajikan kajian tentang orientasi, prinsip, fungsi, asas dan landasan yang bisa menambah pengetahuan para calon akademisi konseling yang kami buat dalam bentuk makalah.


BAB II
PEMBAHASAN


Pelayanan konseling diselenggarakan dengan orientasi, prinsip dan asas serta landasan yang secara keseluruhan terpadu dalam setiap kegiatan layanan dan aspek-aspek pendukungnya. Segenap orientasi, prinsip dan asas serta landasan tersebut terwujudkan dalam kaidah-kaidah keilmuan dan kompetensi yang dipelajari dengan sebaik-baiknya.
A.  Orientasi
Yang dimaksud dengan orientasi di sini adalah arah perhatian dan fokus dasar yang setiap kali harus menjadi pokok perhatian dalam pelaksanaan pelayanan konseling. Ada tiga orientasi yang menjadi perhatian utama, yaitu:
1.      Orientasi individual, artinya setiap layanan konseling terutama tertuju kepada subjek yang dilayani sebagai individu. Perorangan subjek yang dilayani dengan segenap keindividualannya itulah titik tuju layanan. Dalam layanan melalui format kelompok dan klasikal pun, arah kepada perorangan itu menjadi fokus. Lebih lanjut, hasil layanan juga terfokus kepada perolehan masing-masing perorangan subjek yang dilayani.
2.    Orientasi perkembangan, artinya setiap layanan konseling memperhatikan karakteristik subjek yang dilayani dari sisi tahap perkembangannya. Perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Oleh Havighurst dalam Sunarto (2006:43), perkembangan tersebut dinyatakan sebagai tugas yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya. Masing-masing orang berbeda dalam perkembangan. Selain itu meskipun dua orang subjek berada pada tahap perkembangan yang sama, aspek keindividualan (individual differences) tetap harus diperhatikan. Dengan demikian orientasi perkembangan dan orientasi individual dipadukan menjadi satu.
3.    Orientasi permasalahan, artinya setiap layanan konseling terfokus pada permasalahan yang sedang dialami dan/atau yang mungkin (dapat) dialami oleh subjek yang dilayani. Hal ini secara langsung terkait dengan konsep KES dan KES-T. Pelayanan konseling tidak lain adalah mengembangan KES dan mencegah terjadinya KES-T, serta menangani KES-T apabila permasalahan memang sedang dialami oleh subjek. Terkait dengan orientasi terdahulu, maka ketiga orientasi, yaitu orientasi individual, perkembangan dan permasalahan dipadukan menjadi satu.
B.   Fungsi 
Memperhatikan ketiga orientasi di atas, yang terpadu menjadi satu, fungsi pelayanan konseling adalah:
1.    Pemahaman, yaitu fungsi pelayanan konseling membantu klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, klien diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.    Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi layanan konseling untuk memelihara dan mengembangkan kondisi positif (dalam kaitannya dengan pancadaya) yang ada pada diri subjek yang dilayani dan mengarahkannya kepada kehidupan perilaku KES. Menurut Sunaryo Kartadinata, salah satu visi bimbingan dan konseling adalah pengembangan, karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal dan strategi upaya pokoknya adalah memudahkan untuk berkembang bagi individu. Menurut South Carolina Guidance and Counseling Departement (1999), aspek yang harus dikembangkan melalui pelayanan konseling pada pelajar, antara lain:
a)   Learning To Live (Personal/Social Development)
The development of personal/social standards is an integral part of an individual’s pursuit of success in life. To understand and respect self, relate positively to others, make informed and safe decisions, cope effectively with change, and become responsible citizens are essential to this process.
b)   Learning To Learn (Academic Development)
The development of academic and educational standards is an integral part of an individual’s pursuit of life-long learning. Being able to achieve educational success, identify and work toward goals, manage information, organize time, and locate resources are essential to this process.
c)   Learning To Work (Career Development)
The development of career standards is an integral part of an individual’s pursuit of success in the world of work. Being able to develop the knowledge and skills to make realistic career plans, make a successful transition from school to work, achieve interdependence, and compete in a global economy are essential to this process.
Ketiga aspek perkembangan tersebut harus diseleraskan satu dengan yang lain. Perkembangan personal dan sosial tentunya akan berpengaruh pada pendidikan maupun karir seseorang. Begitu juga perkembangan karir pada umumnya membutuhkan kematangan personal, sosial, dan pendidikan.
3.    Pencegahan, yaitu fungsi layanan konseling untuk mencegah timbul/berkembangnya kondisi negatif pada diri subjek yang dilayani (yang mengakibatkan KES-T). Sesuai dengan Dorset county council (2002:13), Counselling is concerned with prevention and de-escalation of a problem and focuses on enabling the person to develop self-esteem and the internal resources to cope with their difficulties more effectively. Menurut Makinde (2007), salah satu peran konselor adalah:Preventive role: to anticipate, circumvent and if possible forestall difficulties which may arise in future”.
4.    Pengentasan, yaitu fungsi pelayanan konseling untuk mengatasi kondisi negatif/KES-T pada diri subjek yang dilayani sehingga menjadi positif/KES (kembali). Menurut lunenberg (2010):
Even those students who have chosen an appropriate educational program for themselves may have problems that require help. A teacher may need to spend from one-fifth to one-third of his time with a few pupils who require a great deal of help, which deprives the rest of the class from the teacher's full attention to their needs. The counselor, by helping these youngsters to resolve their difficulties, frees the classroom teacher to use his time more efficiently
Pada setting pendidikan formal, seorang konselor harus mampu memainkan fungsi ini. Permasalahan-permasalahan peserta didik, baik yang berkenaan dengan pribadi, belajar, sosial, karir, agama maupun kehidupan berkeluarga dapat dientaskan melalui melalui pelayanan konseling.
5.    Advokasi, yaitu  fungsi layanan konseling untuk menegakkan kembali hak (hak-hak) subjek yang dilayani yang  terabaikan dan/atau dilangar/dirugikan pihak lain, termasuk dalam lingkungan sekolah. Sesuai dengan Manitoba Education, Citizenship and Youth (2007):
One of the roles of school counsellors is advocacy, both in terms of promoting a comprehensive and developmental approach to guidance and counselling services and in terms of supporting students as they progress through the education process and through life’s changes. School counsellors work with students, school administration, teachers, clinicians, parents, and the community to advocate for positive solutions to emerging concerns and difficult situations. These concerns and situations may range from relatively minor issues to serious, seemingly life-altering events. Common advocacy opportunities arise when students face suspension or expulsion from school, when students seek assistance in clarifying their position on educational difficulties with staff and parents, and when students wish to engage in mediation or restitution activities.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa konselor sekolah bahkan dapat memberikan advokasi bagi siswa-siswa yang ingin dikeluarkan oleh pihak sekolah

C.  Prinsip
Prinsip merupakan kaidah dasar yang perlu selalu diperhatikan dalam penyelenggaraan pelayanan konseling. Apabila orientasi konseling yang dikemukakan di atas memberikan arah perhatian dan fokus dasar tentang ke mana layanan konseling ditujukan, prinsip konseling menekankan pentingnya kaidah-kaidah pokok yang secara langsung dan konkrit mendasari seluruh praktik pelayanan konseling.
1.      Prinsip integrasi pribadi, menekankan pada keutuhan pribadi subjek yang dilayani dari segenap sisi dirinya dan berbagai kontekstualnya. Dari sisi hakikat manusia misalnya, unsur-unsur berikut mendapat penekanan :
Keimanan dan ketakwaan              ditunaikan
Kesempurnaan penciptaan              diwujudkan
Ketinggian derajat                          ditampilkan
Kekhalifahan                                  diselenggarakan
HAM                                              dipenuhi
Aktualisasi unsur-unsur hakikat manusia itu seluruhnya berada dalam pengembangan pancadaya (daya takwa, cipta, rasa, karsa dan karya) serta dalam bingkai kelima dimensi kemanusiaan (dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman). Ketiga orientasi pelayanan konseling (orientasi individual, perkembangan dan permasalahan) sepenuhnya diarahkan bagi terbentuknya pribadi yang terintegrasikan itu melalui ditegakkannya fungsi-fungsi pemahaman, pemeliharaan dan pengembangan, pencegahan, pengentasan, dan advokasi.
2.      Prinsip kemandirian, menekankan pengembangan pribadi mandiri subjek yang dilayani. Kelima ciri kemandirian tersebut antara lain memahami dan menerima diri sendiri secara objektif, positif dan dinamis, memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif, dan dinamis, mampu mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri.
3.   Prinsip sosio-kultural, menekankan pentingnya subjek yang dilayani berintegrasi dengan lingkungan, yaitu lingkungan yang langsung terkait dengan  kehidupannya sehari-hari, serta berbagai kontekstual dalam arti yang seluas-luasnya. Pelayanan konseling mengintegrasikan dan mengharmonisasikan subjek yang dilayani dengan lingkungan sosio-budayanya.
4.   Prinsip pembelajaran, menekankan bahwa layanan konseling adalah proses pembelajaran. Subjek yang dilayani menjalani proses pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar  tertentu yang berguna dalam rangka terkembangnya KES dan  tertanganinya KES-T.
5.   Prinsip efektif/efisien, menekankan bahwa upaya pelayanan yang diselenggarakan oleh konselor harus menghasilkan sesuatu untuk pengembangan KES dan penanganan KES-T subjek yang dilayani. Pelayanan konseling terarah pada keberhasilan yang optimal. Termasuk ke dalam upaya optimalisasi pelayanan konseling adalah kerjasama dengan pihak-pihak lain sehingga berbagai sumber daya dapat dikerahkan untuk kepentingan subjek yang dilayani.
Kelima prinsip di atas terpadu menjadi satu, tidak diterapkan secara terpisah, meskipun kelimanya bisa dipilah. Kelima prinsip tersebut juga terpadu dengan ketiga orientasi konseling untuk menegakkan kelima fungsi konseling.


D.  Asas
Asas konseling merupakan kondisi yang mewarnai suasana jalannya pelayanan. Apabila asas yang dimaksudkan tidak terwujud akan sangat dikhawatirkan layanan konseling yang terselenggara akan mengalami berbagai kekurangan atau bahkan kesulitan, misalnya kurang terarah, kurang gairah, kurang berhasil, atau bahkan mubazir. Berbagai asas dapat diidentifikasi, di sini hanya dikemukakan lima yang pokok-pokok saja.
1.      Asas kerahasiaan,  yaitu asas konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini konselor berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin. Konselor harus mampu berkomitmen sebagai berikut:
Saya, ......... (nama konselor)
Mampu dan bersedia, menerima, menyimpan, menjaga, memelihara dan merahasiakan semua data dan keterangan dari klien saya atau dari siapapun juga, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan/atau tidak layak diketahui oleh orang lain.
Dalam Islam, rahasia merupakan suatu hal yang harus dijaga, bahkan termasuk amanah. Seorang muslim harus pandai sekali menjaga rahasia temannya, penuh amanat apabila diberi titipan, dan penuh tanggung jawab terhadap keselamatan. Bahkan jika seorang konselor dapat menutup aib ataupun menjaga rahasia klien maka celanya dapat ditutup oleh Allah SWT. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Barangsiapa menutupi cela saudaranya, maka Allah Ta’ala akan menutupi celanya di dunia dan akhirat.” (HR Ibnu Majah)”.
2.    Asas kesukarelaan, menekankan pentingnya kemauan subjek yang dilayani untuk mengikuti kegiatan pelayanan. Makin tinggi tingkat kemauan atau motivasi untuk memperoleh layanan, makin tinggi pula tingkat keterlibatan subjek dalam layanan konseling. Kondisi yang ideal ialah apabila subjek benar-benar sukarela dengan kemauan sendiri (self-referal). Untuk bisa sukarela seperti itu subjek yang dilayani, selain memahami dengan baik tujuan pelayanan konseling, terlebih lagi meyakini adanya jaminan dari konmselor tentang diberlakukannya asas kerahasiaan.
3.   Asas kegiatan, menekankan pentingnya peran aktif subjek yang dilayani dalam pelaksanaan layanan konseling. Bukan konselor saja yang aktif, namun terlebih lagi subjek yang dilayani. Makin aktif subjek yang dilayani makin ada jaminan layanan itu akan sukses.
4.   Asas kemandirian, menekankan pentingnya arah pengembangan diri subjek yang dilayani, yaitu pribadi yang mandiri dengan kelima ciri yang telah dikemukakan sebelumnya. Lebih konkrit, pribadi yang mandiri itu terwujud dalam KES dan terhindar dari KES-T.
5.   Asas keobjektifan, menekankan pentingnya  kejelasan dan keterjangkauan semua hal yang menjadi materi layanan konsleing. Di samping itu, hal-hal yang objektif itu juga terukur dan dapat dijalani oleh subjek yang dilayani.
Seperti kaidah-kaidah terdahulu, asas-asas konseling juga terpadu menjadi satu. Semuanya adalah demi suksesnya pelayanan untuk sebesar-besarnya memenuhi tuntutan pengembangan diri subjek yang dilayani.



E. Landasan
Seluruh orientasi, fungsi, prinsip dan asas sebagaimana diuraikan di atas menuntut untuk dilaksanakan oleh konselor. Dalam hal ini, perlu pula dipahami bahwa semua itu didasarkan pada landasan pelayanan konseling sebagai berikut:
1.      Landasan religius. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, segenap komponen dan unsur-unsur HMM sepenuhnya berdasarkan kaidah-kaidah keagamaan. Dalam kaitan ini segenap aspek pelayanan konseling secara kental mengacu kepada terwujudnya HMM yang seluruhnya bersesuain dengan kaidah-kaidah agama. Menurut Prayitno (2004:154), Landasan religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi fokus netral upaya pelayanan bimbingan dan konseling. Klien dengan predikat seperti itu hendaknya diperlakukan dalam suasana dan cara yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula. Di Indonesia pelayanan konseling harus berlandaskan pada agama. Dalam pelaksanaan layanan konseling secara Islami landasan yang digunakan adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya adalah sumber pedoman kehidupan umat Islam (Faqih. 2001:5).
2.    Landasan psikologis. Berbicara tentang kondisi dan karakteristik individu, perkembangan, permasalahan, kemandirian, KES dan KES-T dengan berbagai kontekstualnya, semuanya itu terkait dengan kaidah-kaidah psikologi. Hal ini berarti bahwa konselor dipersyaratkan memahami dan menerapkan berbagai kaidah psikologi, meskipun ia tidak perlu menjadi psikolog, karena keduanya (konselor dan psikolog) berada pada bidang profesi yang berbeda. Konselor bukan psikolog, dan psikolog bukan konselor.
3.    Landasan pedagogis. Sudah amat jelas bahwa konselor adalah pendidik. Oleh karenanya segenap kaidah pokok pendidikan harus dikuasai dan terapkan oleh konselor dalam pelayanan konseling. Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
a)      Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu
Pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
b)      Pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat. pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar. Belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.
c)      Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah.
4.    Landasan sosio-kultural. Adalah kenyataan bahwa individu, dalam hal ini subjek yang dilayani merupakan bagian integral dari lingkungannya, terutama lingkungan sosio-kultural. Oleh karenanya, pelayanan terhadap subjek dalam konseling haruslah secara cermat memperhitungkan aspek-aspek sosio-kultural yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kehidupannya. KES dan KES-T subjek yang dilayani terkait secara kental dengan lingkungan sosio-kulturalnya itu.
5.   Landasan keilmuan – teknologis. Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya. Bimbingan dan konseling juga merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti: psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Berdasarkan penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa pelayanan konseling bukanlah pelayanan seadanya, bukan pula pelayanan yang bisa dilaksanakan oleh siapa saja, melainkan pelayanan profesional dengan ciri-ciri keilmuan dan teknologis. Dasar kelimuan dan teknologi terwujud dalam kompetensi konselor sebagai pelaksana pelayanan profesional  konseling.
Oleh sebab itu, seorang konselor harus terus meningkatkan kompetensi dan wawasan tentang keilmuan bimbingan dan konseling agar mendapatkan pengakuan yang luas. Menurut Department of Education and Science inspectorate (2009), There appeared to be widespread recognition among schools’ senior management of the benefits for guidance counselors of engaging in continuing professional development (CPD)”.
Tidak diragukan lagi, kelima landasan tersebut di atas juga terpadu menjadi satu. Dipilah oke, dipisah tidak mungkin. Dalam hal ini, konselor harus menguasai semua landasan itu untuk suksesnya pelayanan profesional yang menjadi tugas dan kewajibannya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pelayanan konseling yang dilaksanakan harus memiliki orientasi, fungsi, prinsip, menggunakan asas, dan memiliki landasan. Orientasi konseling adalah arah perhatian dan fokus dasar yang setiap kali harus menjadi pokok perhatian dalam pelaksanaan pelayanan konseling. Ada tiga orientasi yang menjadi perhatian utama, yaitu: orientasi perkembangan, orientasi permasalahan, dan orientasi individual. Penyelenggaraan layanan konseling juga memperhatikan beberapa fungsi antara lain pemahaman, pemeliharaan dan pengembangan, pencegahan, pengentasan, dan advokasi. Prinsip merupakan kaidah dasar yang perlu selalu diperhatikan dalam penyelenggaraan pelayanan konseling.  Adapun prinsip pelayanan konseling antara lain prinsip integrasi pribadi, prinsip kemandirian, prinsip sosio-kultural, prinsip pembelajaran, dan prinsip efektif/efisien. Dalam melaksanakan layanan konseling ada beberapa asas yang harus dijunjung, antara lain: asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas kegiatan, asas kemandirian, asas keobjektifan. Seluruh orientasi, fungsi, prinsip dan asas sebagaimana diuraikan di atas menuntut untuk dilaksanakan oleh konselor. Dalam hal ini, perlu pula dipahami bahwa semua itu didasarkan pada landasan pelayanan konseling sebagai berikut: landasan religius, landasan psikologis, landasan pedagogis, landasan sosio-kultural, dan landasan keilmuan – teknologis

B.     Saran
Kepada pembaca diharapkan untuk terus meningkatkan pemahaman maupun kompetensi yang berkaitan dengan penyelenggaraan layanan konseling. Dalam melaksanakan pelayanan konseling harus mengacu pada aspek-aspek di atas.
KEPUSTAKAAN


Aunur Rahim Faqih. 2004. Bimbingan dan Konseling Islam. Yogyakarta. UII Press.

Department of Education and Science inspectorate. 2009. Looking at Guidance: Teaching and Learning in Post-Primary Schools. Dublin. Evaluation Support and Research Unit Inspectorate Department of Education and Science. [Online]. Tersedia. http://www.education.ie/en/Publications/Inspection-Reports-Publications/Evaluation-Reports-Guidelines/insp_looking_at_guidance_pdf.pdf. [13 oktober 2012].

Dorset county council. 2002. Guidelines for schools on the provision of counselling for pupils in schools. Hamphsire. Bacp. [online]. Tersedia. http://www.dorsetforyou.com/media/pdf/p/i/CounsellingGuidelinesforSchools_1.pdf. [14 oktober 2012].

Lunenburg, Fred c. 2010.   school guidance and counseling services (journal). texas. schooling volume. [Online]. Tersedia. http://www.nationalforum.com/Electronic%20Journal%20Volumes/Lunenburg,%20Fred%20C.%20School%20Guidance%20and%20Counseling%20Services%20Schooling%20V1%20N1%202010.pdf. [13 oktober 2012].

Manitoba Education, Citizenship and Youth. 2007. Manitoba sourcebook for school guidance and counseling services: a comprehensive and developmental approach. Manitoba. Manitoba Education, Citizenship and Youth. [Online]. Tersedia. www.edu.gov.mb.ca/k12/docs/.../mb_sourcebook/full_document.pdf. [13 oktober 2012].

Nyaga, Veronica karimi. Effectiveness of guidance and counselling services on university students’ development of academic, social and personal competencies: a comparative study of public and private universities in kenya (a thesis). Chuka. Chuka university college. [online]. Tersedia. http://www.cuc.ac.ke/sites/default/files/downloads/papers/Veronica%20thesis.pdf [14 oktober 2012].

Prayitno. 2009. Wawasan Profesional Konseling. Padang. Universitas Negeri Padang

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Rineka Cipta.

South Carolina Guidance and Counseling Writing Team. 1999. The South Carolina.  Comprehensive Developmental Guidance and Counseling Program Model. South Carolina .South Carolina Department of Education Columbia. [online]. Tersedia. http://www.statelibrary.sc.gov/scedocs/Ed8332/000147.pdf. [14 oktober 2012]


Sunarto dan Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta.

Sunaryo Kartadinata. Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan:Pendekatan Ekologis Sebagai Suatu Alternatif. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. [Online]. Tersedia.file.upi.edu/.../PENDEKATAN_EKOLOGIS.pdf. [14 oktober 2012].


2 komentar:

  1. This way my acquaintance Wesley Virgin's autobiography launches in this SHOCKING and controversial VIDEO.

    You see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he unveiled hidden, "self mind control" secrets that the government and others used to get whatever they want.

    THESE are the exact same tactics lots of celebrities (especially those who "became famous out of nowhere") and top business people used to become wealthy and famous.

    You probably know that you use less than 10% of your brain.

    Mostly, that's because most of your BRAINPOWER is UNTAPPED.

    Perhaps that thought has even taken place IN YOUR very own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain seven years back, while riding an unregistered, beat-up garbage bucket of a vehicle with a suspended license and $3.20 on his banking card.

    "I'm absolutely fed up with living paycheck to paycheck! Why can't I turn myself successful?"

    You took part in those thoughts, ain't it right?

    Your own success story is waiting to start. You need to start believing in YOURSELF.

    CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS

    BalasHapus
  2. As claimed by Stanford Medical, It is in fact the ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh an average of 19 KG lighter than we do.

    (And really, it is not related to genetics or some secret-exercise and absolutely EVERYTHING to do with "HOW" they eat.)

    P.S, I said "HOW", not "what"...

    Click this link to reveal if this brief quiz can help you decipher your real weight loss potential

    BalasHapus