Pages

Minggu, 15 Mei 2011

BAHASA INDONESIA VERSUS BAHASA “ALAY”


BAHASA INDONESIA VERSUS BAHASA “ALAY”
(Refleksi Hari Pendidikan Nasional)



Bahasa memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia. Salah satu aspek penting dari bahasa ialah fungsi bahasa. Secara umum fungsi utama dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dengan adanya bahasa seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain, dengan adanya bahasa seseorang bisa bersosialisasi, bahkan dengan bahasa manusia dapat mengaktualisasikan diri.
Bahasa yang ada di dunia sangat banyak dan memiliki karakterisitk masing-masing. Tidak jarang seseorang mempelajari bahasa daerah lain atau negara lain, yang bertujuan agar dapat memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman sehingga dapat menunjang kesuksesan bahkan keberlangsungan hidup di masa depan.
Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perkembangan Bahasa di Indonesia sudah di mulai sejak zaman dahulu. Di mulai dari penggunaan bahasa yang sederhana, kemudian mengalami perkembangan, hingga bahasa secara jelas diucapkan secara verbal sehingga karakteristiknya menjadi nyata dan jelas. Bahasa Indonesia yang kita gunakan baru diresmikan pada tanggal 28 oktober 1928 yakni ketika sumpah pemuda.
Bahasa Indonesia merupakan perkembangan dari bahasa melayu. Namun pada saat sekarang ini kita tidak dapat mengatakan bahwa bahasa Indonesia sama dengan bahasa melayu, hal ini dikarenakan bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan, hingga mengalami perubahan pada elemen kata, tata penulisan maupun pengucapan.
Era globalisasi seperti saat sekarang ini menuntut orang harus mampu mengusasi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di kalangan generasi muda. Orientasi pendidikan pun ditujukan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, bahasa Indonesia memegang peranan yang penting. Di samping bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berpedoman pada kurikulum pendidikan, mata pelajaran bahasa Indonesia tidak pernah terlepas sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Bahkan pembelajaran bahasa Indonesia bukan hanya di ajarkan di dalam negeri, namun ada beberapa Negara lain yang menyelenggarakan kelas bahasa Indonesia, salah satunya adalah Thailand.
Dengan melihat fenomena di atas, sudah seharusnya  timbul kesadaran diri untuk lebih memperkaya ilmu bahasa. Suatu hal yang miris ketika melihat orang asing dengan semangat dan serius mempelajari bahasa Indonesia, sedangkan rakyat Indonesia secara asal-asalan menggunakan bahasa Indonesia. Setiap kata dalam struktur bahasa Indonesia sudah dibakukan, sehingga untuk tidak merusak bahasa maka gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika kita mengubah bahasa Indonesia sesuka hati maka sama halnya kita meruntuhkan identitas, kesatuan, dan persatuan bangsa.
Keadaan geografis Indonesia yang memiliki ribuan pulau menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang kaya akan bahasa daerah. Bahasa daerah yang sangat beraneka ragam tidak memecah belah negara, namun menjadi suatu nilai lebih yang di miliki oleh Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia di setiap daerah akan memberi petunjuk bahwa wilayah tersebut berada pada Negara kesatuan republik Indonesia.
Berdasarkan keputusan seminar politik bahasa Indonesia dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: Lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya dan bahasa, dan sebagai alat perhubungan antarbudaya dan daerah. Sangat peting bagi kita untuk melakukan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia dapat terpelihara secara baik.
Namun saat sekarang ini, kalangan generasi muda yang diharapkan mampu mengangkat dan terus mengembangkan bahasa Indonesia agar selalu terpelihara dengan baik, malah merusaknya. Seperti yang diungkapkan oleh JSS Badudu dalam kata pengantar bukunya yang berjudul “Inilah bahasa Indonesia yang baik dan benar”, di mana ia mengungkapkan:
“Bahasa yang salah kaprah banyak kita temukan dewasa ini. Semuanya terjadi karena pemakai bahasa yang bersangkutan sebenarnya tidak tahu secara pasti mengapa ia memiliki bentuk itu, atau memilih kata itu, atau menyusun kalimat seperti itu. Mungkin ia meniru penggunaan bahasa orang lain hanya karena ia tertarik akan bentuk itu tanpa menyadari bahwa pilihannya salah. Bahasa yang banyak penyimpangannya dari kaidah yang berlaku, yang tidak bersistem, yang kacau, dan yang tidak efektif bukanlah bahasa yang baik”.
Adapun Kriteria yang dapat dipakai untuk melihat pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi, tata bunyi, bahasa (kata dan kalimat), kosa kata, ejaan dan makna.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan di sekolah dengan intensitas tinggi agaknya tidak cukup efektif untuk menumbuhkan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Penulis melihat penggunaan bahasa di kalangan pemuda sudah tercemar oleh bahasa-bahasa yang mereka anggap “gaul”. Apabila permasalahan ini tidak ditanggapi secara serius maka dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan yang lebih luas bahkan pada puncaknya dapat menghilangkan identitas bangsa.
Penggunaan bahasa yang dianggap gaul seringkali digunakan, baik itu pada komunikasi tatap langsung maupun tidak langsung. Bukti yang paling jelas adalah penggunaan bahasa “alay” di dalam penulisan pesan singkat. Bahasa atau tulisan alay merupakan tulisan yang mengkombinasikan kata-kata dengan angka, merubah bentuk kata, dan menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menyampaikan pesan. Seperti penggunaan angka “4” untuk menggantikan huruf “A”. Penggunaan huruf “5” untuk menyebut “S”, dan lain-lain.
Gejala-gejala ini sudah menyebar secara cepat pada kalangan generasi muda Indonesia. Pelajar dari tingkat dasar hingga tinggi sudah mulai terserang “virus” ini. Mahasiswa yang diharapkan secara lebih sadar dan dewasa memelihara bahasa Indonesia, juga ikut-ikutan menggunakan bahasa ini saat berkomunikasi. Pelajaran bahasa Indonesia sejak tingkatan dasar hingga tinggi terasa sia-sia dan kalah bersaing dengan bahasa alay.
Selain di pesan singkat, yang mengkhawatirkan lagi adalah penggunaan bahasa alay dalam penulisan-penulisan karya ilmiah ataupun pada situasi formal oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Mungkinkah suatu saat penggunaan bahasa alay dilegalkan dalam situasi formal?
Hal ini harus mendapatkan perhatian serius. Langkah preventif bagi mereka yang masih sadar perlu dilakukan, dan langkah kuratif bagi mereka yang sudah turut menggunakan bahasa alay juga perlu dilakukan. Lagi-lagi semua pihak di tuntut untuk mampu menjadi “laskar” dalam memerangi permasalahan-permasalahan ini. Apabila hal ini terus dibiarkan maka bisa jadi di masa yang akan datang, bahasa Indonesia bukan lagi sebagai bahasa nasional.
Menurut Ajip rosidi dalam bukunya yang berjudul “Bahasa Indonesia bahasa kita, akankah diganti dengan bahasa inggris?”, agaknya cukup menarik ketika kita membaca tulisan pada halaman 59 yang disebutkan:
“Pada satu segi kesemerawutan berbahasa dalam masyakakat itu disebabkan karena pembelajaran bahasa indonesia di sekolah-sekolah dan luarnya tidak cukup baik. Pada segi yang lain didorong oleh dibiarkan leluasanya penggunaan bahasa gaul dan bahasa seenaknya disiarkan melalui televisi yang sekarang telah masuk ke pelosok-pelosok yang paling terpencil sekalipun.”
Yang menyedihkan memanglah ketika keadaan seperti itu dibiarkan saja. Tak terdengar ada usaha untuk membendung atau memperbaikinya. Lembaga pemerintah yang paling berwenang dalam bidang bahasa juga kurang melakukan pemeliharaan bahasa Indonesia. Stasiun televisi berebut untuk menggunakaan bahasa gaul dan menamakan acara tertentu dengan bahasa-bahasa seperti itu.
Secara teori mungkin banyak cara untuk menanggulangi hal itu, dari perbaikan kurikulum untuk pelajaran bahasa, memperbanyak intensitas pembelajaran bahasa Indonesia pada masing-masing jenjang pendidikan juga, membuat kebijakan penayangan siaran televisi dengan tetap menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Namun semua suara kita tidak akan mudah terealisasi apabila seseorang yang menjadi publik figur juga memberikan contoh kurang baik dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bertepatan dengan hari pendidikan nasional marilah kita bersama-sama merenung dan mencari jalan keluar atas permasalahan ini. Masih sangat minim orang-orang berbicara mengenai fenomena ini. Sangat diharapkan kesadaran semua kalangan untuk memperbaiki kualitas bahasa Indonesia. Bagi pemerintah juga diharapkan mampu memperbaiki kurikulum pendidikan, terutama yang berkaitan dengan pelajaran bahasa Indonesia. Tidak hanya baik secara kuantitas namun kualitas tetap harus di utamakan.




IDENTITAS PENULIS

Eko sujadi merupakan mahasiswa bimbingan dan konseling UIN Suska semester VI, penulis berdomisili di pekanbaru dan putra daerah kabupaten Bintan Kepulauan riau. Penulis merupakan Pecinta sastra.

No hp  : 085272222331
e-mail : ecko_keyenz_uin@yahoo.com



2 komentar: