Pages

Minggu, 27 Februari 2011

LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan pada saat sekarang berkembang dengan pesatnya. Karena dari itu, lembaga pendidikan pun sudah mulai berkembang dan membentuk lembaga-lembaga baru.
Lembaga pendidikan pada umumnya yang kita kenal adalah Departemen pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Pendidikan adalah jalan satu-satunya untuk meningkatkan ilmu di segala bidang. Karena kita akan dapt memerangi kebodohan, kemiskinan, dan penyakit. Dan tentunya kita akan berhasil membentuk angkatan atau generasi baru yang baik dan cerdas serta cakap.
Hanya saja, banyak orang yang tidak tahu dimana dan apa saja bagian dari lembaga pendidikan khususnya dalam pendidikan Islam. Karena banyaknya lembaga pendidikan umum yang mencampur adukkan pendidikan anak-anak. Maka islam menyusun sendiri lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas di sini adalah:
1.      Pengertian dan Bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan Islam
2.      Prinsip-prinsip Lembaga Pendidikan Islam
3.      Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Islam
4.      Wujud Lembaga Pendidikan Islam

C.     Landasan Masalah
Makalah ini didasarkan dari buku-buku yang mempelajari tentang Ilmu Pendidikan Islam dan khususnya mengenai Kelembagaan dalam Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga institusi atau pranata. Maksud lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.[1]
Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu :
  1. Asosiasi, misalnya universitas atau persatuan
  2. Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah
  3. Pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu.
Dalam Islam, ada dua bagian lembaga yang telah ada dalam diri manusia, yakni :
  1. Lembaga tidak dapat berubah, diantaranya :
a.       Rukun Iman, yaitu lembaga kepercayaan manusia kepada Tuhan, malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan takdir.
b.      Ikrar keyakinan (bacaan syahadatain), yaitu lembaga yang merupakan pernyataan atas kepercayaan manusia.
c.       Thaharah, yaitu lembaga penyucian manusia dari segala kotoran, baik lahir maupun bathin.
d.      Shalat, yaitu lembaga pembentukan pribadi-pribadi, yang dapat membantu dalam menemukan pola tingkah laku untuk membangun atas dasar kesejahteraan umat dan mencegah perbuatan fakhsya’ wal mungkar.
e.       Zakat, yaitu lembaga pengembangan ekonomi umat, serta lembaga untuk menghilangkan stratifikasi status ekonomi masyarakat yang tidak seimbang.
f.       Puasa, yaitu lembaga untuk mendidik jiwa, dengan mengendalikan nafsu dan kecenderungan-kecenderungan fisik dan psikologis.
g.      Haji, yaitu lembaga pemersatu dalam komunikasi umat secara keseluruhan.
h.      Ihsan, yaitu lembaga yang melengkapi dan meningkatkan serta menyempurnakan amal ibadah manusia.
i.        Ikhlas, yaitu lembaga pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai suatu kondisi kenikmatan dalam beribadah dan beramal.
j.        Taqwa, yaitu lembaga yang menghubungkan antara manusia dan Allah Swt. sebagai suatu cara untuk membedakan tingkat dan derajat manusia.
  1. Lembaga yang dapat berubah, diantaranya :
a.       Ijtihad, yaitu lembaga berfikir sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam merumuskan suatu keputusan masalah.
b.      Fikih, yaitu lembaga hukum islam yang diupayakan oleh manusia melalui lembaga ijtihad.
c.       Akhlak, yaitu lembaga nilai-nilai tingkah laku yang dibuat acuan oleh sekelompok masyarakat dalam pergaulan.
d.      Lembaga Ekonomi, yaitu lembaga yang mengatur hubungan ekonomi masyarakat dengan mencakup segala aspeknya.
e.       Lembaga pergaulan sosial
f.       Lembaga politik
g.      Lembaga seni
h.      Lembaga negara
i.        Lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi
j.        Lembaga pendidikan

Lemabaga yang dapat berubah merupakan pengejawantahan dari lembaga yang tidak dapat berubah. Lembaga yang dapat berubah ini sering disebut dengan institusi atau yang memelurkan institusional, yaitu proses pelembagaan suatu nilai atau norma masyarakat Islam untuk menjadi bagian dari suatu lembaga masyarakat yang diakui serta memiliki kekuatan hukum sendiri.
Maka lembaga pendidikan islam adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah.

B.     Prinsip-prinsip Lembaga Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip dalam pembentukan lembaga islam yakni :
1.      Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesehatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka. Firman Allah Swt. Q.S. At-tahrim : 6
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Artinya : “Wahai orang-orang Yang beriman! peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari neraka Yang bahan-bahan bakarannya: manusia dan batu (berhala); neraka itu dijaga dan dikawal oleh malaikat-malaikat Yang keras kasar (layanannya); mereka tidak menderhaka kepada Allah Dalam Segala Yang diperintahkanNya kepada mereka, dan mereka pula tetap melakukan Segala Yang diperintahkan.”
2.      Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sebagai realisasi cita-cita orang beriman dan bertaqwa yang senantiasa memanjatkan do’anya sehari-hari. Firman Allah Swt. Q.S. Al-Baqarah : 201
Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)tƒ !$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇËÉÊÈ  
Artinya : “dan di antara mereka pula ada Yang (berdoa dengan) berkata: "Wahai Tuhan kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah Kami dari azab neraka".”
Dan Firman Allah Swt. Q.S. Al-qashash : 77
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ   
Artinya : "Dan tuntutlah Dengan harta kekayaan Yang telah dikurniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah Engkau melupakan bahagianmu (keperluan dan bekalanmu) dari dunia; dan berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (dengan pemberian nikmatNya Yang melimpah-limpah); dan janganlah Engkau melakukan kerosakan di muka bumi; Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang Yang berbuat kerosakan ".
3.      Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada khalik-Nya. Firman Allah Swt. Q.S. Al-Mujadilah : 11
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Artinya : “Wahai orang-orang Yang beriman! apabila diminta kepada kamu memberi lapang dari tempat duduk kamu (untuk orang lain) maka lapangkanlah seboleh-bolehnya supaya Allah melapangkan (segala halnya) untuk kamu. dan apabila diminta kamu bangun maka bangunlah, supaya Allah meninggikan darjat orang-orang Yang beriman di antara kamu, dan orang-orang Yang diberi ilmu pengetahuan ugama (dari kalangan kamu) - beberapa darjat. dan (ingatlah), Allah Maha mendalam pengetahuannya tentang apa Yang kamu lakukan.”
4.      Prinsip amar ma’ruf dan nahi munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan. Firman Allah Swt. Q.S. Ali-Imran : 104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Artinya : “dan hendaklah ada di antara kamu satu puak Yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh berbuat Segala perkara Yang baik, serta melarang daripada Segala Yang salah (buruk dan keji). dan mereka Yang bersifat demikian ialah orang-orang Yang berjaya.”
Firman Allah Swt. Q.S. Ali-Imran : 110
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
Artinya : “kamu (Wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat Yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh berbuat Segala perkara Yang baik dan melarang daripada Segala perkara Yang salah (buruk dan keji), serta kamu pula beriman kepada Allah (dengan sebenar-benar iman). dan kalaulah ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana Yang semestinya), tentulah (iman) itu menjadi baik bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada Yang beriman dan kebanyakan mereka: orang-orang Yang fasik.”
5.      Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat mengfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.

C.    Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Islam
Menurut seorang ahli filsafat, yang bernama Langeveld yang menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan adalah :
  1. Lembaga keluarga yang mempunyai wewenang bersifat kodrati
  2. Lembaga negara yang mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang
  3. Lembaga gereja yang mempunyai wewenang berasal dari amanat Tuhan
Menurut Ki hajar Dewantara, penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan Tricentra yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu ialah :
  1. Alam keluarga yang membentuk lembaga pendidikan keluarga.
  2. Alam perguruan yang membentuk lembaga pendidikan sekolah.
  3. Alam pemuda yang membentuk lembaga pendidikan masyarakat.
Sedangkan menurut Sidi Gazalba, yang berkewajiban menyelenggarakan lembaga pendidikan adalah :
  1. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
  2. Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
  3. Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tersier yang merupakan pendidikan yang terakhir tapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.[2]
Diantara ketiga lembaga ini, lembaga keluargalah yang dominan mempengaruhi anak. Adapun cara-cara praktis yang patut digunakan untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak-anak adalah :[3]
  1. Memberi tauladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu.
  2. Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melakukannya.
  3. menyiapkan suasana agama dan spritual yang sesuai di rumah dimana mereka berada.
  4. membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhluk untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagunganNya.
  5. menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama, dan lain-lain.

D.    Wujud Lembaga Pendidikan Islam
Wujud lembaga pendidikan islam itu banyak sekali, seperti : [4]
1.      Masjid (surau, langgar, mushalah, dan meunasah)
Secara harfiyah, masjid adalah tempat untuk bersujud. Sedangkan secara terminologi, masjid sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas.[5]
Untuk tingkat pemula, pendidikan Islam lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan lembaga dan ditumbuhkannya.
Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Karena akan terlihat hidupnya dengan sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala Bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangkan stratifikasi status sosial ekonomi dalam pendidikan. Dalam bukunya Al Madkhal jilid I halaman 85, Al-‘abdi menulis :
“Tempat yang terbaik untuk belajar ialah mesjid, karena dengan duduk belajar di mesjid itu akan kelihatanlah hidupnya sunnah, bid’ah-bid’ah dapat dimatikan, huku-hukum Tuhan dapat diungkapkan. Hal ini hanya bisa tercapai di dalam mesjid, karena mesjid merupakan tempat pertemuan umum dari semua lapisan, tingkat tinggi, tingkat rendah, para sarjana dan para buta huruf”.[6]
Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :[7]
a.       Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah Swt
b.      Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga negara.
c.       Memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, perenungan, optimisme, dan mengadakan penelitian.
2.      Madrasah dan pondok pesantren (kuttab)
Kuttab dengan karakteristik khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistim halaqah (sistem wetonan).
Di Indonesia, istilah Kuttab lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren, yaitu suatu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana mesjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung dengan adanya pemondokkan atau asrama sebagai tempat tinggal santri. Dengan demikian, ciri-ciri pondok pesantren adalah : adanya kiai, santri, masjid dan pondok.
3.      Pengajian dan penerangan islam (majlis taklim)
4.      Kursus-kursus keislaman
5.      Badan-badan pembinaan rohani
6.      badan-badan konsultasi keagamaan
7.      Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ).

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengkombinasikan antara pendidikan yang diberikan keluarga dengan lembaga pendidikan lainya yang merupakan tempat peralihan dari pendidikan keluarga.[8] Dalam penanaman pandangan hidup beragama, fase kanak-kanak merupakan fase yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama.
Lalu fase ketika ia bersekolah dan menemukan pendidikan baru yang identik dengan ilmu pengetahuan serta fase yang berkenaan dengan masyarakat yang berada di sekitarnya.
Ketiga lembaga ini sangat mempengaruhi faktor pendidikan anak demi bimbingan ke arah lembaga yang berbasis pendidikan Islam.

B. Saran
Setelah melalui studi pustaka, banyak penafsiran-penafsiran serta pendapat yang berbeda dan itu semua tidak lepas dari sifat fitrah dari penulis sebagai manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Jadi maklumlah kiranya, jika terdapat berbagai pendapat yang penulis simpulkan. Oleh semua itu, jika sampai terdapat beberapa perbedaan pendapat, tentunya bisa di pelajari. Maka, besar harapan kami adanya respon dari pembaca terhadap makalah ini. Selanjutnya kami ingin berterima kasih kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah sederhana ini. Syukron. . .

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana.
Hasan Langgulung, 1995, Manusia dan pendidikan, Jakarta : PT. Al-Husna.
M. Athiyah al-abrasyi, 1987, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang.








[1] Abdul Mujib, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, h. 221.
[2] Abdul Mujib, h. 224-225.
[3] Hasan Langgulung, 1995, Manusia dan pendidikan, Jakarta : PT. Al-Husna, h. 372.
[4] Abdul Mujib, dikutip dari Ali Hamdani, Filsafat pendidikan, h. 225.
[5] Ibid., h. 231.
[6] M. Athiyah al-abrasyi, 1987, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bulan Bintang, h. 59.
[7] Abdul Mujib, Op Cit., h. 232.
[8] Abdul Mujib, Op Cit., h. 227.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar