Pages

Minggu, 27 Februari 2011

GESTALT DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi Gestalt yang dikemukakan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalannya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Terapi Gestalt pada apa dan bagaimana tingkah laku dan pengalaman disini dan sekarang dengan memadukan bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui.
Asumsi dasar Terapi Gestalt adalah bahwa individu mampu menangani sendiri masalah-masalah hidup secara efektif. Tugas utama terapis adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. Oleh karena itu, Terapi Gestalt pada dasarnya non interpretatif dan sedapat mungkin klien menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka membuat penafsiran-penafsirannya sendiri, menciptakan pernyataan-pernyataannya sendiri, dan menemukan makna-maknanya sendiri. Akhirnya klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan disini dan sekarang terhadap urusan yang tidak selesai dimasa lampau.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas di sini adalah :
1. Biografi Frederich Soloman Perls
2. Konsep-konsep Utama Terapi Gestalt
3. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
4. Tujuan Konseling
5. Deskripsi Fase-fase Konseling
6. Teknik Konseling
7. Teori Gestalt dalam Perspektif Islam


C. Landasan Masalah
Makalah ini didasarkan dari buku-buku yang mempelajari tentang Bimbingan dan Konseling Islam dan khususnya mengenai Terapi Gestalt.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Frederich Soloman Perls ( 1893-1970 )
Frederich Soloman Perls dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1893 di kampung (ghetto) orang Yahudi di Berlin, sebagai anak ketiga dari keluarga Nathan Perls, Ibunya bernama Amelia Rund. Perls meninggal di Amerika pada tanggal 14 Maret 1970.
Setelah menyelesaikan studinya sebagai doktor pada tahun 1926 di Berlin, Perls pindah ke Frankfurt dan pada mulanya menjadi asisten dari Kurt Goldstein di Institute For Brain Damage Soldiers. Di Frankfurt Ia bertemu dengan Laura Pasner, seorang DSc Psikologi lulusan Universitas Frankfurt pada tahun 1932, yang kemudian menjadi istrinya. Setelah mengalami kehidupan keras di Eropa dan menghindar dari kancah pergolakan politik pada sekitar tahun 30-an, Ia kemudian pindah ke Amerika Selatan, tinggal di Johanesburg dan bertindak sebagai Psikoanalisis, bahkan kemudian Ia mendirikan South African Institute For Psychoanalysis. Ia tinggal selama 12 tahun di Johanesburg dan pada tahun 1946, Ia berimigrasi ke Amerika, tinggal di New York. Di situlah kemudian lahir Terapi Gestalt, baik melalui buku yang di tulis bersama rekan-rekannya maupun melalui pembentukan New York Institute For Gestalt Therapy pada tahun 1951 suatu institute yang kemudian berkembang dimana-mana.

B. Konsep-konsep Utama Terapi Gestalt
1. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Terapi di arahkan bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya sendiri.
Perls memandang manusia dalam keterlibatannya untuk mencapai keseimbangan, bilamana kehidupannya terganggu oleh kebutuhan dunia, gangguan ini akan menimbulkan ketegangan dan diperlukan keseimbangan untuk mengurangi dan menghilangkan ketegangan tersebut. Dalam keadaan sehat seseorang akan mampu menerima dan bereaksi terhadap keadaan dunia. Tetapi kalau keadaannya menjadi tidak seimbang, maka akan timbul ketakutan dan menghindar untuk mengetahui / menyadari. Jadi aktivitas yang menandai ciri-ciri seimbang dan sehat tidak ada maka perlu penyadaran ulang agar keseimbangan tercapai. Untuk itu diperlukan teknik agar seseorang membukakan diri secara langsung terhadap pengalaman yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan tindakan sekarang ini.
Pandangan teori dan terapi Gestalt terhadap manusia, sama halnya dengan pandangan eksistensialistik-humanistik, ialah positif bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu dan manusia adalah makhluk yang mampu mengurus diri sendiri. Manusia dilihat sebagai keseluruhan.
Di dalam rangka terapi Gestalt, pandangan terhadap manusia, menurut Passans (1975) adalah sebagai berikut :
a. Manusia adalah keseluruhan dari komposisi bagian-bagian yang saling berhubungan.
b. Manusia adalah bagian dari lingkungannya sendiri.
c. Manusia memilih bagaimana ia memberi respons terhadap rangsangan, dalam hal ini manusia adalah aktor.
d. Manusia memiliki kemampuan untuk menyadari sepenuhnya terhadap semua penginderaan, pikiran, emosi, dan pengamatan.
e. Manusia mampu melakukan pilihan karena adanya kemampuan menyadari ini.
f. Manusia tidak bisa mengalami dirinya sendiri, terhadap hal yang sudah lampau atau hal yang akan datang, ia hanya dapat mengalami dirinya sendiri sekarang.
g. Manusia menjadi baik / buruk bukan dari dasarnya.

2. Saat Sekarang
Bagi Perls, tidak ada yang ada kecuali sekarang, karena masa lampau telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya pada disini dan sekarang ( Here and Now).
Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian (Now and Then). Kecemasan timbul karena individu menyimpang dari saat sekarang (now) dan disibukkan oleh pemikiran-pemikiran tentang masa datang. Kesibukan ini menimbulkan gambaran tingkat ketakutan atas berbagai hal buruk yang akan terjadi. Kesadaran bahwa kecemasan hanya merupakan suatu ketidak senangan dan bukan suatu kencana, merupakan awal dari penyadaran akan dirinya. Penyadaran adalah suatu bentuk pengalaman, penyadaran yang berlangsung terus-menerus dan tidak terputus akan mencapai pemahaman.
Ada beberapa ciri-ciri penyadaran, yakni :
a. Penyadaran akan efektif jika didasarkan pada dan didorong untuk kebutuhan sekarang yang dominan pada seseorang.
b. Penyadaran tidak lengkap tanpa mengetahui langsung keadaan sebenarnya .
c. Penyadaran selalu berada disini dan sekarang serta selalu berubah. Kejadian yang telah lewat sekarang muncul sebagai ingatan, yang akan datang tidak ada kecuali sekarang sebagai khayalan / harapan. Jadi penyadaran di artikan sebagai pemahaman terhadap apa yang dilakukan sekarang, pada situasi yang ada sekarang.
3. Urusan Yang Tidak Selesai
Dalam pendekatan Gestalt terhadap konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan yang tidak terungkap seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa di abaikan. Meskipun tidak bisa di ungkapkan, perasaa-perasaan itu di asosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkap itu.

C. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah karena terjadi pertentangan top dog dan keberadaan under dog. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan membela diri, tidak berdaya, lemah, ingin dimaklumi. Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus dan apa-apa yang diinginkan.
Ciri-ciri tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
1. Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis.
2. Ketidak mampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.
3. Melarikan diri dari kenyataan.
4. Menolak hubungan dengan lingkungan.
5. Memelihara unfished bussiness.

D. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan / orang lain menjadi percaya diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagian dari potensinya yang dimiliki, melalui konselor, membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain dan mengatur diri sendiri.
4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfished bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

E. Deskripsi Fase-Fase Konseling
1. Fase Pertama
Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.

2. Fase Kedua
Konselor berusaha menyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
a. Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidak senangannya / ketidak puasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga semakin tinggi pula keinginannyauntuk bekerja sama dengan konselor.
b. Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.

3. Fase Ketiga
Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi disini dan saat ini.

4. Fase Keempat
Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Dalam situasi ini klien sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk melepaskan diri dari konselor, dan siap untuk mengembangkan potensi dirinya.


F. Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
1. Prinsip kerja teknik konseling Gestalt
a. Penekanan tanggung jawab klien
Konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b. Orientasi sekarang dan disini
Dalam proses konseling, konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi menfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang.
c. Orientasi eksperiensial
Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya.

2. Teknik-Teknik konseling Gestalt
a. Permainan dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecendrungan yang saling bertentangan, yaitu kecendrungan top dog dan kecendrungan under dog.
Contohnya :
- kecendrungan orang tua lawan kecendrungan anak
- kecendrungan anak baik lawan kecendrungan anak bodoh
- kecendrungan kuat lawan kecendrungan lemah
Melalui dialog ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi dimana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik ‘kursi kosong’.
b. Latihan Saya bertanggung jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya daripada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat :”....dan Saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Contohnya :
- Saya malas, dan Saya bertanggung jawab atas kemalasan itu.
- Saya merasa sedih, dan Saya merasa bertanggung jawab atas kesedihan itu.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaran klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
c. Bermain proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya, mengingkari perasaan-perasaannya sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Dalam teknik bermain proyeksi ini, konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
d. Teknik pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering mempresentasikan pembalikan dan dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
e. Tetap dengan perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang. Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya menghadapi dan mengalami perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

G. Teori Gestalt dalam Perspektif Islam
Ada beberapa hal keterkaitan antara teori Gestalt dengan Islam, yaitu sebagai berikut :
1. Penekanan akan betapa pentingnya hubungan diri seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
H. R. Muslim :
ﮐﻞﺇﻨﺴﺎﻦﺘﻠﺪﮦﺃﻣﮫﻋﻠﻲﺍﻟﻔﻄﺮﺓﻓﺎﺑﻮﺍﮦﺑﻌﺪﻴﻬﻮﺪﺍﻧﮫﻮﻳﻧﺻﺮﻧﮫﻮﻳﻤﺠﺴﺎﻧﮫﻔﺈﻥﻜﺎﻧﺎﻣﺴﻟﻣﻴﻦﻔﻤﺴﻠﻤﺍ
Artinya : “Setiap orang dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah, setelah ayah-ibunya lah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi. Maka jika kedua orang tuanya itu muslim, maka anak itu akan menjadi seorang muslim”.
2. Menjadi lebih sadar atas apa yang di indrakan dan dirasakan oleh klien.



Q. S. An-Nahl : 78
    •            
Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberikan pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar kamu bersyukur”.
3. Mengembangkan keterampilan dan nilai-nilai yang dapat memenuhi kebutuhan klien tanpa mengganggu hak-hak orang lain.
Q. S. Al-Qashash : 77
                         •     
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah di anugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dan kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”.
4. Bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan termasuk setiap konsekuensinya.
Q. S. Az-Zalzalah : 7-8
             
Artinya : “Barang siapa berbuat kebaikan sebesar benda kecilpun maka dia akan melihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat kebusukan sebesar benda terkecil pun, maka dia akan melihat balasannya”.
5. Peran sentral dari hubungan yang tulus dan dialog dalam proses konseling.
Q. S. Ali-Imran : 159
                              •    
Artinya : “Maka berkat rahmat Allah, Kau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah mencintai orang yang bertawakkal”.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi Gestalt adalah suatu terapi eksistensial yang menekankan kesadaran disini dan sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimananya tingkah laku dan pada peran urusan yang tak selesai dari masa lampau yang menghambat kemampuan individu untuk bisa berfungsi secara afektif. Konsep-konsep utamanya mencakup penerimaan tanggung jawab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman langsung merupakan kebalikan dari membicarakan pengalaman-pengalaman secara abstrak, penghindaran diri, urusan yang tidak selesai, dan penembusan jalan buntu.
Sasaran terapeutik utamanya adalah menantang klien untuk beralih dari dukungan lingkungan kepada dukungan diri. Perluasan kesadaran, yang dipandang kuratif dan pada dirinya, adalah suatu tujuan dasar. Dengan kesadaran, klien mampu mendamaikan polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi yang ada dalam dirinya dan karena bergerak menuju reintegrasi segenap aspek dari dirinya.
Dalam pendekatan ini, terapis membantu klien agar mengalami lebih penuh segenap perasaannya, dan ini memungkinkan klien mampu membuat penafsiran-penafsiran sendiri. Terapis menghindari pembuatan penafsiran-penafsiran, dan lebih memusatkan perhatian pada bagaimana klien bertindak. Klien mengenali urusannya yang tak selesai dan menembus kendala-kendala yang menghambat pertumbuhan dirinya. Klien melakukan hal itu dengan mengalami kembali situasi-situasi masa lampau seakan-akan berlangsung sekarang. Terapis memiliki banyak teknik yang bisa digunakannya, yang kesemuanya mempunyai satu kesamaan dirancang untuk mengintensifkan tindakan mengalami langsung dan untuk mengintegrasikan perasaan-perasaan yang berlawanan.




B. Saran
Setelah melalui studi pustaka dan diskusi kelompok selesailah makalah ini. Sepenuhnya kami sadar akan banyaknya kekurangan di beberapa titik. Banyak penafsiran-penafsiran serta pendapat yang berbeda dan itu semua tidak lepas dari sifat fitrah dari penulis sebagai manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Jadi maklumlah kiranya, jika terdapat berbagai pendapat yang penulis simpulkan. Oleh semua itu, jika sampai terdapat beberapa perbedaan pendapat, tentunya bisa di pelajari. Maka, besar harapan kami adanya respon dari pembaca terhadap makalah ini.
Lepas dari itu semua kami berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi siapapun pembacanya. Selanjutnya kami ingin berterima kasih kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah sederhana ini. Syukron. . . . . . .
















DAFTAR PUSTAKA


Corey, Gerald, 2003, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung, Refika Aditama.

Faqih, Aunur Rahim, 2001, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Jogjakarta, UII Press.

Gunarsa, Singgih D, 2003, Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, Gunung Mulia.

Rauf, Yunan, 2008, Teori dan Pendekatan dalam Konseling, Pekanbaru.

Surya, Muhammad, 2003, Teori-teori Konseling, Bandung, Pustaka Bani Quraisy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar