Pages

Senin, 25 Februari 2013

Ontologi, epistemologi dan aksiologi Bidang Bimbingan Beragama dalam Bimbingan dan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN

Secara kodrati, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang memiliki keeksistensiannya dan hidup secara bersama-sama. Manusia juga dilahirkan sebagai makhluk monopluralis yang berunsurkan jasad dan ruh dengan disertai akal dan hati nurani dan hawa nafsu. Kesemuanya itu  menuntut adanya tanggung jawab yang harus dipikulnya.  Oleh karena itu, dengan bimbingan dan konseling dimaksudkan agar manusia mampu memahami potensi-potensi insaniahnya, dimensi-dimensi kemanusiaanya, termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan mencari alternati pemecahannya. Dengan pemahaman ajaran-ajaran Islam, secara preventif dapat mencegah manusia dari berbagai bentuk perbuatan negatif yang dapat merugikanya dirinya maupun orang lain. Allah berfirman dalam Al-Quran: Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.[ QS. Al-Ankabut:45. Dan  Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,  Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).[An-Naziat (79): 40-41]. Apabila hal tersebut terjadi maka kebahagiaan yang hakiki yang akan diperoleh.
Di era globalisasi ini, ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia sehingga melahirkan sikap individualistik dan sifat-sifat negatif semacamnya. Sikap dan perilaku yang demikian telah menyimpang dari perkembangan fitrah manusia yang telah Allah berikan. Bahkan hal tersebut dapat menjauhkan hubungan manusia sebagai hamba kepada Tuhannya meskipun hubungan sesama manusia tetap berjalan dengan baik. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan kekurang perhatian pendidikan dan bimbingan yang diberikan sebelumnya terhadap hal tersebut.
Oleh sebab itu diperlukan bidang pengembangan kehidupan beragama bagi setiap manusia. Makalah ini akan membahas bidang pengembangan kehidupan beragama jika ditinjau dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Ontologi Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Ontologi membahas hakikat yang ada. Berikut akan dijelaskan mengenai hakikat dan aspek-aspek bidang keberagamaan.
1.      Hakikat Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Setiap manusia tidak akan dapat terlepas dari agama, walaupun kenyataannya masih ada orang-orang yang mengaku tidak memiliki agama. Nilai-nilai yang diajarkan dalam agama merupakan kebenaran mutlak yang langsung datang dari Tuhan dan harus diyakini dan dijalankan oleh setiap manusia. Ini yang harus dilakukan oleh konselor yakni untuk menyadarkan manusia bahwa ia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki potensi-potensi keagamaan, maupun memiliki tanggung jawab keagamaan. Dengan demikian perlu adanya bidang bimbingan beragama dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Untuk lebih memahami definisi dan hakikat bimbingan kehidupan Bergama maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang bimbingan dan konseling secara umum.
Menurut Prayitno (2004: 99), Bimbingan merupakan proses pemberian yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik anak-anak, remaja, maupundewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinyanya sendiri dengan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikebangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut Tohirin (2008:20), makna bimbingan bisa diketahui berdasarkan akronim kata bimbingan berikut:
B   Bantuan
I     Individu
M   Mandiri
B   Bahan
I     Interaksi
N   Nasihat
G   Gagasan
A   Asuhan
N   Norma
Berdasarkan penjelasan di atas, sangat jelas bahwa bimbingan tidak hanya mencakup satu atau beberapa aspek saja. Bimbingan bukan terkhusus untuk bidang perkerjaan. Bimbingan bukan terkhusus pada bidang kesehatan, pertanian, dan lain sebagainya. Bimbingan diberikan mencakup keseluruhan aspek kehidupan, di mana agar individu mampu mengembangkan kemampuannya dalam mencapai hal yang diinginkan salah satunya adalah kehidupan beragama.
Pengertian konseling secara jelas dapat dipahami dari penjelasan Sofyan S Willis, (2009:18), konseling adalah upayan bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatif dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut dapat mengembangkan potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Bimbingan dan Konseling merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Tohirin (2008:26) Bimbingan dan Konseling merupakan suatu proses bantuan atau pertolongan yang diberikan pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli  memiliki kemampuan atau kecakapann melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya.
Salah satu bidang bimbingan dalam Bimbingan dan konseling adalah bidang kehidupan beragama. Bimbingan pengembangan kehidupan beagama adalah bantuan yang diberikan pembimbing kepada terbimbing agar mereka mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan beragama (Tohirin, 2008:139). Melalui layanan bimbingan dan konseling, para siswa dibantu mencarikan alternatif bagi pemecahan masalah yang berkenaan dengan pengembangan kehidupan beragama.
2.      Aspek-aspek Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Di sekolah beberapa aspek pengembangan kehidupan beragama yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling adalah suasana lembaga dan objek keagamaan seperti upacara ritual keagamaan, sarana ibadah, situs dan peninggalan keagamaan. Lebih jauh dari pada itu sebenarnya aspek bimbingan kehidupan beragama yakni menyangkut pembentukan nilai-nilai agama pada masing-masing individu.
Selain itu bidang bimbingan beragama dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin memposisikan konseli pada posisi yang sebenarnya, yaitu manusia sebagai makhluk (ciptaan Tuhan) yang memiliki amanah sekaligus diberi kemuliaan-kemuliaan sebagai makhluk ciptaan Allah yang sempurna.
Jika dikaitkan dengan konseling, menurut Sofyan S Willis (2009:38), mengemukakan bahwa hubungan konseling selama ini hanya mencakup aspek-aspek psikologi, filosofis, dan keterampilan tekniks. Bidang agama khususnya Islam jarang masuk ke dalamnya. Mungkin kebanyakan konselor belum terbekali dengan materi agama, atau mungkin pula kebingungan bagaimana penerapan agama dalam konseling.
Agama amat menyentuh Iman, taqwa dan akhlak. Jika Iman kuat maka ibadah akan lancar termasuk berbuat baik dengan sesama manusia, karena telah terbentuk akhlak yang mulia. Dengan kata lain kuatnya iman, lancarnya ibadah, serta baiknya akhlak, akan memudahkan seorang individu untuk mengendalikan dirinya dan untuk selalu beramal terhadap masyarakat serta alam sekitar.
B.     Epistemologi Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Epistemologi menyangkut bagaiamana cara memperoleh ilmu pengetahuan dan objeknya.
1.      Cara memperoleh Ilmu Pengetahuan yang menjadi landasan pelaksanaan Pengembangan Kehidupan Beragama
Pengetahuan-pengetahuan agama yang akan dijadikan landasan bagi konselor untuk melaksanakan bidang bimbingan beragama, diperoleh dengan memanfaatkan beberapa sarana dan cara, di antaranya:
a)      Akal
Tuhan telah membekali setiap manusia dengan akal. Akal digunakan setiap manusia untuk berpikir tentang kebesaraNYA. Namun tidak jarang manusia dengan akal sering berpikir di luar batas. Dengan akal juga terkadang manusia tidak dapat menerima kehadiran agama itu sendiri. Oleh sebab itu banyak lah kita lihat orang-orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan. Baginya urusan yang ada adalah segala sesuatu yang tampak dan nyata.
b)      Empirisme
Bukti-bukti empirisme juga merupakan sumber ilmu pengetahuan. Namun hati-hati dalam menggunakan cara ini. Dengan ketidak hati-hatian maka manusia dapat terjebak dalam ketidakpercayaan akan adanya Tuhan. Contohnya saja ada orang yang ingin membuktikan di mana keberadaan Tuhan. Contoh lain orang ingin membuktikan Surga dan Neraka. Mereka akan percaya jika memang benar-benar ada secara nyata (tampak dengan indera).
Seorang pendeta yakni Weinata Sairin mengatakan “Sapiens nihil affirmat quod non probat.  “Seorang bijak tidak akan membenarkan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan”. Jika kita tidak memahami dengan benar-benar pernyataan tersebut maka bisa jadi kita akan menjadi seseorang yang tidak akan percaya dengan keberadaan Tuhan, sebab segala sesuatu harus dibuktikan secara empiris. Prof. Prayitno merespon pernyataan pendeta Weinata Sairi sebagai berikut:
“Kalimat ini senada dengan yang dikatakan Stephen Hawking, pakar fisika Internasional yang menegaskan bahwa Tuhan tidak berperanan dalam dinamika kehidupan/peredaran alam semesta. Katanya: “sesuatu adalah benar, kalau bisa dibuktikan kebenarannya”. Menurutnya, rujukan kebenaran adalah rumus-rumus/hukum-hukum alam. Pendapat ini berbahaya dan harus ditolak”
Jika keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan secara empiris (dengan inderawi), maka penerapan tuntutan agama merupakan hal yang dapat kita ukur. Contohnya kita melakukan pengkajian tentang “pengaruh kematangan beragama terhadap pengambilan keputusan”. Yang kita teliti merupakan hal-hal-hal yang terukur yakni diperoleh dari indikator-indikator kematangan beragama. Ini merupakan cara kita memperoleh pengetahuan agama dan dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling.
c)      Intuisi
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak bisa diandalkan. Berhubungan dengan intuisi, dalam Islam disebut dengan Ma’rifah, yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Tafsir (dalam Amsal Bakhtiar, 2008:109), bahwa perbedaan intuisi barat dan Ma’rifah dalam Islam adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran konsisten, sedangkan ma’rifah diperoleh melalui perenungan dan penyinaran dari Tuhan.


d)     Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia melalui perantara para nabi (Amsal Bakhtiar, 2008:109). Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.
Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para Nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia-manusia lainnya. Akal meyakini bahwa kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena hal itu memang berada di luar kemampuan manusia. Menurut Mustafa (dalam Amsal Bakhtiar, 2008:110), bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi.
Wahyu Allah berisi tentang pengetahuan baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belajang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.
Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya, yaitu di mulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran factual.
Dari penjelasan singkat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun cara manusia memperolah pengetahuan agama, tidak boleh melenceng dari hakikat agama itu sendiri. Jangan dikarenakan akal dan indera kita menjadi orang-orang tidak beragama. Cara yang bisa dilakukan yakni kita jangan hanya menggunakan satu sumber dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Letak kebeneran hakiki yakni pada Wahyu Allah SWT, sedangkan yang lain merupakan cara untuk menafsirkan maksud-maksud dari wahyu tersebut dan harus digunakan secara hati-hati. Hal-hal yang dipelajari konselor dan benar dapat dijadikan pedoman bagi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Manusia merupakan makhluk Tuhan sehingga sudah sewajarnya kita memfokuskan kegiatan demi membentuk pribadi-pribadi yang kokoh dan kuat Iman.
2.      Cara Melaksanakan Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Menyangkut cara pelaksanaannya khsusunya di sekolah, bidang bimbingan keberagamaan dapat diterapkan melalui layanan-layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling berkenaan dengan bidang bimbingan beragama adalah. Pertama, layanan Informasi. Layanan informasi bidang pengembangan beragama mencakup: Informasi tentang suasana kehidupan beragama, upacara-upacara ritual keagamaan, tempat-tempat ibadah seperti Masjid, gereja, Vihara, dan sebagainya, serta hari-hari besar keagamaan.
Layanan Orientasi. Layanan orientasi untuk bidang pengembangan kehidupan beragama mencakup: Suasana keagamaan, lembaga dan objek keagamaan, upacara ritual keagamaan, sarana ibadah keagamaan, situs agama tertentu, peninggalan-peninggalan keagamaan teretntu, dan lain sebagainya.
Layanan penguasaan konten dapat diterapkan kepada individu yang ingin menguasai keterampilan-keterampilan tertentu. Penempatan penyaluran, contohnya menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kajian agama. Serta dalam layanan-layanan lainnya, seperti konseling perorangan, Bimbingan kelompok, Konseling kelompok, mediasi, konsultasi hingga advokasi.


3.      Objek Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Objek pelaksanaan bidang bimbingan  beragama adalah semua individu. Kita yakini bahwa manusia adalah makhluk Tuhan, sehingga dalam pelaksanaannya menekankan pada ketinggian derajat dan keindahan bentuk manusia itu serta peranaannya sebagai khalifah di Bumi. Manusia tidak dapat terlepas dari kekhilafan, termasuk dalam beragama. Mungkin ada individu yang tidak mau beribadah ke tempat ibadah, mungkin juga ada individu yang tidak mengetahui acara-acara besar agama. Ini yang harus diperbaiki konselor, yakni dengan menerapkan jenis layanan dalam bidang keberagamaan.
4.      Aksiologi Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama
Aksiologi menyangkut nilai kegunaan. Apabila mengamati secara dalam tentang arti bimbingan kita dapat mempersiapkan sedini mungkin masa depan klien, sesuai dengan arah tujuan yang hendak dicapai. Pelaksanaan bidang  keberagamaan berjalan dengan sukses apabila memahami bahwa individu mempunyai suatu kepribadian yang sangat berbeda. Hal tersebut terbentuk dari pengaruh baik dari dalam yang berupa bakat bawaan maupun pengaruh dari lingkungan masyarakat.
Keadaan yang senantiasa berubah pada individu itulah yang perlu mendapat perhatian bimbingan, sehingga dapat terarahkan untuk menentukan pilihan pilihan hidupnya. Demikian ini merupakan suatu gambaran sekilas tentang kondisi individu yang perlu diperhatikan sebelum kita memberikan bimbingan.
Berdasarkan pengertian bimbingan dan tutunan yang hendak dicapai dalam mengarahkan dan membimbing, maka bidang keberagamaan akan mengarahkan individu kepada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan masa sekarang, masa mendatang dengan cara tanggung jawab, sehingga diharapkan dapat menerapkan kedalam situasi kehidupan yang sesuai dengan lingkungan yang ada. 
Menurut Tohirin (2008: 139), bimbingan keberagamaan dilakukan (di sekolah dan madrasah) agar siswa memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang agama. Dengan perkataan lain dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan beragama yang dihadapi baik individu dalam lingkungan sekolah maupun di keluarga dan masyarakat.
Kami menyimpulkan bimbingan kehidupan beragama memiliki kegunaan untuk membentuk pribadi-pribadi yang kokoh, keimanan yang mantap, yakni mau menjalankan apa yang telah diperintahkan Allah SWT kepada setiap manusia. Untuk itu konselor perlu meyakini setiap individu yang dilayani bahwa pada hakikatnya manusia merupakan makluh Tuhan dan semua perilaku yang kita lakukan harus sesuai dengan yang diperintahkan-Nya.











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ditinjau dari segi ontologi, hakikat bidang pengembangan kehidupan beragama adalah bantuan yang diberikan pembimbing kepada terbimbing agar mereka mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan beragama. Di sekolah beberapa aspek pengembangan kehidupan beragama yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling adalah suasana lembaga dan objek keagamaan seperti upacara ritual keagamaan, saarana ibadah, situs dan peninggalan keagamaan.
Ditinjau dari segi epistemologi. Adapun cara atau sarana yang bisa digunakan konselor dalam memperoleh pengetahuan agama sebagai landasan pelaksanaan bidang pengembangan kehidupan beragama yakni akal, empirisme, intuisi dan wahyu. Objek pelaksanaan bidang bimbingan  beragama adalah semua individu.
Ditinjau dari aksiologi, bimbingan kehidupan beragama memiliki kegunaan untuk membentuk pribadi-pribadi yang kokoh, keimanan yang mantap, yakni mau menjalankan apa yang telah diperintahkan Allah SWT kepada setiap manusia.
B.     Saran
Bidang pengembangan kehidupan beragama merupakan bidang yang penting dan perlu dilaksakanan baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Oleh sebab itu bagi konselor diharapkan untuk terus meningkatkan kompetensi dan wawasan menyangkut tentang hakikat bidang pengembangan kehidupan beragama, hingga cara melaksanakannya.
KEPUSTAKAAN

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad Tafsir. 2004. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya
Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sofyan S Willis. 2009. Konseling Individual: Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta.


1 komentar:

  1. nice artikelnya gan, sangat bnagus.
    jangan lupa kunjungi kembali website kami ya gan ^^

    BalasHapus