Saya pernah menonton sebuah film India yang
menceritakan bagaimana perjuangan seorang guru dalam membimbing seorang siswa disleksia.
Ketika itu ia diasingkan oleh orang tuanya sendiri. Orang tuanya tidak mengerti
apa yang terjadi pada anak tersebut sehingga anak tersebut dipindahkan ke
sekolah asrama dengan tujuan agar anak tersebut menjadi disiplin dan pandai.
Namun tidak ada perubahan pada diri anak. Ia masih mengalami kesulitan dalam
membaca dan menulis sehingga seringkali ia mendapatkan hukuman dan mendapatkan
nilai yang kurang baik. Namun seorang guru kesenian yang merupakan mantan guru
sekolah luar biasa memahami apa yang dialami siswa tersebut sehingga ia meminta
izin khusus kepada Kepala Sekolah untuk membimbing secara intensif siswa
tersebut untuk membaca dan menulis. Tidak hanya sampai di situ, guru tersebut
juga berusaha menggali dan mengembangkan bakat yang dimiliki oleh anak tersebut
yakni melukis. Berkat bimbingan yang diberikan secara khusus kepada siswa
tersebut akhirnya siswa tersebut mengalami perkembangan yang signifikan, ia akhirnya
mampu membaca, menulis, ia juga mampu mengembangkan bakatnya, dan memiliki
prestasi yang baik, sehingga orang-orang yang awalnya terkesan mengasingkan
dirinya menjadi bangga terhadap dirinya, termasuk orang tuanya.
Itu merupakan sebuah resensi film yang pesan-pesannya
harus dicontoh oleh setiap pendidik. Mari kita bentuk paradigma pada diri
masing-masing bahwa setiap anak harus tetap diperhatikan, dibina, dan dididik
sebagaimana mestinya agar mereka mencapai perkembangan yang optimal. Yakini
juga setiap manusia memilki potensi dasar yang harus dikembangkan, tugas
pendidik adalah bagaiamana ia mampu membantu siswa untuk menemukan bakatnya dan
mampu mengembangkan dengan baik. Saya pernah mendengar sebuah pernyataan yang
sungguh membuat hati saya miris, ”kalau
anak tidak bisa dibina maka dibinasakan saja”. Apa yang anda pikirkan
ketika anda membaca pernyataan itu?. Jika anda orang yang mengetahui bagaimana
hakikat pendidikan pasti anda sangat tidak setuju bahkan menentang, namun
itulah sebagian kecil yang terjadi di negeri kita. Rasa putus asa, sikap
ketidakpedulian yang ditunjukan oleh pendidik ketika menghadapi siswa-siswa
yang membutuhkan bimbingan khusus pada akhirnya akan membinasakan siswa itu
sendiri.
Pendidik seharusnya memahami psikologi belajar.
Pendidik harus mengetahui bentuk-bentuk perilaku yang siswa perlihatkan dalam
proses pembelajaran. Mungkin ada siswa yang cepat dalam belajar, ada siswa yang
mengalami lambat belajar (slow learner),
ada siswa yang kesulitan dalam membaca, kesulitan dalam membentuk persepsi, kesulitan
dalam pembelajaran matematika, maupun siswa-siswa yang selalu menampilkan
kebiasaan-kebiasaan buruk. Itu semua harus dengan segera ditangani agar siswa
tersebut semakin tidak terkucilkan dalam proses pembelajaran dan
kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan siswa dapat dihilangkan.
Kenyataannya mungkin masih terjadi di dunia
pendidikan bahwa pendidik memang benar-benar mengasingkan siswa yang mengalami
permasalahan seperti itu. Yang selalu mendapatkan perhatian, pujian, dan
bimbingan intensif merupakan siswa-siswa yang dianggap tidak bermasalah. Terlihat
seperti pilih kasih bukan?. Pendidik tidak mau ambil pusing untuk mengurusi
permasalahan seperti itu. Pendidik beranggapan bahwa apa yang menjadi tanggung
jawabnya adalah mengajarkan materi. Jika anda merupakan kalangan yang setuju
bahwa pendidikan adalah “transfer of
knowledge” , mungkin sudah cukup ketika guru tersebut hanya menyampaikan
materi. Namun sampai kapan pun pendidikan tidak terbatas pada “transfer of knowledge”. Gunakanlah konsep “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.
Di
depan kita memberi contoh, ditengah
membangun prakasa dan bekerjasama, di
belakang memberi daya-semangat dan dorongan. Jika prinsip itu kita terapkan maka kemampuan
kognitif, kemampuan afeksi (sikap) dan psikomotor siswa siswa akan berkembang.
Namun kenyataannya pendidikan kita hanya berfokus pada pengembangan aspek
kognitif saja. Contoh jelasnya ketika nilai mata pelajaran masih dijadikan
sebagai parameter pengajaran dengan mengecilkan peran sikap/watak,budi pekerti
dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidik juga harus mengetahui bahwa setiap individu
memiliki perbedaan. Kembar sekalipun, pasti ia memiliki perbedaan. Baik dalam
sikap, bakat, perilaku, watak, maupun aspek biologis manusia. Oleh setiap itu
pendidik tidak bisa melakukan generalisasi pada setiap anak. Ketika ada anak
yang kesulitan dalam pembelajaran matematika, bukan berarti ia bodoh, pasti ada
kelebihan-kelebihan pada bidang lain. Ketika ada siswa yang mengalami
kelambatan dalam membaca, jangan dimarahi, jangan selalu disama-samakan dengan
murid-murid lain yang dianggap pintar, apalagi mengunakan hukuman yang keras
dan tidak mendidik. Mengeneralisasikan semua siswa merupakan tindakan yang akan
mensengsarakan siswa itu sendiri. Masing-masing orang memiliki bakat
masing-masing. Ada yang berbakat dalam melukis, berbakat dalam bernyanyi, berbakat
dalam olahraga, ataupun berbakat akademis. Pahami semua siswa dengan cirri
khasnya masing-masing.
Yang harus diupayakan guru adalah memiliki sikap
peka. Dari sekian banyak siswa dalam lokal perhatikan dan amati siswa tersebut.
Amati bagaimana perilakunya dan perkembangannya dalam pembelajaran. Begitu juga
di luar sekolah, amati bagaimana perilaku-perilaku tersebut, kumpulkan bukti
dan data kemudian lakukan diagnosa kepada siswa-siswa yang dianggap bermasalah.
Baik siswa tersebut memang mengalami gangguan dalam pembelajaran ataupun
memiliki perilaku-perilaku yang menyimpang pasti dapat kita atasi dengan
catatan memang benar-benar kita mengetahui jenis permasalahannya. Siswa-siswa
yang memiliki gangguan dalam pembelajaran seperti disleksia, slow learner, kesulitan belajar
matematika, kesulitan membentuk persepsi, dan sebagainya, jika kita telusuri
pasti ada faktor penyebabnya sehingga dapat diperoleh bagaimana penanganannya.
Begitu juga ketika ada siswa yang mempunyai kebiasaan buruk seperti agresif, pemarah,
mudah tersinggung, ingin menguasai murid lain, curang, menipu, mencuri,
berdusta, iri hati, sukar bergaul, selalu berusaha menarik perhatian, hingga
murid yang kurang memiliki tata karma, pasti ada yang melatarbelakangi. Ini
yang seharusnya ditemukan oleh pendidik, kemudian berikan intervensi yang
tepat. Semua upaya yang dilakukan pendidik ditujukan agar siswa mampu
berkembang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional dapat tercapai
jika dalam pendidikan masih terjadi diskriminasi dan sikap ketidakpedulian
pendidik kepada siswa. Sebelum mendidik, seorang pendidik harus mengetahui dan
bertanya pada diri sendiri, “sudahkah saya memiliki ilmu mendidik”?. Jika belum
maka dikhawatirkan selama ini yang terjadi adalah Pendidikan Tanpa Ilmu
Pendidikan (PENTIP). Ini yang menyebabkan sulitnya bahkan kegagalan dalam
pencapaian tujuan nasional. Pendidik memainkan peranan penting dalam pencapaian
tujuan pendidikan. Ketika ada siswa yang bermasalah, berarti patut
dipertanyakan bagaimana proses pendidikannya. Mungkin dapat juga dikatakan itu
merupakan salah satu bentuk “kegagalan dalam mendidik”. Ketika memang benar
demikian langkah yang dilakukan bukan menyingkirkan atau mengasingkan siswa
tersebut, tidak dengan memarahi, memberikan hukuman yang keras dan tidak
mendidik, bahkan hingga mengeluarkan siswa tersebut dari sekolah. Yang harus
dilakukan adalah teruslah mendidik agar segala macam bentuk perilaku ataupun
hambatan-hambatan yang dialami siswa dapat terselesaikan. Menurut Prof. Dr. Prayitno, M.Sc, Ed., seorang
guru besar Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang mengatakan bahwa
salah satu ciri sekolah yang unggul yakni tidak mengeluarkan siswa. Sekolah
yang mengeluarkan siswa untuk permasalahan-permasalahan yang sebenarnya masih
bisa dibina, secara tidak langsung melepaskan tanggung jawab akan pendidikan
pada masing-masing individu. Terkadang
saya juga berpikir apakah siswa menjadi baik ketika ia dikeluarkan dari
sekolah. Dengan adanya pendidikan yang tersistem saja ia masih berperilaku
menyalahi norma, apalagi tanpa pendidikan yang bersistem.
Selain itu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
salah satu yang harus dibentuk pada diri pendidik adalah kesadaran dan kepekaan
akan keberhasilan. Bentuk suatu mind
concept bahwa mendidik bukan hanya berorientasi materi, namun sangat jauh
dari pada itu bagaimana kita bisa membentuk suatu pola karakter, sifat, dan
kepribadian pada diri siswa yang cenderung menetap, dengan menyeimbangkannya
dengan kemampuan kognisi dan psikomotor siswa dengan memperhatikan perbedaan
siswa.
If you're looking to burn fat then you absolutely have to start using this brand new personalized keto plan.
BalasHapusTo design this keto diet service, licensed nutritionists, fitness trainers, and chefs have joined together to develop keto meal plans that are efficient, suitable, price-efficient, and fun.
Since their first launch in early 2019, hundreds of clients have already completely transformed their figure and health with the benefits a professional keto plan can provide.
Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-tested ones provided by the keto plan.