PERSPEKTIF PERAN KONSELOR SEKOLAH TENTANG PELAKSANAAN
POINT
PELANGGARAN BAGI
PENINGKATAN DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH
Oleh
Amirah Diniaty*)
A.
PENDAHULUAN
Manusia
sebagai khalifah dimuka bumi ini, diciptakan Allah dengan berbagai potensi,
terutama akal pikirannya. Manusia memiliki empat dimensi yang semuanya harus
seimbang sehingga ia bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Dimensi tersebut
meliputi dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan serta
keberagamaan. Masing-masing dimensi
harus tumbuh dan berkembang pada diri manusia dalam kuantitas dan kualitas yang
seimbang.
Menyoroti
dimensi kesusilaan dari manusia, bicara tentang tata tertib, norma, aturan,nilai,
kebiasaan,moral,adat yang berlaku dan harus dipatuhi oleh manusia agar hidupnya
teratur, selamat, dan bahagia berdampingan dengan manusia lainnya . Dimensi ini
menunjukkan tingginya harkat martabat manusia dari makhluk ciptaan Allah yang
lain seperti binatang. Kucing misalnya, bisa hidup sesuka hati tanpa terikat
dengan aturan dan nilai-nilai, sehingga kucing dapat mengambil makanan yang
bukan haknya tanpa izin. Terjadilah peristiwa kucing dipukuli, dan tidak jelas
bentuk kesenangan, dan keteranturan hidup kucing.
Begitu
pentingnya masalah aturan, nilai, moral, tata tertib, dan pendisiplinan bagi
kehidupan manusia dalam rangka menjadikan harkat, martabat dan hidupnya
sejahtera. Upaya untuk itu menjadi tugas dunia pendidikan dan pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran
disiplin bagi individu. Kenyataannya masalah disiplin justru seperti momok yang
menakutkan bagi penyelenggara pendidikan dan peserta didik. Hasil polling
Gallup (dalam Geoff Colvin, 2008) yang diambil dari anggota masyarakat dan para
pendidik selama beberapa tahun lalu (di daerah Amerika) telah memeringkatkan
tata tertib sekolah dan perilaku siswa dalam peringkat tiga tertinggi dari
masalah utama yang dihadapi sekolah.
Proses
pembelajaran yang terjadi dan diikuti oleh seorang siswa di sekolah tidak akan pernah
lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib, dan setiap siswa dituntut untuk
dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib tersebut. Kepatuhan dan
ketaatan siswa terhadap aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah disebut disiplin siswa.
Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya
mengatur perilaku siswa disebut disiplin
sekolah.
Disiplin
sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak
menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma,
peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) (dalam
http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/04/04)
bahwa disiplin sekolah “refers
to students complying with a code of behavior often known as the school rules”.
Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school
rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing),
ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja.
Lebih lanjut Wikipedia (1993)
(dalam http://akhmadsudrajat.wordpress .com/2008/04/04 menjelaskan bahwa tujuan
disiplin sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang
nyaman terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu
menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi
dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif
untuk mencapai prestasi belajar siswa. Berkenaan dengan tujuan disiplin
sekolah,
Maman Rachman (1999)
mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi
terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang
baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh
sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
bermanfaat baginya serta lingkungannya. Sementara itu, dengan mengutip
pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure
the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to
learning” (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04).
Jadi sebenarnya pendisiplinan siswa melalui peraturan dan tata tertib
sekolah merupakan hal yang bermakna positif bagi pengembangan diri dan
moralitas siswa.
Walaupun
ada konsensus umum dalam hal masalah yang dihadapi sekolah-sekolah sehubungan
dengan penegakan disiplin sekolah, terdapat perbedaan dan perdebatan pada cara
penanganan masalah-masalah ini. Pokok
dari permasalahan ini adalah peran dan nilai hukuman dalam mengubah perilaku. Pengertian
disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi)
sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam
bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical
maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana
diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School”(1999)
(dalam http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/04/04).
Upaya
menegakkan disiplin disekolah bisa dengan berbagai cara, misalnya ditingkat
sekolah menengah, diberlakukan penghitungan point pelanggaran/kesalahan yang
dilakukan siswa berdasarkan aturan yang telah ditetapkan masing-masing sekolah.
Jumlah point kesalahan yang dihitung kemudian ditindaklanjuti dalam berbagai
tingkatan; mulai dari peringatan I wali kelas, peringatan II wali kelas dengan
BP/BK, panggilan I orang tua/ wali oleh wali kelas/BP, panggilan II orang
tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui oleh BP, panggilan II orang
tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui oleh kepala sekolah, sampai
pada tingkat yang paling tinggi dengan bobot /jumlah point kesalahan paling
besar dikembalikan kepada orang tua/wali (Buku Saku Siswa SMPN 10 Pekanbaru;
2005).
BP
atau istilah yang telah diakui oleh UU No.20 tahun 2003, konselor di sekolah
ternyata dilibatkan dalam penyelenggaraan point pelanggaran. Hal ini perlu
dikritisi karena banyak aspek terkait dengan profesionalitas dan kinerja
konselor di sekolah. Oleh sebab itu penghitungan point pelanggaran dan bentuk
tindaklanjutnya, menarik untuk dibahas lebih lanjut. Apa sesungguh poin
kesalahan , dan bagaimana teknis pelaksanaannyanya serta perspektif konseling
bagaimana? Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini. Sehingga
diharapkan masalah pendisiplinan siswa dan peran konselor disekolah dapat
dibicarakan dalam forum ilmiah seperti seminar. Harapannya adalah ada kesamaan
persepsi konselor sekolah tentang hal ini, sehingga dapat diambil kesimpulan
dan langkah-langkah untuk menyikapi penerapan poin pelanggaran dalam mendisiplinkan
siswa di sekolah.
B. ARTI
PENTING PENDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH
1. Pengertian Disiplin
Disiplin
mempunyai makna yang luas dan berbeda – beda, oleh karena itu disiplin
mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian tentang disiplin telah banyak didefinisikan
dalam berbagai versi oleh para ahli. Ahli yang satu mempunyai batasan lain
apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. Herlin Febriana Dwi Prasti (2005) menguraikan pendapat Andi Rasdiyanah (1995 : 28) tentang
pengertian disiplin yaitu kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu
system yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau
peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah kepatuhan mentaati
peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Depdiknas (1992 : 3)
disiplin adalah : “ Tingkat konsistensi dan konsekuen seseorang terhadap suatu
komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan
dicapai waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan”.
Seirama dengan pendapat
tersebut diatas, Hurlock (1999 : 82) mengemukakan pendapatnya tentang disiplin
tersebut :“ Disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral
yang disetujui kelompok”. Dari berbagai macam pendapat tentang definisi
disiplin diatas, dapat diketahui bahwa disiplin merupakan suatu sikap moral
siswa yang terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban berdasarkan acuan
nilai moral. Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan
keteraturan terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara
terarah dan teratur. Dengan demikian siswa yang berdisiplin akan lebih mampu
mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar.
Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur.
2. Unsur-unsur disiplin
Unsur- unsur dalam disiplin
dijelaskan Hurlock (1999: 84) yaitu terdiri dari empat unsur; peraturan,
hukuman, penghargaan dan konsistensi.
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku.
Pola itu dapat ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman bermain.
Tujuanperaturan adalah untuk menjadikan anak lebih bermoral dengan membekali pedoman
perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Setiap individu memiliki
tingkat pemahaman yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh tingkat perkembangan
individu yang berbeda meskipun usianya sama. Oleh karena itu dalam memberikan
peraturan harus melihat usia individu dan tingkat pemahaman masing – masing
individu.
b. Hukuman
Hukuman berasal dari kata kerja latin, “punier”. Hurlock
(1999: 86) menyatakan bahwa hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang
karena suatu kesalahan , perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau
pembalasan.
c. Penghargaan
Penghargaan merupakan setiap bentuk penghargaan untuk
suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak harus berbentuk materi tetapi dapat berupa
kata – kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Banyak orang yang merasa
bahwa penghargaan itu tidak perlu dilakukan karena bisa melemahkan anak untuk
melakukan apa yang dilakukan. Sikap guru yang memandang enteng terhadap hal ini
menyebabkan anak merasa kurang termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu guru
harus sadar tentang betapa pentingnya memberikan penghargaan atau ganjaran
kepada anak khususnya jika mereka berhasil.
Bentuk penghargaan harus disesuaikan dengan perkembangan
anak. Bentuk penghargaan yang efektif adalah penerimaan sosial dengan diberi pujian.
Namun dalam penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana dan mempunyai nilai
edukatif, sedangkan hadiah dapat diberikan sebagai penghargaan untuk perilaku
yang baik dan dapat menambah rasa harga diri anak.
d. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas.
Konsistensi tidak sama dengan ketetapan dan tiada perubahan. Dengan demikian konsistensi
merupakan suatu kecenderungan menuju kesamaan. Disiplin yang konstan akan
mengakibatkan tiadanya perubahan untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang
berubah. Mempunyai nilai mendidik yang besar yaitu peraturan yang konsisten
bisa memacu proses belajar anak. Dengan adanya konsitensi anak akan terlatih
dan terbiasa dengan segala yang tetap sehingga mereka akan termotivasi untuk
melakukan hal yang benar dan menghindari hal yang salah.
3. Tujuan Pendisiplinan Siswa di
Sekolah
Tujuan
pendisiplinan siswa menurut Wendy Schwartz (2001) (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04). Yaitu
“the goals of
discipline, once the need for it is determined, should be to help students
accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior
change is necessary, and commit themselves to change”. Hal senada
dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk
menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman terutama di kelas. Di
dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik maka
siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan
suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.
Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action
to enforce organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan
disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan
siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal
itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan
yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi
peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan
memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan siswa
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan yaitu:
· Diri sendiri
· Keluarga
· Pergaulan di Lingkungan
· Keluarga
· Pergaulan di Lingkungan
Brown dan Brown (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04)
mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai
berikut :
a.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
b.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah;
kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat
menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
c.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa ,
siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
d.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum,
kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu
dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam
proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada
umumnya.
C. PELAKSANAAN
PENGHITUNGAN POINT PELANGGARAN/ KESALAHAN BAGI PENINGKATAN KEDISIPLINAN SISWA
DI SEKOLAH
Masalah
indisiplin dan peningkatan disiplin siswa disikapi oleh lembaga pendidikan
dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dipilih sekolah adalah diterapkannya
penghitungan poin pelanggaran/kesalahan dilakukan siswa terhadap tata tertib yang
berlaku. Salah satu bentuk penerapan poin pelanggaran di sebuah sekolah di
daerah Propinsi Pekanbaru penulis paparkan sebagai berikut:
DAFTAR
KREDIT POINT PELANGGARAN TATA TERTIB SISWA
No
|
JENIS PELANGGARAN
|
POINT
|
KETERANGAN/SANKSI
|
1.
|
Salah satu atribut tidak
lengkap
|
1
|
1
atribut
|
2.
|
Berada
dalam kelas waktu jam istirahat
|
1
|
Disuruh
keluar
|
3.
|
Minta
izin pada waktu jam pelajaran lebih dari 1 kali (ecuali buang air
kecil/besar)
|
1
|
Ditegur
|
4.
|
Kaus
kaki pendek/dilipat
|
1
|
Disita
|
5.
|
Baju
dikeluarkan pada jam sekolah
|
1
|
Dimasukkan
langsung
|
6.
|
Duduk di
atas kendaraan roda 2 dan 4 sedang parkir di sekolah
|
1
|
Ditegur
|
7.
|
Membuang
sampah sembarangan
|
2
|
Disuruh
pungut
|
8.
|
Berkuku
panjang/diwarnai
|
2
|
Dipotong
|
9.
|
Menggulung/melipat
baju/lengan baju
|
2
|
Dilepaskan
|
10.
|
Terlambat
lebih dari 10 menit
|
2
|
Cuci
piring, gelas, pungut sampah
|
11.
|
Duduk
tidak sesuai dengan denah yang diatur
|
2
|
Dipindahkan
|
12
|
Cabut
saat jam pelajaran
|
2
|
1 kali
cabut, pembinaan
|
13
|
Celana dibawah
lutut (laki-laki)
|
2
|
Ditegur
|
14
|
Memakai
cincin/kalung bagi (laki-laki)
|
2
|
Disita
|
15
|
Rambut
panjang (putri) lewat bahu tidak diikat dua/kepang pita hitam
|
2
|
Ditegur
|
16
|
Tidak
mengikuti giliran sholat berjamaah
|
5
|
Ditegur
|
17
|
Surat
izin lebih dari dua kali tidak hadir
|
3
|
Ditegur
|
18
|
Tidur,
bermain-main/mengganggu pada jam pelajaran
|
3
|
Ditegur/peringatan
guru tersebut
|
19
|
Keluar
dari pekarangan sekolah tanpa izin guru piket
|
3
|
Menyapu
halaman sekolah
|
20
|
Berambut
panjang lebihdari 321, 320, 210 (semi militer)
|
3
|
Dipangkas
|
21
|
Hari
jumat tidak memakai jilbab
|
3
|
Ditegur
|
22
|
Berambut
botak/plotos
|
3
|
Ditegur
|
23
|
Tidak
membawa buku catatan/pelajaran pada jam belajar
|
3
|
Mata
pelajaran yang bersangkutan
|
24
|
Tidak
melaksanakan piket kelas/harian
|
3
|
Menyapu
trotoar/tangga
|
25
|
Masuk
/belaja dikantin/tempat jualanmakanan
|
3
|
Memungut
sampah
|
26
|
Memakai
rok sempit/ketat/pendek (putih)
|
4
|
Ditegur/peringatan
|
27
|
Memakai
celana sempit/ketat dan dilipat dibawahnya
|
4
|
Ditegur/peringatan
|
28
|
Berambut
jabrik, berkumis, berjenggot
|
4
|
Dipotong
|
29
|
Tidak
memakai seragam sekolah, (baju/celana/rok sepatu, kaus kaki ikat pinggang)
|
4
|
Sepatu
disita, pungut sampah, cuci piring/gelas, menyapu
|
30
|
Absen
|
4
|
Denda2
buku satu kali absen
|
31
|
Membawa
kendaraan bermotor sendiri
|
5
|
Diingatkan
|
32
|
Membaw
perhiatasan(emas, intan, permata)
|
5
|
Diingatkan
|
33
|
Tidak
membuat PR atau tugas-tugas dari guru
|
5
|
Membuang
sampah/menyapu
|
34
|
Tidak
ikut upacara bendera/SKJ dan peringatan hari-hari besar tanpa surat
keterangan
|
5
|
Membuang
sampah/menyapu
|
35
|
Bergurau
mengganggu teman sehingga mengakibatkan teman terluka/lecet/bengkak
terkilir/tergores dan sebagainya/minum pada jam pelajaran
|
5
|
Diingatkan
|
36
|
Memakai
gelang/kalung kaki
|
5
|
Disita
|
37
|
Rambut disemir, dicat dan
sejenisnya
|
7
|
Dibersihkan
|
38
|
Bertato
|
7
|
Dihapus
|
39
|
Surat izin
bertanda tangan palsu
|
7
|
Disesuaikan
dengan
|
40
|
Mencoret-coret
buku milik sekolah
|
10
|
Ditegur/peringatan
|
41
|
Melaksanakan
ultah dan melempar telur mentah di sekolah
|
10
|
Ditegur
|
42
|
Membawa,
menghidupkan HP di sekolah
|
10
|
Ditahan
guru
|
43
|
Absen 2
hari berturut-turut
|
10
|
Denda 1
buah sapu
|
44
|
Mencabut/merusak
mobiler, dinding pagar bangunan sekolah
|
10
|
Peringatan
I
|
45
|
Merokok
dengan memakai seragam di luar sekolah
|
10
|
Peringatan
I
|
46
|
Membawa,
membaca novel/roman sejenisnya pada jam belajar
|
10
|
Peringatan
I
|
47
|
Melompat
pagar/jendela sekolah
|
20
|
Peringatan
II
|
48
|
Menindik
telinga/memakai subang bagi anak laki-laki
|
20
|
Peringatan
II
|
49
|
Berpacaran
disekolah
|
20
|
Peringatan
II
|
50
|
Membawa
rokok disekolah
|
20
|
Peringatan
II
|
51
|
Merusak
kendaraan/milik guru karyawan dan siswa lain
|
25
|
Peringatan
II
|
52
|
Meloncat
pagar sekolah
|
30
|
Panggilan
BK
|
53
|
Merokok
disekolah/dilingkungan sekolah
|
30
|
Peringatan
II
|
54
|
Tidak
mengindahkan panggilan guru
|
30
|
Pangilan
BK
|
55
|
Berkelahi
sesama siswa/orang lain pada jam belajar
|
40
|
Panggilan
BK
|
56
|
Mogok
belajar, adu domba atau provokasi jam belajar
|
40
|
Panggilan
I
|
57
|
Berlaku
tidak sopan, berkata kotor, mengejek guru, karyawan
|
50
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
58
|
Membawa,
melihat, membaca, menyimpan menyebarkan buku porno/VCD porno (BF)
|
50
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
59
|
Membawa
senjata api/senjata tajam
|
50
|
Disita
|
60
|
Terlibat
penempelan selebaran gelap yag dilarang hukum
|
50
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
61
|
Berjudi
di sekolah
|
70
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
62
|
Minum-minuman
keras di sekolah
|
70
|
Panggilan
II
|
63
|
Terlibat
tawuran, pengeroyokan, pengrusakan
|
100
|
Dikeluarkan
|
64
|
Terlibat
pemerkosaan
|
100
|
Dikeluarkan
|
65
|
Terlibat
pemerasan, pencurian, perampokan, pencopetan, pejambretan, penodongan
|
100
|
Dikeluarkan
|
66
|
Memalsukan
dokumen sekolah, cap sekolah stempel
|
100
|
Dikeluarkan
|
67
|
Terlibat
perbuatan asusila atau berzina
|
100
|
Dikeluarkan
|
68
|
Mengedar,
membawa, mengkonsumsi narkoba
|
100
|
Dikeluarkan
|
69
|
Memukul/menganiaya
guru/karyawan
|
100
|
Dikeluarkan
|
Teknis
pelaksanaannya adalah:
1.
Jumlah point pelanggaran siswa dilaporkan oleh wali
setiap awal bulan kebagian kesiswaan/BP.
2.
Point diberikan oleh kepsek/BP/wali kelas/guru/guru piket
sesuai dengan point tersebut
3.
Point dicatat dibuku piket
4.
Jumlah point 10 :
Peringatan I wali kelas
5.
Jumlah poin 20 :
Peringatan II wali kelas bersama BP
6.
Jumlah point 25-40 :
Panggilan I orang tua/wali kelas/BP
7.
Jumlah point 50 :
Panggilan II orang tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui BP
8.
Jumlah point 75 :
Panggilan II orang tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui oleh
kepala sekolah
9.
Jumlah point 100 :
Dikembalikan kepada orang tua/wali
Versi lain
penerapan point pelanggaran dalam Blog resmi SMKN 1 Subang dijelaskan; untuk mengembangkan
tingkat disiplin siswa SMK Negeri 1 Subang, agar menjadi siswa yang selalu
membudayakan 5 S (Senyum, salam, sapa, sopan dan santun), terus
meningkatkan rasa memiliki yang tinggi terhadap kebersihan, keindahan,
kenyamanan, kerindangan, kekeluargaan, keamanan dan ketertiban di lingkungan
sekolah, terus meningkatkan kompetensi dalam bidangnya masing-masing dengan
meningkatkan disiplin yang tinggi dalam kehadiran, semangat dalam KBM, serius
dalam bekerja dan bertanggung jawab terhadap hasil, terus meningkatkan
penampilan siswa yang sopan, rapi dan berbudaya Islam yang benar,dan
meningkatkan prestasi dalam segala hal, maka seluruh siswa SMK Negeri 1 Subang
melalui Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) telah membuat draft tata tertib
siswa yang disodorkan kepada sekolah.
Draft tata
tertib siswa tersebut berbentuk point bagi siswa yang melanggar maupun yang
berprestasi dengan berbagai jenis pelanggaran yang mungkin terjadi. Batas
maksimal siswa mendapatkan point adalah 100. jika siswa mendapatkan jumlah
point dari berbagai pelanggaran sampai total 100, maka siswa tersebut akan
dikembalikan kepada orang tuanya. Sebaliknya jika siswa yang mendapatkan
kumpulan point dari prestasi yang diraihnya, baik tingkat sekolah, kecamatan,
kabupaten, provinsi maupun nasional akan diberikan penghargaan yang setara dari
sekolah.
Draft tata
tertib tersebut telah mengalami penggodokan terus menerus yaitu :
1.
Ditinjau dan direvisi dari bidang perencanaan diklat yang membawahi langsung
bidang kesiswaan.
2. Ditinjau, dan direvisi
oleh level manajemen mutu dan
3. Ditinjau, disosialisasikan
dan direvisi dalam rapat dinas guru serta staff TU pada tanggal 3 Desember
2008.
Setelah
diyakini bahwa tata tertib tersebut sudah hampir sempurna dan mampu
mengakomodir seluruh permasalahan yang ada, maka tata tertib tersebut serta
teknis pelaksanaannya akan di berlakukan secara serentak setelah sosialisasi ke
siswa dan orang tua selesai. Adapun prosedur pelaksanaannya adalah antara lain
:
1. Setiap siswa akan
mendapatkan buku tata tertib siswa, sedangkan seluruh personil guru dan
staff TU memegang print out tata tertib siswa.
2. Setiap siswa akan
diberikan Kartu Administrasi Point Diri.
3. Buku Tata tertib siswa dan
Kartu ADministrasi Point Diri tidak boleh hilang selama siswa menjadi siswa SMK
Negeri 1 Subang.
4. Kartu Administrasi Point
Diri Akan disimpan pada tempat yang telah disediakan dan dapat mudah diakses
oleh setiap guru maupun TU dan siswa.
5. Yang memberikan penilaian
terhadap pelanggaran siswa adalah Petugas Penanganan Masalah (PPM) yang terdiri
dari guru, wali kelas, bagian kesiswaan, Kepala Program Keahlian, BP/BK, Unit
Perencanaan Diklat, dan unit lain yang terkait serta Kepala sekolah.
6. Setiap bentuk pelanggaran
siswa akan dinilai oleh PPM dan dicatat dalam Kartu Administrasi Point Diri
siswa.
7. Setiap waktu yang telah
ditentukan seluruh wali kelas akan membuat rekapan dari Kartu Administrasi
Point diri dan melaporkannya kepada Ka. Pro, untuk selanjutnya akan dilaporkan
kepada BP/BK, perencanaan Diklat dan kepala sekolah.
D. PERSPEKTIF
PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN POINT PELANGGARAN TERHADAP SISWA DI
SEKOLAH
Uraian
tentang pelaksanaan poin pelanggaran di atas, dapat dilihat peran konselor di
sekolah yang ikut sebagai penghitung point pelanggaran tersebut dan
menindaklanjutinya dengan turut memberikan peringatan, memanggil orang tua, membuat
surat perjanjian. Dilematis sebenarnya, karena konselor sekolah adalah personil
yang harus bertanggungjawab terhadap
perilaku dan kedisiplinan siswa yang seharusnya juga sebagai ” mitra” bagi
siswa untuk mengembangkan dirinya.
Kekhawatiran
yang terjadi adalah, penekanan hukuman dari penerapan poin pelanggaran ini akan
membentuk persepsi yang salah dari siswa terhadap konselor sekolah yaitu
”POLISI SEKOLAH”. Prayinto (1994:122) menjelaskan masih
banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling/ konselor di sekolah adalah
sebagai „polisi sekolah“ yang harus
menjaga dan mempertahankan tata tertib disiplin
dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan „ barang siapa di antara siswa-siswa
melanggar peraturan dan displin sekolah harus berurusan dengan bimbingan dan konseling“. Tidak jarang
pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian atau pun pencurian.
Mereka ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk
mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Mereka didorong dan
bahkan untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa tertentu mengaku
bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar,
atau merugikan. Misalnya, ditugasi mengungkapkan agar siswa mengakui bahwa ia
menghisap ganja, dan sebagainya. Dalam hubungan ini pengertian petugas
bimbingan dan konseling atau konselor sekolah sebagai mata-mata yang
mengintip segenap gerak-gerik siswa
dapat berkembang pesat.
Dapat
dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap petugas yang mempunyai wajah
seperti tersebut di atas. Adalah wajar siswa menjadi takut dan tidak mau dekat
kepada mereka. Bimbingan dan konseling di satu pihakl dianggap sebagai “keranjang sampah”, yaitu tempat
dilemparkannya dan ditampungnya siswa-siswa yang “rusak” atau “tidak beres”,
di lain pihak dianggap sebagai manusia super, yang harus data mengetahui dan
dapat mengungkapkan hal-hal yang musykil yang melatarbelakangi suatu kejadian
atau masalah yang sebenarnya hal itu justru di luar kewenangannya.
Berdasarkan
pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor
sekolah karena menganggap bahwa dengan
datang kepadanya berarti menunjukkan aib yang memalukan, berarti ia mengalami
ketidakberesan tertentu, berarti ia tidak dapat berdiri sendiri, berarti ia
telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Padahal,
sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu di sekolah konselor sekolah
haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswwa. Mereka pertama-tama hendaknya
menjadi tempat pencurahan kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa di hati
dan terpikirkan oleh siswa. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas
atau pun polisis yang selalu mencuriagai dan akan menangkap siapa saja yang
bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adlah kawan pengiring, penunjuk
jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku-tingkah
laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa
menjadi sitawar-sidingin bagi siapun yang datang kepadanya. Dengan pandangan,
sikap, keterampilan dan penampilan guru pembimbing siswa atau siapa pun yang
berhubungan dengan bimbingan dan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan
memberi harapan.
Peran
konselor sekolah sebagai petugas pembuat surat perjanjian siswa relatif mudah,
yang sulit adalah siswa yang telah melanggar tata tertib susah melaksanakannya.
Bagaimana mendeteksi pelanggaran pidana itu; siapa pelakunya, bagaimana modus
operannya; apa buktinya dan sebagainya. Konselor sekolah yang ditugas untuk
melakukan kegiatan polisi sekolah seperti mencari pelaku pelanggar tata tertib
dan menindaklanjutinya, sperti menghadapi buah simalakama. Serba sulit! Atasan atau pimpinan sekolah memberikan
tugas ditolak! Prayitno (2002)
mengemukakan menjalankan tugas sebagai polisi sekolah bertentangan dengan tugas
kependidikan, menyulitkan diri konselor untuk menegakkan asas kerahasiaan,
keterbuakaan dan kesukarelaan siswa.
Namun
lebih lanjut dikemukakan Prayitno, lucunya guru yang menerima tugas sebagai
polisi sekolah seringkali malahan overacting; bertindak seperti polisi, padahal
tidak pernah menerima latihan keposilisn; bahkan ada yang berpura-pura memakai
jampi-jampi dalam mencari si pencuri dalam kelas.Tindakan over acting,
berpura-pura dan berlebih-lebihan itu jelas menyalahi ciri-ciri pendidik sukses
yang patut diteladani. Apa hasil kerja polisi sekolah? Mungkin ada hasilnya;
siswa yang mencuri mengaku (karena takut); razia berjalan seperti direncanakan.
Tetapi hasil sperti itu harus dibayar mahal dengan merosotnya wibawa guru; melemahnya
hubungan pendidikan diantara guru dan siswa. Ironis sekali!
Oleh sebab
itu dirasa perlu untuk dilakukan pengkajian peran konselor sekolah dalam
pelaksanaan poin pelanggaran ini. Perlu dievaluasi penerapan metode tradisional
yang lebih fokus pada prosedur-prosedur hukuman seperti mengesampingkan
hak-hak siswa seperti harus dikeluarkan
dari sekolah. Geoff Colvin (2008) menjelaskan dasar pendekatan hindari hukuman,
manjakan anak dalm arti para siswa diharapkan harus melakukan apa yang diminta,
bila mereka memilih sebaliknya, hukuman akan mengikuti. Konsekuensinya, sekolah
yang menerapkan pendekatan tradisional ini obat utama untuk penanganan masalah
perilaku terletak pada meningkatnya ukuran-ukuran hukuman. Dampaknya, pendektan ini menyatakan ”nol toleransi”
pada perilaku yang serius atau ”buang apel yang busuk”.
Jelas
dalam perspektif konseling, membuat apel busuk tidaklah segampang itu jika
dilakukan pada siswa. Siswa bukanlah buah-buahan yang jika memang sudah busuk
tidak layak dimakan dapat dibuang begitu saja. Siswa selaku manusia yang
diharapkan dapat menjadi manusia yang seutuhnya berkembang keempat dimensinya
secara seimbang perlu disikapi dengan bijak. Terkait dengan itu Prayitno
(2002:83) menjelaskan lembaga pendidikan bukanlah lembaga hukum. Lembaga
pendidikan adalah lembaga pengembangan pribadi, sedangkan lembaga hukum adalah
tempat dimana pelanggaran dan kesalahan dipermasalahkan, dikaji dan diproses
sampai tuntas. Tujuan akhir lembaga pendidikan adalah terkembangnya potensi
peserta didik seoptimal mungkin, sedangkan tujuan akhir lembaga hukum adalah
jatuhnya vonis sebagai hukuman yang selanjutnya dijalani oleh siterdakwa yang
melakukan kesalahan atau pelanggaran.
Jalan
keluar terhadap peran konselor dalam mendisiplinkan siswa terutama terkait
dengan pelanggaran perlu disikapi secara bijaksana oleh pimpinan sekolah.
Pimpinn sekolah yang bijaksana tidak rela wibawa guru menjadi turun, hubungan
pendidikan menjadi melemah, gara-gara guru menjadi ”polisi sekolah”. Oleh sebab
itu petugas yang dapat menjalankan peran itu adalh mereka yang tugasnya mirip
atau dekat dengan polisi seperti SATPAM Sekolah, PIKET KEAMANAN. Personalia
SATPAM atau PIKET KEAMANAN bukanlah
guru, tetapi personil lain yang ditugasi dan dilatih khusus untuk pekerjaan
itu. Mereka bisa diambil dari staf karyawan sekolah yang diberi tugas
bergiliran.
E. PENUTUP
Untuk
menegakkan disiplin bagi siswa tindakan tegas harus diambil. Kesalahan atau
pelanggaran itu harus ditindak sebagaimana mestinya. Hal ini tidak berarti
bahwa pendidik termasuk konselor pendidikan boleh melakukan kekerasan,
pemaksanaan, tindakan fisik, apalagi balas dendam; melainkan langkah lugas,
tidak basa-basi, yang mengedepankan nilai-nilai positif pendidikan yang secara
jelas tetap mengembangkan siswa. Lima hal menjadi pegangan dalam melaksanakan
tindakan tegas yang mendidik itu (Prayitno, 2002) yaitu :
1.. menjadikan si
pelanggar/siswa menyadari kesalahannya
2. penghormatan terhadap hak, nilai-nilai dan
prospek positif siswa tetap terjaga
3. kasih sayang dan kelelmbutan tetap
terpelihara
4. hubungan harnonis tetap
dipertahankan, bahkan dikembangkan
5. komitmen positif siswa
ditumbuhkan.
Bandingkanlah dua kondisi
sekolah ini (dalam Geoff Colvin 2008 ):
Sekolah
A
Guru
dengan tergesa-gesa memberitahu bahwa kelas pertama selesai sebelum bel
berbunyi, para murid menyambar buku-buku mereka, membuka pintu dan berlarian
menuju koridor. Mereka saling menyikut, terdengar banyak nada marah. Di
koridor, beberapa murid berdiri bergerombolan dan berbincang-bincang, lainya
berlomba-lomba menuju ke kelas selanjutnya, beberapa murid berlarian atau
berjalan dengan cepat, gerombolan murid lainnya saling mendorong. Seorang guru
lewat menegur para murid yang baku dorong. Coretan-coretan pena dan pensil
terlihat di tembok-tembok. Kemudian segerombolan murid tergesa-gesa berlarian
masuk kelas berikutnya agar tidak terlambat. Guru di dalam kelas berdiri di
dekat mejanya meminta murid untuk tenang dan duduk di kursi masing-masing.
Setelah beberapa menit, para murid duduk di kursi masing-masing, dan beberapa
masih saja berbicara satu sama lain. Pelajaran dimulai, guru meminta murid
untuk berhenti bicara dan mendengarkan.
Sekolah
B
Guru
menyelesaikan pemberitahuan selesainya pelajaran dan mengingatkan para murid
pengharapannya di koridor-koridor untuk berjalan dan berbicara pelan dan terus
berjalan. Para murid menuju pintu kelas dengan sikap teratur dan berjalan
menuju kelas berikutnya sambil bercanda. Seorang guru lewat dan mengangguk ke
beberapa murid dan menyapa. Dinding-dinding sekolah bersih dengan beberapa
deretan poster menarik di koridor sekolah seperti apa yang diharapkan. Guru di
kelas berikutnya berdiri di luar pintu kelas, menyapa para murid dan
mengucapkan terima kasih atas ketepatan mereka masuk kelas. Kemudian guru minta
kepada murid untuk mulai dengan soal matematika yang tertera layar overhead.
Para murid mulai mengerjakan soal dan percakapan menghilang. Dengan cepat guru
memeriksa entri soal dan melanjutkan pelajaran untuk hari itu.
Adalah impian kita semua,
sekolah yang berjalan seperti sekolah B....
DAFTAR
BACAAN
Buku Saku
Siswa SMPN 10 Pekanbaru; 2005. Tata Krama dan Tata Tertib Kehidupan sosial
sekolah bagi siswa. Pekanbaru: SMPN 10 Pekanbaru.
Geoff
Colvin.2008. 7 Langkah untuk menyusun rencana disiplin kelas proaktif. Jakarta: PT. Indeks
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/disiplin-siswa-di-sekolah/
Herlin
Febriana Dwi Prasti. 2005. Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan Disiplin
Belajar Siswa Pada Saat Layanan Pembelajaran Di Kelas Ii SMUNi 1 Limbangan Kabupaten
Kendal Tahun 2004/2005 (Skripsi).
Semarang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang.
Prayitno.
1994.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Dirjen Dikti depdikbud
Prayitno.2002.
Hubungan Pendidikan. Jakarta. Departemen Pendidkan Nasional Dirjendikdasmen
direktora SLTP.
POINT
PELANGGARAN BAGI
PENINGKATAN DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH
Oleh
Amirah Diniaty*)
A.
PENDAHULUAN
Manusia
sebagai khalifah dimuka bumi ini, diciptakan Allah dengan berbagai potensi,
terutama akal pikirannya. Manusia memiliki empat dimensi yang semuanya harus
seimbang sehingga ia bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Dimensi tersebut
meliputi dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan serta
keberagamaan. Masing-masing dimensi
harus tumbuh dan berkembang pada diri manusia dalam kuantitas dan kualitas yang
seimbang.
Menyoroti
dimensi kesusilaan dari manusia, bicara tentang tata tertib, norma, aturan,nilai,
kebiasaan,moral,adat yang berlaku dan harus dipatuhi oleh manusia agar hidupnya
teratur, selamat, dan bahagia berdampingan dengan manusia lainnya . Dimensi ini
menunjukkan tingginya harkat martabat manusia dari makhluk ciptaan Allah yang
lain seperti binatang. Kucing misalnya, bisa hidup sesuka hati tanpa terikat
dengan aturan dan nilai-nilai, sehingga kucing dapat mengambil makanan yang
bukan haknya tanpa izin. Terjadilah peristiwa kucing dipukuli, dan tidak jelas
bentuk kesenangan, dan keteranturan hidup kucing.
Begitu
pentingnya masalah aturan, nilai, moral, tata tertib, dan pendisiplinan bagi
kehidupan manusia dalam rangka menjadikan harkat, martabat dan hidupnya
sejahtera. Upaya untuk itu menjadi tugas dunia pendidikan dan pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran
disiplin bagi individu. Kenyataannya masalah disiplin justru seperti momok yang
menakutkan bagi penyelenggara pendidikan dan peserta didik. Hasil polling
Gallup (dalam Geoff Colvin, 2008) yang diambil dari anggota masyarakat dan para
pendidik selama beberapa tahun lalu (di daerah Amerika) telah memeringkatkan
tata tertib sekolah dan perilaku siswa dalam peringkat tiga tertinggi dari
masalah utama yang dihadapi sekolah.
Proses
pembelajaran yang terjadi dan diikuti oleh seorang siswa di sekolah tidak akan pernah
lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib, dan setiap siswa dituntut untuk
dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib tersebut. Kepatuhan dan
ketaatan siswa terhadap aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah disebut disiplin siswa.
Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya
mengatur perilaku siswa disebut disiplin
sekolah.
Disiplin
sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak
menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma,
peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) (dalam
http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/04/04)
bahwa disiplin sekolah “refers
to students complying with a code of behavior often known as the school rules”.
Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school
rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing),
ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja.
Lebih lanjut Wikipedia (1993)
(dalam http://akhmadsudrajat.wordpress .com/2008/04/04 menjelaskan bahwa tujuan
disiplin sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang
nyaman terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu
menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi
dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif
untuk mencapai prestasi belajar siswa. Berkenaan dengan tujuan disiplin
sekolah,
Maman Rachman (1999)
mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi
terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang
baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh
sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
bermanfaat baginya serta lingkungannya. Sementara itu, dengan mengutip
pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure
the safety of staff and students, and (2) create an environment conducive to
learning” (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04).
Jadi sebenarnya pendisiplinan siswa melalui peraturan dan tata tertib
sekolah merupakan hal yang bermakna positif bagi pengembangan diri dan
moralitas siswa.
Walaupun
ada konsensus umum dalam hal masalah yang dihadapi sekolah-sekolah sehubungan
dengan penegakan disiplin sekolah, terdapat perbedaan dan perdebatan pada cara
penanganan masalah-masalah ini. Pokok
dari permasalahan ini adalah peran dan nilai hukuman dalam mengubah perilaku. Pengertian
disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi)
sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam
bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical
maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana
diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School”(1999)
(dalam http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/04/04).
Upaya
menegakkan disiplin disekolah bisa dengan berbagai cara, misalnya ditingkat
sekolah menengah, diberlakukan penghitungan point pelanggaran/kesalahan yang
dilakukan siswa berdasarkan aturan yang telah ditetapkan masing-masing sekolah.
Jumlah point kesalahan yang dihitung kemudian ditindaklanjuti dalam berbagai
tingkatan; mulai dari peringatan I wali kelas, peringatan II wali kelas dengan
BP/BK, panggilan I orang tua/ wali oleh wali kelas/BP, panggilan II orang
tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui oleh BP, panggilan II orang
tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui oleh kepala sekolah, sampai
pada tingkat yang paling tinggi dengan bobot /jumlah point kesalahan paling
besar dikembalikan kepada orang tua/wali (Buku Saku Siswa SMPN 10 Pekanbaru;
2005).
BP
atau istilah yang telah diakui oleh UU No.20 tahun 2003, konselor di sekolah
ternyata dilibatkan dalam penyelenggaraan point pelanggaran. Hal ini perlu
dikritisi karena banyak aspek terkait dengan profesionalitas dan kinerja
konselor di sekolah. Oleh sebab itu penghitungan point pelanggaran dan bentuk
tindaklanjutnya, menarik untuk dibahas lebih lanjut. Apa sesungguh poin
kesalahan , dan bagaimana teknis pelaksanaannyanya serta perspektif konseling
bagaimana? Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini. Sehingga
diharapkan masalah pendisiplinan siswa dan peran konselor disekolah dapat
dibicarakan dalam forum ilmiah seperti seminar. Harapannya adalah ada kesamaan
persepsi konselor sekolah tentang hal ini, sehingga dapat diambil kesimpulan
dan langkah-langkah untuk menyikapi penerapan poin pelanggaran dalam mendisiplinkan
siswa di sekolah.
B. ARTI
PENTING PENDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH
1. Pengertian Disiplin
Disiplin
mempunyai makna yang luas dan berbeda – beda, oleh karena itu disiplin
mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian tentang disiplin telah banyak didefinisikan
dalam berbagai versi oleh para ahli. Ahli yang satu mempunyai batasan lain
apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. Herlin Febriana Dwi Prasti (2005) menguraikan pendapat Andi Rasdiyanah (1995 : 28) tentang
pengertian disiplin yaitu kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu
system yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau
peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah kepatuhan mentaati
peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Depdiknas (1992 : 3)
disiplin adalah : “ Tingkat konsistensi dan konsekuen seseorang terhadap suatu
komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan
dicapai waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan”.
Seirama dengan pendapat
tersebut diatas, Hurlock (1999 : 82) mengemukakan pendapatnya tentang disiplin
tersebut :“ Disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral
yang disetujui kelompok”. Dari berbagai macam pendapat tentang definisi
disiplin diatas, dapat diketahui bahwa disiplin merupakan suatu sikap moral
siswa yang terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban berdasarkan acuan
nilai moral. Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan
keteraturan terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara
terarah dan teratur. Dengan demikian siswa yang berdisiplin akan lebih mampu
mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar.
Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur.
2. Unsur-unsur disiplin
Unsur- unsur dalam disiplin
dijelaskan Hurlock (1999: 84) yaitu terdiri dari empat unsur; peraturan,
hukuman, penghargaan dan konsistensi.
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku.
Pola itu dapat ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman bermain.
Tujuanperaturan adalah untuk menjadikan anak lebih bermoral dengan membekali pedoman
perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Setiap individu memiliki
tingkat pemahaman yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh tingkat perkembangan
individu yang berbeda meskipun usianya sama. Oleh karena itu dalam memberikan
peraturan harus melihat usia individu dan tingkat pemahaman masing – masing
individu.
b. Hukuman
Hukuman berasal dari kata kerja latin, “punier”. Hurlock
(1999: 86) menyatakan bahwa hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang
karena suatu kesalahan , perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau
pembalasan.
c. Penghargaan
Penghargaan merupakan setiap bentuk penghargaan untuk
suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak harus berbentuk materi tetapi dapat berupa
kata – kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Banyak orang yang merasa
bahwa penghargaan itu tidak perlu dilakukan karena bisa melemahkan anak untuk
melakukan apa yang dilakukan. Sikap guru yang memandang enteng terhadap hal ini
menyebabkan anak merasa kurang termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu guru
harus sadar tentang betapa pentingnya memberikan penghargaan atau ganjaran
kepada anak khususnya jika mereka berhasil.
Bentuk penghargaan harus disesuaikan dengan perkembangan
anak. Bentuk penghargaan yang efektif adalah penerimaan sosial dengan diberi pujian.
Namun dalam penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana dan mempunyai nilai
edukatif, sedangkan hadiah dapat diberikan sebagai penghargaan untuk perilaku
yang baik dan dapat menambah rasa harga diri anak.
d. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas.
Konsistensi tidak sama dengan ketetapan dan tiada perubahan. Dengan demikian konsistensi
merupakan suatu kecenderungan menuju kesamaan. Disiplin yang konstan akan
mengakibatkan tiadanya perubahan untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang
berubah. Mempunyai nilai mendidik yang besar yaitu peraturan yang konsisten
bisa memacu proses belajar anak. Dengan adanya konsitensi anak akan terlatih
dan terbiasa dengan segala yang tetap sehingga mereka akan termotivasi untuk
melakukan hal yang benar dan menghindari hal yang salah.
3. Tujuan Pendisiplinan Siswa di
Sekolah
Tujuan
pendisiplinan siswa menurut Wendy Schwartz (2001) (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04). Yaitu
“the goals of
discipline, once the need for it is determined, should be to help students
accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior
change is necessary, and commit themselves to change”. Hal senada
dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk
menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman terutama di kelas. Di
dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin dengan baik maka
siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan
suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.
Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action
to enforce organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan
disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan
siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal
itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan
yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi
peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan
memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan siswa
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan yaitu:
· Diri sendiri
· Keluarga
· Pergaulan di Lingkungan
· Keluarga
· Pergaulan di Lingkungan
Brown dan Brown (dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04)
mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai
berikut :
a.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
b.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah;
kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat
menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
c.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa ,
siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
d.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum,
kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu
dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam
proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada
umumnya.
C. PELAKSANAAN
PENGHITUNGAN POINT PELANGGARAN/ KESALAHAN BAGI PENINGKATAN KEDISIPLINAN SISWA
DI SEKOLAH
Masalah
indisiplin dan peningkatan disiplin siswa disikapi oleh lembaga pendidikan
dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dipilih sekolah adalah diterapkannya
penghitungan poin pelanggaran/kesalahan dilakukan siswa terhadap tata tertib yang
berlaku. Salah satu bentuk penerapan poin pelanggaran di sebuah sekolah di
daerah Propinsi Pekanbaru penulis paparkan sebagai berikut:
DAFTAR
KREDIT POINT PELANGGARAN TATA TERTIB SISWA
No
|
JENIS PELANGGARAN
|
POINT
|
KETERANGAN/SANKSI
|
1.
|
Salah satu atribut tidak
lengkap
|
1
|
1
atribut
|
2.
|
Berada
dalam kelas waktu jam istirahat
|
1
|
Disuruh
keluar
|
3.
|
Minta
izin pada waktu jam pelajaran lebih dari 1 kali (ecuali buang air
kecil/besar)
|
1
|
Ditegur
|
4.
|
Kaus
kaki pendek/dilipat
|
1
|
Disita
|
5.
|
Baju
dikeluarkan pada jam sekolah
|
1
|
Dimasukkan
langsung
|
6.
|
Duduk di
atas kendaraan roda 2 dan 4 sedang parkir di sekolah
|
1
|
Ditegur
|
7.
|
Membuang
sampah sembarangan
|
2
|
Disuruh
pungut
|
8.
|
Berkuku
panjang/diwarnai
|
2
|
Dipotong
|
9.
|
Menggulung/melipat
baju/lengan baju
|
2
|
Dilepaskan
|
10.
|
Terlambat
lebih dari 10 menit
|
2
|
Cuci
piring, gelas, pungut sampah
|
11.
|
Duduk
tidak sesuai dengan denah yang diatur
|
2
|
Dipindahkan
|
12
|
Cabut
saat jam pelajaran
|
2
|
1 kali
cabut, pembinaan
|
13
|
Celana dibawah
lutut (laki-laki)
|
2
|
Ditegur
|
14
|
Memakai
cincin/kalung bagi (laki-laki)
|
2
|
Disita
|
15
|
Rambut
panjang (putri) lewat bahu tidak diikat dua/kepang pita hitam
|
2
|
Ditegur
|
16
|
Tidak
mengikuti giliran sholat berjamaah
|
5
|
Ditegur
|
17
|
Surat
izin lebih dari dua kali tidak hadir
|
3
|
Ditegur
|
18
|
Tidur,
bermain-main/mengganggu pada jam pelajaran
|
3
|
Ditegur/peringatan
guru tersebut
|
19
|
Keluar
dari pekarangan sekolah tanpa izin guru piket
|
3
|
Menyapu
halaman sekolah
|
20
|
Berambut
panjang lebihdari 321, 320, 210 (semi militer)
|
3
|
Dipangkas
|
21
|
Hari
jumat tidak memakai jilbab
|
3
|
Ditegur
|
22
|
Berambut
botak/plotos
|
3
|
Ditegur
|
23
|
Tidak
membawa buku catatan/pelajaran pada jam belajar
|
3
|
Mata
pelajaran yang bersangkutan
|
24
|
Tidak
melaksanakan piket kelas/harian
|
3
|
Menyapu
trotoar/tangga
|
25
|
Masuk
/belaja dikantin/tempat jualanmakanan
|
3
|
Memungut
sampah
|
26
|
Memakai
rok sempit/ketat/pendek (putih)
|
4
|
Ditegur/peringatan
|
27
|
Memakai
celana sempit/ketat dan dilipat dibawahnya
|
4
|
Ditegur/peringatan
|
28
|
Berambut
jabrik, berkumis, berjenggot
|
4
|
Dipotong
|
29
|
Tidak
memakai seragam sekolah, (baju/celana/rok sepatu, kaus kaki ikat pinggang)
|
4
|
Sepatu
disita, pungut sampah, cuci piring/gelas, menyapu
|
30
|
Absen
|
4
|
Denda2
buku satu kali absen
|
31
|
Membawa
kendaraan bermotor sendiri
|
5
|
Diingatkan
|
32
|
Membaw
perhiatasan(emas, intan, permata)
|
5
|
Diingatkan
|
33
|
Tidak
membuat PR atau tugas-tugas dari guru
|
5
|
Membuang
sampah/menyapu
|
34
|
Tidak
ikut upacara bendera/SKJ dan peringatan hari-hari besar tanpa surat
keterangan
|
5
|
Membuang
sampah/menyapu
|
35
|
Bergurau
mengganggu teman sehingga mengakibatkan teman terluka/lecet/bengkak
terkilir/tergores dan sebagainya/minum pada jam pelajaran
|
5
|
Diingatkan
|
36
|
Memakai
gelang/kalung kaki
|
5
|
Disita
|
37
|
Rambut disemir, dicat dan
sejenisnya
|
7
|
Dibersihkan
|
38
|
Bertato
|
7
|
Dihapus
|
39
|
Surat izin
bertanda tangan palsu
|
7
|
Disesuaikan
dengan
|
40
|
Mencoret-coret
buku milik sekolah
|
10
|
Ditegur/peringatan
|
41
|
Melaksanakan
ultah dan melempar telur mentah di sekolah
|
10
|
Ditegur
|
42
|
Membawa,
menghidupkan HP di sekolah
|
10
|
Ditahan
guru
|
43
|
Absen 2
hari berturut-turut
|
10
|
Denda 1
buah sapu
|
44
|
Mencabut/merusak
mobiler, dinding pagar bangunan sekolah
|
10
|
Peringatan
I
|
45
|
Merokok
dengan memakai seragam di luar sekolah
|
10
|
Peringatan
I
|
46
|
Membawa,
membaca novel/roman sejenisnya pada jam belajar
|
10
|
Peringatan
I
|
47
|
Melompat
pagar/jendela sekolah
|
20
|
Peringatan
II
|
48
|
Menindik
telinga/memakai subang bagi anak laki-laki
|
20
|
Peringatan
II
|
49
|
Berpacaran
disekolah
|
20
|
Peringatan
II
|
50
|
Membawa
rokok disekolah
|
20
|
Peringatan
II
|
51
|
Merusak
kendaraan/milik guru karyawan dan siswa lain
|
25
|
Peringatan
II
|
52
|
Meloncat
pagar sekolah
|
30
|
Panggilan
BK
|
53
|
Merokok
disekolah/dilingkungan sekolah
|
30
|
Peringatan
II
|
54
|
Tidak
mengindahkan panggilan guru
|
30
|
Pangilan
BK
|
55
|
Berkelahi
sesama siswa/orang lain pada jam belajar
|
40
|
Panggilan
BK
|
56
|
Mogok
belajar, adu domba atau provokasi jam belajar
|
40
|
Panggilan
I
|
57
|
Berlaku
tidak sopan, berkata kotor, mengejek guru, karyawan
|
50
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
58
|
Membawa,
melihat, membaca, menyimpan menyebarkan buku porno/VCD porno (BF)
|
50
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
59
|
Membawa
senjata api/senjata tajam
|
50
|
Disita
|
60
|
Terlibat
penempelan selebaran gelap yag dilarang hukum
|
50
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
61
|
Berjudi
di sekolah
|
70
|
Panggilan
II BK (S. Perjanjian)
|
62
|
Minum-minuman
keras di sekolah
|
70
|
Panggilan
II
|
63
|
Terlibat
tawuran, pengeroyokan, pengrusakan
|
100
|
Dikeluarkan
|
64
|
Terlibat
pemerkosaan
|
100
|
Dikeluarkan
|
65
|
Terlibat
pemerasan, pencurian, perampokan, pencopetan, pejambretan, penodongan
|
100
|
Dikeluarkan
|
66
|
Memalsukan
dokumen sekolah, cap sekolah stempel
|
100
|
Dikeluarkan
|
67
|
Terlibat
perbuatan asusila atau berzina
|
100
|
Dikeluarkan
|
68
|
Mengedar,
membawa, mengkonsumsi narkoba
|
100
|
Dikeluarkan
|
69
|
Memukul/menganiaya
guru/karyawan
|
100
|
Dikeluarkan
|
Teknis
pelaksanaannya adalah:
1.
Jumlah point pelanggaran siswa dilaporkan oleh wali
setiap awal bulan kebagian kesiswaan/BP.
2.
Point diberikan oleh kepsek/BP/wali kelas/guru/guru piket
sesuai dengan point tersebut
3.
Point dicatat dibuku piket
4.
Jumlah point 10 :
Peringatan I wali kelas
5.
Jumlah poin 20 :
Peringatan II wali kelas bersama BP
6.
Jumlah point 25-40 :
Panggilan I orang tua/wali kelas/BP
7.
Jumlah point 50 :
Panggilan II orang tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui BP
8.
Jumlah point 75 :
Panggilan II orang tua/wali dengan membuat surat perjanjian diketahui oleh
kepala sekolah
9.
Jumlah point 100 :
Dikembalikan kepada orang tua/wali
Versi lain
penerapan point pelanggaran dalam Blog resmi SMKN 1 Subang dijelaskan; untuk mengembangkan
tingkat disiplin siswa SMK Negeri 1 Subang, agar menjadi siswa yang selalu
membudayakan 5 S (Senyum, salam, sapa, sopan dan santun), terus
meningkatkan rasa memiliki yang tinggi terhadap kebersihan, keindahan,
kenyamanan, kerindangan, kekeluargaan, keamanan dan ketertiban di lingkungan
sekolah, terus meningkatkan kompetensi dalam bidangnya masing-masing dengan
meningkatkan disiplin yang tinggi dalam kehadiran, semangat dalam KBM, serius
dalam bekerja dan bertanggung jawab terhadap hasil, terus meningkatkan
penampilan siswa yang sopan, rapi dan berbudaya Islam yang benar,dan
meningkatkan prestasi dalam segala hal, maka seluruh siswa SMK Negeri 1 Subang
melalui Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) telah membuat draft tata tertib
siswa yang disodorkan kepada sekolah.
Draft tata
tertib siswa tersebut berbentuk point bagi siswa yang melanggar maupun yang
berprestasi dengan berbagai jenis pelanggaran yang mungkin terjadi. Batas
maksimal siswa mendapatkan point adalah 100. jika siswa mendapatkan jumlah
point dari berbagai pelanggaran sampai total 100, maka siswa tersebut akan
dikembalikan kepada orang tuanya. Sebaliknya jika siswa yang mendapatkan
kumpulan point dari prestasi yang diraihnya, baik tingkat sekolah, kecamatan,
kabupaten, provinsi maupun nasional akan diberikan penghargaan yang setara dari
sekolah.
Draft tata
tertib tersebut telah mengalami penggodokan terus menerus yaitu :
1.
Ditinjau dan direvisi dari bidang perencanaan diklat yang membawahi langsung
bidang kesiswaan.
2. Ditinjau, dan direvisi
oleh level manajemen mutu dan
3. Ditinjau, disosialisasikan
dan direvisi dalam rapat dinas guru serta staff TU pada tanggal 3 Desember
2008.
Setelah
diyakini bahwa tata tertib tersebut sudah hampir sempurna dan mampu
mengakomodir seluruh permasalahan yang ada, maka tata tertib tersebut serta
teknis pelaksanaannya akan di berlakukan secara serentak setelah sosialisasi ke
siswa dan orang tua selesai. Adapun prosedur pelaksanaannya adalah antara lain
:
1. Setiap siswa akan
mendapatkan buku tata tertib siswa, sedangkan seluruh personil guru dan
staff TU memegang print out tata tertib siswa.
2. Setiap siswa akan
diberikan Kartu Administrasi Point Diri.
3. Buku Tata tertib siswa dan
Kartu ADministrasi Point Diri tidak boleh hilang selama siswa menjadi siswa SMK
Negeri 1 Subang.
4. Kartu Administrasi Point
Diri Akan disimpan pada tempat yang telah disediakan dan dapat mudah diakses
oleh setiap guru maupun TU dan siswa.
5. Yang memberikan penilaian
terhadap pelanggaran siswa adalah Petugas Penanganan Masalah (PPM) yang terdiri
dari guru, wali kelas, bagian kesiswaan, Kepala Program Keahlian, BP/BK, Unit
Perencanaan Diklat, dan unit lain yang terkait serta Kepala sekolah.
6. Setiap bentuk pelanggaran
siswa akan dinilai oleh PPM dan dicatat dalam Kartu Administrasi Point Diri
siswa.
7. Setiap waktu yang telah
ditentukan seluruh wali kelas akan membuat rekapan dari Kartu Administrasi
Point diri dan melaporkannya kepada Ka. Pro, untuk selanjutnya akan dilaporkan
kepada BP/BK, perencanaan Diklat dan kepala sekolah.
D. PERSPEKTIF
PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN POINT PELANGGARAN TERHADAP SISWA DI
SEKOLAH
Uraian
tentang pelaksanaan poin pelanggaran di atas, dapat dilihat peran konselor di
sekolah yang ikut sebagai penghitung point pelanggaran tersebut dan
menindaklanjutinya dengan turut memberikan peringatan, memanggil orang tua, membuat
surat perjanjian. Dilematis sebenarnya, karena konselor sekolah adalah personil
yang harus bertanggungjawab terhadap
perilaku dan kedisiplinan siswa yang seharusnya juga sebagai ” mitra” bagi
siswa untuk mengembangkan dirinya.
Kekhawatiran
yang terjadi adalah, penekanan hukuman dari penerapan poin pelanggaran ini akan
membentuk persepsi yang salah dari siswa terhadap konselor sekolah yaitu
”POLISI SEKOLAH”. Prayinto (1994:122) menjelaskan masih
banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling/ konselor di sekolah adalah
sebagai „polisi sekolah“ yang harus
menjaga dan mempertahankan tata tertib disiplin
dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan „ barang siapa di antara siswa-siswa
melanggar peraturan dan displin sekolah harus berurusan dengan bimbingan dan konseling“. Tidak jarang
pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian atau pun pencurian.
Mereka ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk
mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Mereka didorong dan
bahkan untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa tertentu mengaku
bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar,
atau merugikan. Misalnya, ditugasi mengungkapkan agar siswa mengakui bahwa ia
menghisap ganja, dan sebagainya. Dalam hubungan ini pengertian petugas
bimbingan dan konseling atau konselor sekolah sebagai mata-mata yang
mengintip segenap gerak-gerik siswa
dapat berkembang pesat.
Dapat
dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap petugas yang mempunyai wajah
seperti tersebut di atas. Adalah wajar siswa menjadi takut dan tidak mau dekat
kepada mereka. Bimbingan dan konseling di satu pihakl dianggap sebagai “keranjang sampah”, yaitu tempat
dilemparkannya dan ditampungnya siswa-siswa yang “rusak” atau “tidak beres”,
di lain pihak dianggap sebagai manusia super, yang harus data mengetahui dan
dapat mengungkapkan hal-hal yang musykil yang melatarbelakangi suatu kejadian
atau masalah yang sebenarnya hal itu justru di luar kewenangannya.
Berdasarkan
pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor
sekolah karena menganggap bahwa dengan
datang kepadanya berarti menunjukkan aib yang memalukan, berarti ia mengalami
ketidakberesan tertentu, berarti ia tidak dapat berdiri sendiri, berarti ia
telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Padahal,
sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu di sekolah konselor sekolah
haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswwa. Mereka pertama-tama hendaknya
menjadi tempat pencurahan kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa di hati
dan terpikirkan oleh siswa. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas
atau pun polisis yang selalu mencuriagai dan akan menangkap siapa saja yang
bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adlah kawan pengiring, penunjuk
jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku-tingkah
laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa
menjadi sitawar-sidingin bagi siapun yang datang kepadanya. Dengan pandangan,
sikap, keterampilan dan penampilan guru pembimbing siswa atau siapa pun yang
berhubungan dengan bimbingan dan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan
memberi harapan.
Peran
konselor sekolah sebagai petugas pembuat surat perjanjian siswa relatif mudah,
yang sulit adalah siswa yang telah melanggar tata tertib susah melaksanakannya.
Bagaimana mendeteksi pelanggaran pidana itu; siapa pelakunya, bagaimana modus
operannya; apa buktinya dan sebagainya. Konselor sekolah yang ditugas untuk
melakukan kegiatan polisi sekolah seperti mencari pelaku pelanggar tata tertib
dan menindaklanjutinya, sperti menghadapi buah simalakama. Serba sulit! Atasan atau pimpinan sekolah memberikan
tugas ditolak! Prayitno (2002)
mengemukakan menjalankan tugas sebagai polisi sekolah bertentangan dengan tugas
kependidikan, menyulitkan diri konselor untuk menegakkan asas kerahasiaan,
keterbuakaan dan kesukarelaan siswa.
Namun
lebih lanjut dikemukakan Prayitno, lucunya guru yang menerima tugas sebagai
polisi sekolah seringkali malahan overacting; bertindak seperti polisi, padahal
tidak pernah menerima latihan keposilisn; bahkan ada yang berpura-pura memakai
jampi-jampi dalam mencari si pencuri dalam kelas.Tindakan over acting,
berpura-pura dan berlebih-lebihan itu jelas menyalahi ciri-ciri pendidik sukses
yang patut diteladani. Apa hasil kerja polisi sekolah? Mungkin ada hasilnya;
siswa yang mencuri mengaku (karena takut); razia berjalan seperti direncanakan.
Tetapi hasil sperti itu harus dibayar mahal dengan merosotnya wibawa guru; melemahnya
hubungan pendidikan diantara guru dan siswa. Ironis sekali!
Oleh sebab
itu dirasa perlu untuk dilakukan pengkajian peran konselor sekolah dalam
pelaksanaan poin pelanggaran ini. Perlu dievaluasi penerapan metode tradisional
yang lebih fokus pada prosedur-prosedur hukuman seperti mengesampingkan
hak-hak siswa seperti harus dikeluarkan
dari sekolah. Geoff Colvin (2008) menjelaskan dasar pendekatan hindari hukuman,
manjakan anak dalm arti para siswa diharapkan harus melakukan apa yang diminta,
bila mereka memilih sebaliknya, hukuman akan mengikuti. Konsekuensinya, sekolah
yang menerapkan pendekatan tradisional ini obat utama untuk penanganan masalah
perilaku terletak pada meningkatnya ukuran-ukuran hukuman. Dampaknya, pendektan ini menyatakan ”nol toleransi”
pada perilaku yang serius atau ”buang apel yang busuk”.
Jelas
dalam perspektif konseling, membuat apel busuk tidaklah segampang itu jika
dilakukan pada siswa. Siswa bukanlah buah-buahan yang jika memang sudah busuk
tidak layak dimakan dapat dibuang begitu saja. Siswa selaku manusia yang
diharapkan dapat menjadi manusia yang seutuhnya berkembang keempat dimensinya
secara seimbang perlu disikapi dengan bijak. Terkait dengan itu Prayitno
(2002:83) menjelaskan lembaga pendidikan bukanlah lembaga hukum. Lembaga
pendidikan adalah lembaga pengembangan pribadi, sedangkan lembaga hukum adalah
tempat dimana pelanggaran dan kesalahan dipermasalahkan, dikaji dan diproses
sampai tuntas. Tujuan akhir lembaga pendidikan adalah terkembangnya potensi
peserta didik seoptimal mungkin, sedangkan tujuan akhir lembaga hukum adalah
jatuhnya vonis sebagai hukuman yang selanjutnya dijalani oleh siterdakwa yang
melakukan kesalahan atau pelanggaran.
Jalan
keluar terhadap peran konselor dalam mendisiplinkan siswa terutama terkait
dengan pelanggaran perlu disikapi secara bijaksana oleh pimpinan sekolah.
Pimpinn sekolah yang bijaksana tidak rela wibawa guru menjadi turun, hubungan
pendidikan menjadi melemah, gara-gara guru menjadi ”polisi sekolah”. Oleh sebab
itu petugas yang dapat menjalankan peran itu adalh mereka yang tugasnya mirip
atau dekat dengan polisi seperti SATPAM Sekolah, PIKET KEAMANAN. Personalia
SATPAM atau PIKET KEAMANAN bukanlah
guru, tetapi personil lain yang ditugasi dan dilatih khusus untuk pekerjaan
itu. Mereka bisa diambil dari staf karyawan sekolah yang diberi tugas
bergiliran.
E. PENUTUP
Untuk
menegakkan disiplin bagi siswa tindakan tegas harus diambil. Kesalahan atau
pelanggaran itu harus ditindak sebagaimana mestinya. Hal ini tidak berarti
bahwa pendidik termasuk konselor pendidikan boleh melakukan kekerasan,
pemaksanaan, tindakan fisik, apalagi balas dendam; melainkan langkah lugas,
tidak basa-basi, yang mengedepankan nilai-nilai positif pendidikan yang secara
jelas tetap mengembangkan siswa. Lima hal menjadi pegangan dalam melaksanakan
tindakan tegas yang mendidik itu (Prayitno, 2002) yaitu :
1.. menjadikan si
pelanggar/siswa menyadari kesalahannya
2. penghormatan terhadap hak, nilai-nilai dan
prospek positif siswa tetap terjaga
3. kasih sayang dan kelelmbutan tetap
terpelihara
4. hubungan harnonis tetap
dipertahankan, bahkan dikembangkan
5. komitmen positif siswa
ditumbuhkan.
Bandingkanlah dua kondisi
sekolah ini (dalam Geoff Colvin 2008 ):
Sekolah
A
Guru
dengan tergesa-gesa memberitahu bahwa kelas pertama selesai sebelum bel
berbunyi, para murid menyambar buku-buku mereka, membuka pintu dan berlarian
menuju koridor. Mereka saling menyikut, terdengar banyak nada marah. Di
koridor, beberapa murid berdiri bergerombolan dan berbincang-bincang, lainya
berlomba-lomba menuju ke kelas selanjutnya, beberapa murid berlarian atau
berjalan dengan cepat, gerombolan murid lainnya saling mendorong. Seorang guru
lewat menegur para murid yang baku dorong. Coretan-coretan pena dan pensil
terlihat di tembok-tembok. Kemudian segerombolan murid tergesa-gesa berlarian
masuk kelas berikutnya agar tidak terlambat. Guru di dalam kelas berdiri di
dekat mejanya meminta murid untuk tenang dan duduk di kursi masing-masing.
Setelah beberapa menit, para murid duduk di kursi masing-masing, dan beberapa
masih saja berbicara satu sama lain. Pelajaran dimulai, guru meminta murid
untuk berhenti bicara dan mendengarkan.
Sekolah
B
Guru
menyelesaikan pemberitahuan selesainya pelajaran dan mengingatkan para murid
pengharapannya di koridor-koridor untuk berjalan dan berbicara pelan dan terus
berjalan. Para murid menuju pintu kelas dengan sikap teratur dan berjalan
menuju kelas berikutnya sambil bercanda. Seorang guru lewat dan mengangguk ke
beberapa murid dan menyapa. Dinding-dinding sekolah bersih dengan beberapa
deretan poster menarik di koridor sekolah seperti apa yang diharapkan. Guru di
kelas berikutnya berdiri di luar pintu kelas, menyapa para murid dan
mengucapkan terima kasih atas ketepatan mereka masuk kelas. Kemudian guru minta
kepada murid untuk mulai dengan soal matematika yang tertera layar overhead.
Para murid mulai mengerjakan soal dan percakapan menghilang. Dengan cepat guru
memeriksa entri soal dan melanjutkan pelajaran untuk hari itu.
Adalah impian kita semua,
sekolah yang berjalan seperti sekolah B....
DAFTAR
BACAAN
Buku Saku
Siswa SMPN 10 Pekanbaru; 2005. Tata Krama dan Tata Tertib Kehidupan sosial
sekolah bagi siswa. Pekanbaru: SMPN 10 Pekanbaru.
Geoff
Colvin.2008. 7 Langkah untuk menyusun rencana disiplin kelas proaktif. Jakarta: PT. Indeks
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/disiplin-siswa-di-sekolah/
Herlin
Febriana Dwi Prasti. 2005. Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan Disiplin
Belajar Siswa Pada Saat Layanan Pembelajaran Di Kelas Ii SMUNi 1 Limbangan Kabupaten
Kendal Tahun 2004/2005 (Skripsi).
Semarang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang.
Prayitno.
1994.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Dirjen Dikti depdikbud
Prayitno.2002.
Hubungan Pendidikan. Jakarta. Departemen Pendidkan Nasional Dirjendikdasmen
direktora SLTP.
If you're trying hard to lose pounds then you have to start using this brand new custom keto meal plan.
BalasHapusTo create this keto diet service, licenced nutritionists, fitness couches, and professional chefs joined together to develop keto meal plans that are powerful, decent, cost-efficient, and delicious.
Since their grand opening in early 2019, 1000's of clients have already transformed their figure and health with the benefits a proper keto meal plan can give.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover 8 scientifically-tested ones given by the keto meal plan.